Abstract

Tooth mobility is a common clinical manifestation of advanced periodontal disease that affects chewing function, aesthetics, and patients’ quality of life. Managing this condition requires a comprehensive approach, including stabilization procedures such as splinting and adjunctive therapies like chlorhexidine. To enhance healthcare providers' competencies, Muhammadiyah Hospital Malang conducted a clinical training workshop on the emergency management of mobile teeth. This workshop involved 30 dentists and covered theoretical knowledge, hands-on practice of splint fabrication using orthodontic wire and composite resin, application of chlorhexidine gel, and clinical case discussions. Evaluation through pre- and post-tests demonstrated a significant increase in participants’ knowledge (from 55% to 85%). The training not only improved participants’ technical skills but also strengthened interprofessional collaboration in managing complex periodontal cases. The outcomes underscore the importance of integrating similar programs into continuing education to support the improvement of dental healthcare quality and the implementation of higher education’s tridharma (education, research, and community service).

Pendahuluan

Mobilitas gigi atau gigi goyang merupakan kondisi klinis umum yang banyak dijumpai pada pasien dengan gangguan jaringan periodontal. Kondisi ini disebabkan oleh kerusakan pada jaringan penyangga gigi, seperti ligamen periodontal dan tulang alveolar, akibat proses inflamasi kronis atau trauma oklusal. Faktor sistemik seperti diabetes melitus, kebiasaan merokok, dan stres juga memperburuk kondisi periodontal (Graziani et al., 2020; Nazir et al., 2020). Mobilitas gigi mengganggu fungsi mengunyah, berbicara, dan estetika, serta dapat berdampak negatif terhadap kualitas hidup pasien.

Setelah karies, periodontitis yang menyebabkan mobilitas gigi menjadi salah satu tantangan utama dalam praktik klinis kedokteran gigi. Penyakit ini berkembang secara progresif jika tidak ditangani, mengarah pada destruksi struktur pendukung gigi hingga kehilangan gigi. Manajemen penyakit periodontal tidak hanya berfokus pada pembersihan infeksi tetapi juga memerlukan strategi stabilisasi gigi untuk mempertahankan fungsinya (Tonetti et al., 2020; Sanz et al., 2020). Oleh karena itu, diagnosis dini dan penatalaksanaan menyeluruh menjadi kunci dalam mempertahankan gigi jangka panjang.

Splinting merupakan pendekatan mekanis sederhana yang efektif untuk menstabilkan gigi dengan mobilitas. Dengan menggabungkan beberapa gigi menjadi satu unit fungsional, beban oklusal dapat didistribusikan lebih merata dan tekanan pada gigi yang mobil berkurang. Splinting digunakan baik dalam kondisi akut seperti trauma maupun dalam kasus periodontitis lanjut sebagai bagian dari terapi suportif (Jhingta et al., 2021; Güncü et al., 2019). Penelitian terkini menunjukkan bahwa kombinasi antara splinting dan terapi periodontal non-bedah memperbaiki parameter klinis dan meningkatkan prognosis gigi yang terkena.

Selain stabilisasi mekanik, penggunaan antiseptik seperti chlorhexidine gluconate secara topikal juga penting untuk mengendalikan infeksi mikroba dan inflamasi. Chlorhexidine tetap menjadi gold standard dalam terapi antimikroba oral karena efektivitasnya terhadap patogen utama periodontitis seperti Porphyromonas gingivalis dan Tannerella forsythia (He et al., 2021; Ramenzoni et al., 2020). Penggunaan mouthrinse atau gel chlorhexidine sebagai terapi tambahan pada fase awal perawatan terbukti menurunkan indeks inflamasi dan mempercepat penyembuhan jaringan periodontal.

RS Muhammadiyah Malang sebagai institusi pelayanan dan pendidikan menyelenggarakan workshop kegawatdaruratan gigi goyang sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dokter gigi dalam menangani kasus mobilitas gigi secara cepat dan tepat di fasilitas pelayanan primer. Workshop ini mencakup pelatihan prosedur splinting, pemilihan material yang sesuai, serta pemahaman terapi farmakologis pendukung seperti penggunaan antiseptik dan analgesik (Sari et al., 2023). Kegiatan ini juga menjadi implementasi dari tridarma perguruan tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan gigi di daerah.

Metode

Workshop pelatihan klinis satu hari telah sukses diselenggarakan di Rumah Sakit Muhammadiyah Malang, yang merupakan bagian dari program peningkatan kompetensi dokter gigi dalam penanganan kasus periodonsia. Kegiatan ini diikuti oleh 30 peserta yang terdiri dari dokter gigi umum dan dokter gigi spesialis periodonsia. Tujuan utama dari workshop ini adalah untuk memperkuat pemahaman teoritis dan keterampilan praktis peserta dalam penanganan mobilitas gigi, yang merupakan salah satu manifestasi klinis dari penyakit periodontal lanjut.

Materi pertama yang diberikan adalah teori dasar tentang mobilitas gigi, termasuk klasifikasi tingkat mobilitas, etiologi, serta indikasi dan kontraindikasi tindakan splinting (Wang et al., 2023; Tanaka & Sato, 2024). Pengetahuan ini penting sebagai landasan sebelum peserta dapat melakukan tindakan klinis secara tepat. Splinting gigi menjadi salah satu intervensi yang umum digunakan untuk menstabilkan gigi yang mengalami mobilitas akibat kehilangan dukungan jaringan periodontal (Papapanou et al., 2019). Pemahaman tentang waktu dan teknik yang tepat dalam melakukan splinting menjadi kunci keberhasilan perawatan.

Selanjutnya, peserta mendapatkan demonstrasi praktik pembuatan dan pemasangan splint menggunakan kawat ortodontik dan resin komposit. Teknik ini dipilih karena memiliki efektivitas dan efisiensi yang tinggi dalam kondisi klinis (Kumar et al., 2022). Demonstrasi dilakukan langsung oleh instruktur berpengalaman, dan peserta diberi kesempatan untuk mempraktikkan sendiri prosedur pada model gigi tiruan. Penguasaan teknik ini diharapkan dapat diaplikasikan langsung dalam praktik sehari-hari (Sharma & Paliwal, 2020).

Sebagai bagian dari manajemen pasca perawatan, peserta juga dibekali pengetahuan dan keterampilan dalam aplikasi gel chlorhexidine sebagai agen antimikroba. Penggunaan chlorhexidine gel setelah pemasangan splint terbukti dapat mengurangi risiko infeksi dan mengontrol peradangan pada jaringan periodontal (Lasserre et al., 2021; Widodo & Prameswari, 2025). Dalam sesi ini, peserta diajarkan teknik aplikasi gel secara optimal dan indikasi penggunaannya untuk mendukung proses penyembuhan jaringan.

Kegiatan workshop diakhiri dengan sesi diskusi kasus klinis yang interaktif, di mana peserta diberi kesempatan untuk membahas beberapa kasus nyata berdasarkan pengalaman klinis masing-masing. Evaluasi pelatihan dilakukan melalui pre-test dan post-test untuk menilai peningkatan pengetahuan dan keterampilan peserta. Hasil evaluasi menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam pemahaman dan keterampilan teknis peserta setelah mengikuti kegiatan ini. Dengan adanya pelatihan ini, diharapkan terjadi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut, khususnya dalam penanganan penyakit periodontal dengan pendekatan konservatif dan komprehensif.

Hasil dan Pembahasan

Pelatihan yang diberikan kepada peserta menunjukkan dampak signifikan dalam peningkatan pengetahuan terkait penanganan kegawatdaruratan periodontal. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan skor rata-rata pre-test sebesar 55% menjadi 85% pada post-test. Peningkatan ini mencerminkan efektivitas metode pembelajaran aktif, termasuk demonstrasi dan diskusi kasus, dalam mentransfer pengetahuan klinis secara efisien. Pendidikan berbasis praktik terbukti meningkatkan retensi informasi dan kesiapsiagaan peserta dalam menghadapi situasi klinis yang mendesak (Chen et al., 2020).

Salah satu komponen pelatihan yang mendapatkan respon positif adalah demonstrasi teknik splinting sederhana. Peserta menilai bahwa prosedur ini tidak hanya mudah diterapkan dalam praktik sehari-hari, tetapi juga tidak memerlukan alat atau biaya yang tinggi. Teknik ini bermanfaat dalam mempertahankan gigi yang mengalami mobilitas akibat trauma atau penyakit periodontal akut, terutama di fasilitas kesehatan primer. Menurut penelitian terbaru, splinting sederhana dapat meningkatkan stabilitas periodontal dan kenyamanan pasien (Patel & Shah, 2021).

Figure 1.Gambar 1. Demonstrasi Teknik Splinting Sederhana

Penggunaan chlorhexidine gel 0.12% juga diperkenalkan sebagai bagian dari tata laksana suportif pasca-trauma periodontal. Penggunaan agen antimikroba ini terbukti efektif dalam mengurangi gejala inflamasi dan nyeri, terutama pada kasus periodontitis akut. Studi terkini menunjukkan bahwa aplikasi topikal chlorhexidine dalam bentuk gel memberikan efek antimikroba lokal yang lebih tahan lama dibandingkan bentuk larutan kumur, dengan risiko iritasi mukosa yang lebih rendah (Sanz et al., 2020; Alshibani et al., 2022).

Selain keterampilan teknis, diskusi kasus menjadi bagian integral dalam pelatihan. Diskusi ini menekankan pentingnya kolaborasi antara dokter gigi umum dan spesialis periodonsia dalam merespons kasus kegawatdaruratan periodontal. Penanganan yang cepat dan tepat memerlukan komunikasi yang efektif antar-profesi untuk memastikan pasien mendapatkan perawatan komprehensif. Kajian oleh Elangovan et al. (2021) menunjukkan bahwa model kolaboratif dalam praktik kedokteran gigi meningkatkan hasil klinis serta efisiensi dalam pengelolaan kasus kompleks.

Figure 2.Gambar 2. Diskusi Kasus Antara Peserta Dan Narasumber

Dengan demikian, program pelatihan ini tidak hanya meningkatkan kompetensi teknis peserta tetapi juga memperkuat aspek interprofesional dalam pelayanan kesehatan gigi. Ke depan, penting untuk mengintegrasikan modul-modul serupa dalam program pendidikan berkelanjutan guna meningkatkan kesiapan tenaga kesehatan dalam menangani kondisi periodontal akut. Evaluasi jangka panjang juga perlu dilakukan untuk menilai dampak pelatihan terhadap praktik klinis dan hasil pasien secara nyata (Müller et al., 2023).

Kesimpulan

Workshop pelatihan penanganan mobilitas gigi di RS Muhammadiyah Malang berhasil meningkatkan kompetensi dokter gigi dalam menangani kasus kegawatdaruratan periodontal, khususnya melalui prosedur splinting dan penggunaan chlorhexidine sebagai terapi suportif. Pelatihan ini terbukti efektif, ditunjukkan oleh peningkatan signifikan skor pre-test dan post-test peserta. Metode pembelajaran yang bersifat praktis dan interaktif, seperti demonstrasi dan diskusi kasus, memberikan dampak positif terhadap penguasaan keterampilan klinis dan kesiapan menghadapi situasi darurat. Selain meningkatkan keterampilan teknis, pelatihan ini juga mendorong kolaborasi antar-profesi dalam penanganan kasus kompleks. Keberhasilan kegiatan ini menegaskan pentingnya integrasi pelatihan serupa dalam program pendidikan berkelanjutan guna memperkuat kualitas pelayanan kesehatan gigi di tingkat primer dan mendukung tridarma perguruan tinggi.

References

  1. Alshibani, N., Hattar, S., & Al-Hiyasat, A. (2022). Efficacy of different forms of chlorhexidine in periodontal therapy: A systematic review. Journal of Periodontal Research, 57(2), 300–309. https://doi.org/10.1111/jre.12966.
  2. Chen, Y., Wang, X., & Liu, C. (2020). Active learning improves dental students’ knowledge retention in clinical training. BMC Medical Education, 20, 456. https://doi.org/10.1186/s12909-020-02369-2.
  3. Elangovan, S., Allareddy, V., & Karimbux, N. (2021). Interprofessional collaboration in dental practice: A scoping review. Journal of Dental Education, 85(3), 400–409. https://doi.org/10.1002/jdd.12586.
  4. Graziani, F., Gennai, S., Solini, A., & Petrini, M. (2020). A systematic review and meta‐analysis of epidemiologic observational evidence on the effect of periodontitis on diabetes: An update of the EFP–AAP review. Journal of Clinical Periodontology, 47(2), 268–288. https://doi.org/10.1111/jcpe.13182.
  5. Güncü, G. N., Caglayan, F., Bozkaya, S., & Çetiner, D. (2019). Effect of splinting on periodontal parameters and mobility in patients with periodontitis. International Dental Journal, 69(4), 261–268. https://doi.org/10.1111/idj.12473.
  6. He, L., Liu, F., Zhang, H., Wu, Y., & Yang, L. (2021). The efficacy of chlorhexidine in reducing microorganisms and inflammation in the treatment of periodontitis: A meta-analysis. BMC Oral Health, 21(1), 1–10. https://doi.org/10.1186/s12903-021-01539-3.
  7. Jhingta, P. K., Sharma, D., Bhardwaj, A., & Bhardwaj, V. (2021). Evaluation of periodontal splinting as an adjunct to nonsurgical periodontal therapy: A clinical study. Journal of Indian Society of Periodontology, 25(1), 61–67. https://doi.org/10.4103/jisp.jisp_468_19.
  8. Kumar, S., Rahman, M., & Misra, A. (2022). Splinting in periodontal therapy: An overview. International Journal of Dental Sciences and Research, 10(1), 8–12. https://doi.org/10.12691/ijdsr-10-1-3.
  9. Lasserre, J., Brecx, M. C., & Toma, S. (2021). Oral biofilms, pathogenesis, and the potential of therapeutic strategies. Advances in Clinical and Experimental Medicine, 30(2), 155–161. https://doi.org/10.17219/acem/132260.
  10. Müller, F., Krämer, J., & Schulz-Weidner, N. (2023). Long-term effectiveness of emergency periodontal care training for dental professionals. Clinical Oral Investigations, 27(1), 23–32. https://doi.org/10.1007/s00784-022-04635-w.
  11. Nazir, M. A., AlGhamdi, L., AlKadi, M., AlBeajan, N., AlRashoudi, L., & AlHumaid, J. (2020). The burden of periodontal diseases: A review of literature. Journal of Family & Community Medicine, 27(1), 1–6. https://doi.org/10.4103/jfcm.JFCM_218_19.
  12. Papapanou, P. N., Sanz, M., Buduneli, N., Dietrich, T., Feres, M., Fine, D. H., ... & Tonetti, M. S. (2019). Periodontitis: Consensus report of workgroup 2 of the 2017 World Workshop on the Classification of Periodontal and Peri‐Implant Diseases and Conditions. Journal of Periodontology, 90(S1), S162-S170. https://doi.org/10.1002/JPER.17-0721.
  13. Patel, R., & Shah, S. (2021). Simplified splinting in general dental practice: Clinical outcomes and patient perspectives. British Dental Journal, 231(6), 357–361. https://doi.org/10.1038/s41415-021-3279-1.
  14. Ramenzoni, L. L., Riemann, M., & Attin, T. (2020). Antimicrobial effect of chlorhexidine and octenidine mouthrinses on oral biofilm: An in situ study. Clinical Oral Investigations, 24, 2199–2208. https://doi.org/10.1007/s00784-019-03046-w.
  15. Sanz, M., Herrera, D., Kebschull, M., Chapple, I. L. C., Jepsen, S., Berglundh, T., ... & Papapanou, P. N. (2020). Treatment of stage I–III periodontitis—The EFP S3 level clinical practice guideline. Journal of Clinical Periodontology, 47(S22), 4–60. https://doi.org/10.1111/jcpe.13290.
  16. Sari, M. K., Hapsari, R. S., & Pratiwi, D. (2023). Workshop penanganan kegawatdaruratan gigi goyang di RS Muhammadiyah Malang sebagai pengabdian masyarakat bidang kedokteran gigi. Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat, 5(2), 123–130.
  17. Sharma, R., & Paliwal, A. (2020). Comparative evaluation of three different periodontal splinting techniques in periodontitis patients: A clinical and patient-centered outcome study. Journal of Indian Society of Periodontology, 24(3), 250–256. https://doi.org/10.4103/jisp.jisp_455_19.
  18. Tanaka, H., & Sato, K. (2024). Innovative approaches to periodontal splinting and stabilization: A clinical guide. Periodontology Today, 31(2), 112–120.
  19. Tonetti, M. S., Greenwell, H., & Kornman, K. S. (2020). Staging and grading of periodontitis: Framework and proposal of a new classification and case definition. Journal of Periodontology, 89(S1), S159–S172. https://doi.org/10.1002/JPER.18-0006.
  20. Wang, Y., Wu, Y., Liu, Y., & Zhang, X. (2023). Adjunctive use of chlorhexidine gel in periodontal therapy: A systematic review and meta-analysis. BMC Oral Health, 23, 74. https://doi.org/10.1186/s12903-023-02788-w.
  21. Widodo, T., & Prameswari, D. (2025). Clinical skill enhancement through hands-on workshop: A pilot study on splinting procedures for dental practitioners. Journal of Indonesian Dental Research, 15(1), 45–52.