Abstract

This study aims to determine the effect of Guided discovery learning models on the science process skills of students in SMP Negeri 3 Bangil class VII on the material of environmental pollution. This type of research is quasi experimental, with non equivalent design pre-test and post-test control group. The sampling technique used purposive sampling obtained 2 classes, namely class VII G as a control class and class VII H as an experimental class. The instrument of this research is a test of science process skills in environmental pollutants with data collection techniques using the test method, namely pre-test and post-test. Data analysis techniques were carried out using the t-test. The results showed that the Guided discovery learning model had a significant effect on the science process skills of students in SMP Negeri 3 Bangil class VII on the material of environmental pollution.

PENDAHULUAN

Mata pelajaran IPA merupakan pelajaran yang tidak hanya mengutamakan kemampuan mengingat dan memahami konsep yang ditemukan oleh para ilmuan melainkan adanya pembiasaan perilaku penerapan prosedur metode ilmiah [1]. Dalam kegiatan pembelajarannya siswa juga dituntut untuk berperan aktif supaya siswa dapat menemukan pengetahuannya secara mandiri. Sesuai dengan kurikulum 2013 yang bertujuan menjadikan siswa lebih aktif dan terampil dalam kegiatan pembelajaran. Pendekatan saintifik yang digunakan dalam kurikulum 2013 menuntut siswa untuk mengembangkan seperangkat keterampilan yang digunakan para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan secara ilmiah. Pengalaman belajar dalam pendekatan saintifik ada 5, yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan, sehingga siswa setidaknya harus memiliki sikap ilmiah serta mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari terutama pada mata pelajaran IPA di SMP [2].

Menurut Wahab, IPA merupakan pengetahuan berupa fakta, konsep, atau prinsip selain itu adanya proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui metode ilmiah [3]. Melalui prosedur metode ilmiah siswa dapat menemukan konsep dan pengetahuan dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan sehingga kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Metode ilmiah merupakan serangkaian keterampilan

proses kerja ilmiah yang disebut keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains merupakan keterampilan mendasar yang biasa digunakan oleh para ilmuan untuk memperoleh suatu ilmu pengetahuan. Melatihkan keterampilan proses sains kepada siswa dalam kegiatan pembelajaran sangat ditekankan supaya tujuan pembelajaran dapat tercapai maksimal. Hal tersebut dikarenakan dalam proses pembelajaran IPA yang menekankan pada pengalaman belajar secara mandiri [1].

Materi pencemaran lingkungan merupakan materi dalam pelajaran IPA yang erat kaitannya dengan peristiwa pencemaran dalam kehidupan sehari-hari. Pencemaran lingkungan dapat merusak alam dan membahayakan bagi kesehatan manusia. Banyak sekali kegiatan yang menimbulkan lingkungan tercemar oleh berbagai limbah. Dengan mempelajari materi pencemaran lingkungan diharapkan siswa dapat melakukan kegiatan percobaan dengan keterampilan proses sains sesuai prosedur metode ilmiah untuk mengetahui penyebab dan cara penanggulangan pencemaran lingkungan. Melalui kegiatan percobaan siswa tidak hanya menerima materi dan menghafalkan suatu konsep melainkan siswa juga dapat melakukan proses penyelidikan secara ilmiah atau memecahkan permasalahan secara mandiri [4].

Dalam kenyataannya saat ini keterampilan proses sains siswa masih rendah padahal seharusnya keterampilan proses sains harus dimiliki oleh siswa. Salah satu faktor rendahnya keterampilan proses sains siswa dikarenakan kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru sehingga siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu penggunaan metode ceramah dalam kegiatan pembelajaran juga mengakibatkan siswa kurang mengeksplorasi kemampuan berfikirnya dan keterampilan proses sains dalam kegiatan pembelajaran. Maka perlu adanya perbaikan dalam metode pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Berdasarkan hasil penelitian di SMP Negeri 3 Bangil menunjukkan bahwa kemampuan mengamati 44%, mengklasifikasikan 46%, mengukur 51,75%, berkomunikasi 12,50%, menginterpretasi data 21,15%, memprediksi 6,66%, kemampuan menggunakan alat dan bahan 45%, menyimpulkan 13%, dan melakukan percobaan 11,50%. Dari hasil tersebut menunjukkan prosentase yang masih rendah karena KKM (Kriteria Kelulusan Minimal) di SMP Negeri 3 Bangil 70 sehingga perlu adanya usaha untuk memperbaikinya agar prosentase keterampilan proses sains siswa di atas KKM.

Dari uraian di atas maka dalam pembelajaran IPA diperlukan suatu solusi yaitu, dengan penerapan model pembelajaran yang terintegrasi keterampilan proses sains agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksismal. Model pembelajaran yang sesuai dalam mengajarkan atau melatih keterampilan proses sains yaitu dengan model Guided discovery learning. Model guided discovery learning atau penemuan terbimbing merupakan suatu rangkaian pembelajaran yang tersusun secara sistematis supaya siswa dapat memperoleh pengetahuan dan konsep dengan menemukan sendiri melalui kegiatan percobaan atau penyelidikan secara ilmiah [5]. Adanya kesinambungan hubungan antara model pembelajaran Guided discovery learning yang terdapat sikap dan proses ilmiah dalam sintaks kegiatan pembelajarannya, yaituproses mengamati, mengidentifikasi, mengolah data, mengumpulkan informasi, melakukan percobaan dan menyimpulkan serta mengkomunikasikan sesuai dengan indikator-indikator dalam keterampilan proses sains.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kimson Joseph juga menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa dapat terlatih dengan menggunakan model guided discovery dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari [6]. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Eva menunjukkan bahwa model guided discovery berpengaruh signifikan terhadap keterampilan proses sains siswa [7]. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Guided Discovery Learning terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa di SMP Negeri 3 Bangil Kelas VII pada Materi Pencemaran Lingkungan”.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini yaitu kuantitatif eksperimen atau kuasi eksperimental. Desain dalam penelitian ini adalah non equivalent pre-test and post-test control group. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 3 Bangil kelas VII pada materi pencemaran lingkungan di semester genap. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 36 siswa kelas eksperimen dan 36 siswa kelas kontrol dengan jumlah keseluruhan sampel sebanyak 72 siswa.

Teknik pengambilan sampel menggunakan sampling purposive, yaitu berdasarkan pertimbangan tertentu dan data hasil penelitian awal [8]. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu soal keterampilan proses sains materi pencemaran lingkungan sebanyak 20 butir soal uraian. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan tes pre-test dan post-test. Data hasil tes pre-test dan post-test dianalisis menggunakan uji normalitas data dengan rumus chi-kuadrat. Teknik analisis data dengan menggunakan uji-t.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa uji normalitas data berdistribusi normal dengan taraf signifikan 0,05 menggunakan rumus chi-kuadrat. Hasil uji homogenitas data juga bersifat homogen dengan taraf signifikan 0,05 menggunakan rumus uji-F. Hasil analisis data dengan menggunakan rumus uji-t menunjukkan bahwa hipotesis peneliti diterima, yaitu diperoleh nilai thitung

27,48 > ttabel 1,67 dengan derajat kebebasan (dk) = 1 + 2 − 2 dan taraf signifikan (α) 0,05. Nilai thitung lebih besar dari ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu guided discovery atau penemuan terbimbing sebanyak 4x pertemuan. Tahapan dalam model pembelajaran ini terdiri dari tahap stimulasi, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, dan menarik kesimpulan. Dalam penelitian ini menggunakan 9 aspek keterampilan proses sains. Berikut ini rekapitulasi data persentase tiap aspek keterampilan proses sains pre-test dan post-test kelas kontrol dan eksperimen: Table 1

No. Aspek Keterampilan Proses Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Sains
1. Mengamati 41,90% 42,60%
2. Menafsirkan 24,80% 25,90%
3. Mengelompokkan 34,50% 38,40%
4. Meramalkan 19,20% 25,20%
5. Mengajukan pertanyaan 21,10% 29,70%
6. Berhipotesis 21,40% 28,30%
7. Merencanakan percobaan 22,50% 26,40%
8. Menerapkan konsep 32,60% 41,30%
9. Mengkomunikasikan 19,70% 24,50%
Table 1. Data Persentase Aspek Keterampilan Proses Sains Nilai Pre-test Kelas Kontrol dan Eksperimen

Berdasarkan tabel 3.1 menunjukkan bahwa persentase keterampilan proses sains tiap aspek di kelas kontrol dan eksperimen perbedaannya tidak terlalu jauh. Kemampuan awal antara kelas kontrol dan eksperimen hampir sama. Dari hasil persentase aspek keterampilan proses sains paling tinggi di kelas kontrol dan eksperimen yaitu aspek mengamati. Rata-rata persentase kelas kontrol sebesar 26,41% dan rata-rata kelas eksperimen sebesar 31,36%. Table 2

No. Aspek Keterampilan Proses Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Sains
1. Mengamati 70,10% 82,40%
2. Menafsirkan 49,30% 56,50%
3. Mengelompokkan 67,60% 81%
4. Meramalkan 50,70% 54,90%
5. Mengajukan pertanyaan 56,40% 61,10%
6. Berhipotesis 55% 69,40%
7. Merencanakan percobaan 50% 63%
8. Menerapkan konsep 67,40% 78,50%
9. Mengkomunikasikan 45,60% 51,80%
Table 2. Data Persentase Aspek Keterampilan Proses Sains Nilai Post-test Kelas Kontrol dan Eksperimen

Berdasarkan tabel 3.2 menunjukkan bahwa persentase keterampilan proses sains tiap aspek di kelas kontrol dan eksperimen mengalami perbedaan yang signifikan. Rata-rata aspek keterampilan proses sains kelas kontrol sebesar 56,9% dan kelas eksperimen sebesar 66,5%. Aspek paling rendah yaitu keterampilan mengkomunikasikan dan aspek paling tinggi yaitu keterampilan mengamati.

Data persentase post-test tiap aspek keterampilan proses sains di kelas eksperimen diperoleh keterampilan terendah yaitu mengkomunikasikan karena dalam aspek berkomunikasi siswa diharapkan untuk dapat mengkomunikasikan data yang diperoleh selain berkomunikasi secara lisan yaitu

berkomunikasi secara tulisan. Mencatat data hasil pengamatan dalam bentuk grafik, tabel, maupun diagram, dan mengartikan data dalam tabel atau diagram dengan penjelasan yang sesuai dengan isi tersebut merupakan bentuk mengkomunikasikan secara tulisan. Keterampilan berkomunikasi yang baik dapat membantu siswa menyampaikan ide-ide sains dalam berbagai bentuk komunikasi yang mudah dipahami oleh orang lain. Rendahnya aspek mengkomunikasikan dalam penelitian ini dikarenakan kurang terbiasanya siswa dengan keterampilan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran IPA sebelumnya sehingga siswa masih belum optimal dalam menyelesaikan soal dengan aspek keterampilan tersebut pada materi pencemaran lingkungan. Faktor lain seperti kurang terbiasanya siswa menafsirkan data untuk disajikan dalam bentuk grafik, diagram, atau tabel sehingga siswa juga akan kesulitan dalam mengkomunikasikan data dalam bentuk tulisan.

Keterampilan terendah selanjutnya yaitu meramalkan dan menafsirkan, dalam keterampilan ini siswa menginterpretasi data dan memprediksi kemungkinan yang terjadi dari hasil pengamatan. Dalam hal ini siswa dituntut untuk menginterpretasi data dan menghubungkan hasil pengamatan sehingga siswa dapat menyimpulkan data pengamatan tersebut, tetapi siswa masih mengalami kesulitan dalam menginterpretasi data karena belum terbiasanya siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran dengan penemuan terbimbing. Ditinjau dari aspek meramalkan yang tergolong masih rendah juga dikarenakan siswa masih kesulitan dalam memprediksi atau memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi dengan menghubungkan fakta hasil pengamatan berdasarkan konsep pada materi pencemaran lingkungan. Keterampilan menafsirkan data yang rendah akan mempengaruhi keterampilan meramalkan.

Aspek mengamati merupakan keterampilan dengan persentase tertinggi, sebab model guided discovery learning dapat mengajak siswa untuk menggunakan inderanya agar siswa memiliki rasakeingintahuan [9]. Mengelompokkan juga termasuk keterampilan dengan persentase tertinggi dikarenakan anak usia SMP sudah mampu berfikir abstrak sehingga mereka dapat mengelompokkan dengan benar sesuai dasar pengelompokkan dari hasil pengamatannya. Selain itu juga, sintaks dalam model guided iscovery Learning menjadikan kegiatan belajar siswa lebih bermakna karena siswa aktif secara langsung dapat melakukan kegiatan kinerja ilmiah dalam menemukan suatu konsep serta keterampilan proses sains dapat terlatih [8].

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa model guided discovery berpengaruh signifikan terhadap keterampilan proses sains siswa di SMP Negeri 3 Bangil kelas VII pada materi pencemaran lingkungan. Hasil penelitian ini relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lelly yang menunjukkan bahwa penerapan model penemuan terbimbing pada materi pencemaran lingkungan dapat melatihkan keterampilan proses sains siswa [10]. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa model guided discovery dapat melatihkan keterampilan proses sains siswa SMP pada mata pelajaran IPA. Disamping itu, dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang hanya mengamati beberapa aspek keterampilan proses sains sedangkan dalam penelitian ini menggunakan 9 aspek keterampilan proses sains.

KESIMPULAN

Berdasarkan data dan uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa model Guided discovery learning berpengaruh signifikan terhadap keterampilan proses sains siswa kelas VII di SMP Negeri 3 Bangil pada materi pencemaran lingkungan. Aspek mengamati merupakan aspek keterampilan proses sains yang tinggi, sedangkan aspek mengkomunikasikan merupakan aspek terendah. Saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya mempertimbangkan terlebih dahulu sarana dan prasarana yang ada di sekolah terutama laboratorium IPA ketika menggunakan model guided discovery dalam pembelajaran supaya lebih maksimal dalam melatihkan keterampilan proses sains siswa melalui pengamatan atau percobaan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada kepala sekolah SMP Negeri 3 Bangil dan guru mata pelajaran IPA kelas VII di SMP Negeri 3 Bangil yang telah membantu peneliti dalam melakukan proses penelitian. Selain itu peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terkait dalam kelancaran dan penyelesaian penelitian.

References

  1. V. puspita Dewi, A. Doyan, and H. Soeprianto, “Pengaruh Model Penemuan Terbimbing terhadap Keterampilan Proses Sains Ditinjau dari Sikap Ilmiah pada Pembelajaran IPA,” J. Peneliti. Pendidik. IPA, vol. 3, no. 1, pp. 60–67, 2017.
  2. A. Majid, “Pembelajaran Tematik Terpadu”. 2014.
  3. A. Wahab Jufri, Belajar dan Pembelajaran Sains (Modal Dasar Menjadi Guru Profesional). 2017.
  4. R. Y. Ratnasari and K. P. Sains, “Penerapan Model Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA Materi Zat Aditif Untuk Melatih Keterampilan Proses Sains Siswa,” pensa, vol. 05, no. 3, pp. 325–329, 2017.
  5. L. Maulida, H. A. Melati, and L. Hadi, “Pengaruh Discovery Learning terhadap Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa Kelas XI IPA,” jpdpb, vol. 5, no. 9, pp. 1–11, 2016.
  6. Idiege, K. Joseph, *Nja, C. O2, Ugwu, and A. N3, “Development of Science Process Skills among Nigerian Secondary School Science Students and Pupils : An Opinion,” Int. J. Chem. Educ. J. Chem. Educ., vol. 1, no. 2, pp. 13–21, 2017.
  7. E. Susanti, M. Jamhari, and S. M. Suleman, “Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning terhadap Keterampilan Sains dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII tentang IPA SMP Advent
  8. Palu,” Sains dan Teknol. Tadulako, vol. 5, no. 3, pp. 36-41, 2016.
  9. Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). 2015.
  10. N. herdini Rahayu and S. Admoko, “Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery Untuk Melatihkan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Materi Fluida Statis di Kelas X SMA Negeri 1 Waru Sidoarjo,” jipf, vol. 05, no. 03, pp. 115–119, 2016.
  11. L. Z. Arlita, S. H. Syarief, and A. Qosyim, “Implementasi Pembelajaran Penemuan Terbimbing Pada Materi Pencemaran Lingkungan Untuk Melatihkan Keterampilan Proses Sains Siswa di SMP Negeri 3 Waru,” pensa, vol. 2, no. 3, pp. 1–9, 2014.