Abstract

 Islamic religious education is one of the most important subject matter that must be obtained by every student in school, but in fact the implementation of Islamic religious education in Indonesia still gets a lot of criticism from various parties, these criticisms regarding the curriculum, learning methods and also to teachers Islamic religious education itself, on the other hand there is one non-formal institution called madrasa diniyah that specifically provides Islamic religious education to the community, this institution can also be integrated with various formal institutions under the umbrella of the education service. if the existence of madrasa diniyah can be utilized to the maximum, it is not impossible that various problems in Islamic religious education can be overcome. The purpose of this research is to examine the pilot school that integrates madrasa diniyah into basic educational institutions as an effort to strengthen the Islamic religious curriculum, namely SD Khazanah Ilmu. This research includes qualitative research, data collection is done by collecting documents, conducting interviews, and also observing at the research site, while the data analysis technique is done by data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results of this study state that the form of implementing madrasah diniyah as a curriculum for Islamic religious education curriculum in the elementary school of science is through several efforts, namely the formulation of the main objectives, the formulation of teaching materials, the system of teaching recruitment based on religious competence, the development of learning methods and techniques, and finally is to carry out routine evaluation programs both daily, weekly, monthly to yearly. All of these efforts are based on one main goal, namely the strengthening of Islamic religious education curriculum in SD Khazanah Ilmu.

PENDAHULUAN

Pembentukan akhlak atau karakter merupakan sebuah tujuan utama dari pada proses pendidikan, Hal ini sesuai dengan rumusan dan tujuan pendidikan nasional yaitu “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dan pada bab ke II, pasal 3 yang berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-undang sistem pendidikan nasional tersebut, secara garis besar pendidikan merupakan upaya membentuk suatu lingkungan untuk siswa yang dapat merangsang pertumbuhan kemampuan dasar yang dimilikinya serta akan membawa perubahan yang dikehendaki dalam kebiasaan dan karakternya. Dari tujuan pendidikan nasional tersebut kata kuncinya adalah bagaimana pendidikan dapat membentuk karakter para siswa. Soekarno, presiden pertama indonesia menyatakan: Bangsa ini harus mendahulukan pembangunan karakter (character building) karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya, serta bermartabat. jika character building ini tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia hanya akan menjadi bangsa kuli.(M. Samani, 2012)

Tujuan pembentukan akhlak mulia dalam pendidikan merupakan konsep yang telah ada sejak awal datangnya agama islam, bahkan tugas kenabian Muhammad Sallalaahu alaihi wasallam adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia, sebagaimana sabdanya : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”.(Al-Jazairi, 2009) Sedangkan sumber ajaran dan pendidikan islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber utama, serta pendapat kalangan sahabat nabi, serta keputusan para ulama’ atau ilmuwan Muslim sebagai tambahan dan penyempurna.(Arifin, 2014)

Akan tetapi di zaman sekarang ini, nilai-nilai moral anak bangsa sudah mulai tergerus, akibat berbagai faktor yang ada, baik faktor intern ataupun ekstern, pada masa globalisasi ini manusia Indonesia cenderung berperilaku keras, cepat, akseleratif dalam menyelesaikan sesuatu, dan budaya instan. Manusia dipaksa hidup seperti robot, selalu berada pada persaingan tinggi (konflik) dengan sesama, hidup bagaikan roda yang berputar cepat, yang membuat manusia mengalami disorientasi, meninggalkan norma-norma universal, menggunakan konsep Machiavelli (menghalalkan segala cara), mementingkan diri sendiri, dan tidak memiliki moral yang baik, tidak menghargai, mengasihi dan mencintai sesama.(Nashir, 2007)

Menurut Hasil penelitian yang pernah di lakukan oleh dua buah lembaga penelitian yaitu, Political And Economic Risk Consultancy dan United Nations Development Program, dua lembaga tersebut melakukan penelitian tentang permasalahan-permasalahan moral yang terjadi di negara-negara Asia, dan salah satu negara yang di jadikan objek penelitian adalah Indonesia, dari hasil penelitian tersebut di dapatkan sebuah fakta bahwa salah satu faktor yang menyebabkan Indonesia mengalami degradasi moral dan kehilangan potensinya sebagai bangsa yang beradab adalah lemahnya sistem pendidikan di Indonesia, bahkan sistem pendidikan Indonesia menempati urutan yang terbawah paling buruk dari 12 negara sampel yang di teliti.(Slamet, 2017)

Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan di atas tentunya adalah dengan memperkuat lagi peran pendidikan agama islam dalam memberikan pendidikan moral di samping pengetahuan tentang agama itu sendiri, generasi muda Indonesia terutama yang masih berada di bangku sekolah perlu mendapatkan waktu yang lebih banyak untuk mengkaji dan belajar mempraktikkan nilai-nilai yang luhur yang terkandung di dalam ajaran agama islam, akan tetapi sebagimana kita ketahui bersama bahwa kurikulum yang di berlakukan di Indonesia hanya memberikan porsi yang sangat minim pada jam pendidikan agama islam, terutama bagi mereka yang belajar di sekolah umum non madrasah dan pondok pesantren, kurangnya jam pendidikan agama islam ini menyebabkan kurangnya pengetahuan peserta didik tentang hakikat ajaran agamanya, selain itu kurangnya jam pendidikan agama islam ini juga menjadikan mereka kurang memiliki waktu untuk berinteraksi dan berdiskusi mengenai nilai-nilai sempurna yang terkandung dalam ajaran agama islam, hal inilah yang disinyalir menjadi penyebab permasalahan moral yang terus memburuk terjadi di Indonesia, mulai dari kasus tawuran, sex bebas, narkoba, pencurian dan lain sebagainya, pernuatan-perbuatan buruk tersebut pangkal permasalahannya adalah kurangnya bekal pendidikan agama islam bagi anak-anak bangsa ini.(Slamet, 2017)

Selain berharap pada evaluasi dan pengembangan kurikulum pendidikan di Indonesia agar lebih memperhatikan lagi soal pendidikan agama islam di sekolah, sebenarnya ada jalan lain yang dapat di tempuh dan bahkan telah banyak dipraktikkan oleh beberapa sekolah yang ada di Indonesia, yaitu penyelenggaraan madrasah diniyah yang di padukan dengan kurikulum yang ada di sekolah, hal ini memang sangatlah realistis, karena sejalan dengan latar belakang historis dari madrasah diniyah itu sendiri, lahirnya madrasah diniyah di Indonesia sesungguhnya di karenakan kegelisahan masyarakat akan kurangnya pendidikan agama yang di dapatkan anak-anak mereka pada waktu itu, yaitu di sekitar abad ke-20an, anak-anak yang belajar di sekolah umum, sekolah yang didirikan oleh Belanda cenderung hanya fokus belajar ilmu-ilmu umum saja dan kurang mendapatkan porsi belajar pendidikan agama islam, sehingga timbullan keinginan dari masyarakat yang mayoritas muslim untuk menyeimbangkan antara pendidikan umum dan pendidikan agama bagi anak-anak mereka, sehingga muncullah gagasan untuk menyelenggaraan lembaga pendidikan non formal yang sekarang diberi nama madrasah diniyah, yaitu sebuah lembaga pendidikan islam dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk masyarakat.(Nizah, 2016)

Di madrasah diniyah terdapat beberapa mata pelajaran yang di ajarkan, yaitu Alqur’an hadits, Fiqih, Bahasa Arab, Aqidah Akhlak, dan Sejarah Islam, tanpa ada tambahan materi pelajaran umum di luar materi-materi tersebut, hal ini jelas berbeda dengan sistem madrasah yang dalam kurikulumnya masih memberikan porsi yang lebih banyak pada mata pelajaran umum yang mencapai 70% sedangkan mata pelajaran agama yang hanya mencapai 30% saja, pembagian ini memang bertujuan untuk menyetarakan madrasah dengan sekolah sesuai undang-undang nomor 2 tahun 1989 yang menyatakan bahwa madrasah berhak mengikuti ujian nasional dan lulusan madrasah juga berhak melanjutkan ke perguruan tinggi non agama.(Tan, 2014) maka hadirnya madrasah benar-benar menjadi pengisi kekosongan yang tidak dapat di penuhi oleh sekolah dan madrasah yang selama ini ada di Indonesia, hal ini Juga di dukung dengan terbitnya UU.No. 20 Tahun 2003 tantang sistem pendidikan nasional yang kemudian di tindak lanjuti dengan keluarnya peraturan pemerintah No.55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan, dalam undang-undang dan Peraturan pemerintah di atas di sebutkan bahwa madrasah diniyah merupakan bagian yang terpadu dari sistem pendidikan nasional dengan tujuan utama sebagai pemberi pelayanan khusus bagi masyarakat dalam hal pendidikan Agama yang di rasa masih sangat kurang.(Junanto, 2016)

Pengintegrasian madrasah diniyah ke dalam lembaga pendidikan formal non Agam juga dapat menjadi solusi permasalahan dikotomi pendidikan yang sejak lama terjadi di Indonesia, sebagaimana kita ketahui setidaknya ada tiga tipe lembaga pendidikan di Indonesia yaitu pesantren, sekolah, dan madrasah, pesantren adalah lembaga pendidikan yang khusus memprioritaskan untuk mempelajari ilmu-ilmu agama, meskipun saat ini sudah mulai bermunculan pesantren moderen dimana di samping mengajarkan agama juga mulai di ajarkan pelajaran-pelajaran umum di dalamnya, namun identitas pesantren sebagai pencetak lulusan dari kelompok muslim tradisional masih sangat melekat hingga hari ini, tipe lembaga pendidikan yang kedua adalah sekolah, jenis lembaga pendidikan ini pertama kali di gagas oleh pemerintah hindia Belanda, sekolah hanya mengajarkan ilmu-ilmu umum saja tanpa memasukkan pelajaran agama di dalamnya, lembaga pendidikan jenis ini akan melahirkan kelompok muslim yang moderen yang minim pengetahuan agamnya, sedangkan tipe lembaga pendidikan yang ketiga adalah madrasah, di mana jenis lembaga pendidikan ini mencoba menggabungkan antara sistem pendidikan ala pesantren dan sistem pendidikan ala sekolahan, namun jelas dalam implementasinya masih mendapatkan banyak kendala sebagaimana penulis sebutkan dalam paragraf di atas.(Istikomah, Fahyuni, & Fauji, 2018)

Melihat paparan di atas sangat menarik untuk meneliti lebih jauh tentang sebuah contoh implementasi madrasah diniyah di sebuah lembaga pendidikan dasar yang memadukan kurikulum pemerintah dan kurikulum madrasah diniyah dalam satu kerangka kurikulum, dan menarik pula untuk di teliti seberapa berpengaruhnya penyelenggaraan madrasah diniyah tersebut dalam upaya penguatan kurikulum pendidikan agama islam yang ada di sekolah tersebut, adapun sekolah yang menjadi tempat penggalian data dalam penelitian ini adalah SD Khazanah Ilmu Sidoarjo, sebuah sekolah yang juga menyelenggarakan madrasah diniyah yang telah diintegrasikan baik secara manajemen maupun secara bangunan kurikulumnya, tujuan utama penyelenggaraan madrasah diniyah di SD Khazanah ilmu adalah sebagai penambal kekurangan jam pelajaran pendidikan agama islam dan sebagai penguat kurikulum mata pelajaran pendidikan agama islam.

METODE

Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (Field Research) dimana data penilitian dihasilan dari sebuah pencarian di sebuah tempat/Locus yang telah di tentukan, dalam penelitian ini di pilih lokasi penelitian yaitu di SD Khazanah Ilmu Sidoarjo, dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, menurut McMillan penelitian kualitatif memiliki beberapa model yaitu etnografi, fenomenologi, studi kasus, grounded theory, studi kritis, analisis konsep dan analisis sejarah.(Kisbiyanto, 2014), dari beberapa model pendekatan penelitian kualitatif di atas, saya memilih model studi kasus untuk penelitian ini, penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif (descriptive Research) yaitu suatu jenis penelitian yang mencoba menunjukkan satu gambaran atau sebuah uraian terhadap satu keadaan dengan sejelas-jelasnya tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti. Sedangkan untuk subjek penelitian sebagai sumber informasi, peneliti membaginya menjadi dua ketegori, yaitu : sumber utama berasal dari kepala yayasan, kepala sekolah, kepala madrasah diniyah dan ustadz-usdazah di SD Khazanah Ilmu. Dan sumber pendukung berasal dari kementrian urusan agama, staf administrasi madrasah diniyah, para siswa dan para karyawan. Yang terakhir untuk instrumen penelitian sebagai alat penggalian data dalam penelitian ini menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi, maka dalam pencarian data selain melakukan wawancara kepada guru dan kepala sekolah kami juga melakukan observasi kepada peserta didik di SD Khazanah Ilmu Sidoarjo, serta membaca dokumen-dokumen di SD Khazanah Ilmu Sidoarjo yang kami perlukan dalam menyempurnakan penelitian ini, data yang telah di dapat kemudian akan di analis menggunakan teori analisa Miles and Huberman yaitu data reduction atau reduksi data , data displayatau penyajian data, dan concuslion drawing/verificationatau penarikan kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sejarah Singkat Madrasah Diniyah di Indonesia

Cikal bakal lahirnya madrasah diniyah di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari proses pendidikan Agama islam masa lampau di Indonesia yang di adakan di masjid dan langgar, fungsi masjid dan langgar di masa itu sangat jelas, di samping sebagai tempat ibadah masjid juga di gunakan untuk tempat memperdalam ilmu-ilmu agama, meskipun pelaksanaan pembelajarannya sangatlah sederhana, tanpa ada kelas, meja, kursi dan papan tulis, semua santri hanya duduk bersila di lantai masjid, seiring berjalannya waktu, sekitar tahun 1909 muncul madrasah pertama kali yang menggunakan sistem klasikal atau menggunakan ruang kelas untuk pembelajarannya, madrasah ini pertama kali didirikan di padang (Minangkabau) oleh syaikh Abdullah Ahmad yang di beri nama sekolah adabiyah, di tahun-tahun selanjutnya sekolah adabiyah, sempat berganti-ganti nama menjadi, H.I.S.Adabiyah, Sekolah Rakyat, S.M.P.hingga pada akhirnya mantab merubah namanya menjadi madras School (sekolah agama), sekolah agama ini sempat berjalan beberapa lama dengan fokus mengkaji kitab-kitab para ulama, namun pada tahun 1913 sekolah agama ini terpaksa di tutup karena ketiadaan tempat, barulah pada tahun 1918 mahmud Yunus berhasil mendirikan kembali sekah serupa yang dia beri nama Al-jami’ah Islamiyahyang masih tetap ada hingga sekarang dengan nama Bidayatul Islamiyah, dari sekolah agama yang pertama kali didirikan di Minangkabau tersebut, pada akhirnya pada tahun 1915 seorang tokoh yang bernama Zainuddin Labai Alyunusi berhasil menggagas pusat pendidikan agama islam yang dia beri nama madrasah diniyah, dari sinilah akhirnya madrasah diniyah menyebar ke berbagai daerah di Minangkabau dengan perkembanagn yang sangat pesat, bahkan hingga muncul madrasah diniyah khusus adi perempuan yang dipelopori oleh Rangkayo Rahman Al-yunusiyah dan pada tahun 1922 terbentuklah perkumpulan murid-murid madrasah diniyah Yang di beri nama P.M.D.S (perkumpulan murid-murid diniyah school)(Nizah, 2016)

Selain penjelasan di atas, terdapat sumber lain yang menyatakan bahwasannya akar munculnya madrasah diniyah di Indonesia bukanlah warisan asli lembaga pendidikan di Indonesia, memang benar awal dari kemunculan madrasah diniyah ini adalah dari kegiatan belajar membaca al-Qur'an yang diadakan di masjid, langgar, dan rumah ibadah cendekiawan, namun warisan ini bukanlah murni dari orang Indonesia, akan tetapi ini adalah warisan dari dunia islam khususnya dari timur tengah yang tang berkembang sekitar abad 10-11 M, asal mula pertumbuhan madrasah diniyah ini karena di pelopori oleh tiga bentuk lembaga pendidikan islam yaitu panggung masjid, masjid-khan, dan lembaga madrasah, pendapat ini juga diperkuat dengan kondisi pendidikan islam di timur tengah pada sekitar abad ke 20 yang memang telah menuju ke arah moderen yaitu dengan di ajarkannya ilmu agama bersama ilmu-ilmu umum sekaligus yang mereka beri nama madrasah sebagai tempat pengkajiannya, sedangkan di Indonesia sendiri di tahun sekitar abad tersebut belum mengenal istilah madrasah.(Badrudin, 2017)

Menurut Karel A. Steenbrink, seorang profesor dari Belanda yang ahli tentang sejarah islam di Indonesia, dia mengatakan bahwa pada awal abad ke 20, pendidikan islam di langsungkan dengan beberapa tingkatan, yang pertama, pengajian Al-qur’an, pada tingkat ini para santri hanya di fokuskan untuk belajar membaca Al-quran dengan baik dan benar sesuai kaidah bacaanya, selain itu para santri juga di tuntut untuk mulai menghafalakn surat-surat dalam Al-Qur’an terutama surat-surat yangbiasa di pergunakan untuk sholat lima waktu, tingkatan kedua, yaitu belajar memperbaiki tata cara beribadah dengan benar, seperti tata cara shokat, wudu, puasa dan lain sebagainya, pada tingkatan ini para santri juga di ajarkan do’a-do’a yang dapat mereka amalkan dalam kehidupan sehari-hari, pembelajarn pada tingkatan ini di lakukan di dalam masjid/surau dan juga kadang diadakan di salah satu rumah orang yang di anggap mempunyai kedudukan pada waktu itu. Sedangkan tingkatan ketiga adalah, mengkaji kitab-kitab ulama’, pada tahapan ini berbeda dengan tingkat sebelimnya, di tingkatan ini para santri belajar dengan di kumpulkan dalam satu tempat yang biasa di sebut dengan asrama, mata pelajaran yang di ajarkan juga mulaimeluas, mencakup ilmu bahasa Arab, fiqih, tauhid, ushuuluddin, nahwu, shorof, tasawuf, ilmu hisab, ilmu falak, dan lain sebagainya, di tingkatan ini pula santri tidak Hanya belajar secara individual, akan tetapi sudah mulai melaksanakan pembelajaran dengan berkelompok beram santri-santri yang lainnya.(Ismail, 2018)

Geliyat modernisasi pendiikan islam di indonesia memang sangat terlihat pada akhir abad ke 19 hingga awal abad ke 21, di mana pada rentang tahun tersebut banyak tokoh-tokoh agama di Indonesia yang mulai mengagas lembaga pendidikan islam, baik yang berbentuk pesantren ataupun madrasah, berdirinya lembaga-lembaga tersebut hampir merata terjadi di seluruh wilayah yang ada di Indonesia terutama di tanah Jawa dan Sumatra, modernisasi sistem pendidikan di Indonesia saat itu setidaknya karaena di pengaruhi oleh dua faktor utama, yang pertama, masyarakat muslim Indonesia saat itu sudah mulai meragukan sistem pendidikan islam yang tradisional untuk mampu bersaing di masa selanjutnya dan menghasilkan lulusan yang berkualitas, kedua, masyarakat muslim saat itu juga mulai resah dengan sekolah-sekolah milik Belanda yang semakin berkembang dan terus menggerus nilai keislaman dalam dunia pendidian dan lebih menonjolan ajaran sekularisme, dua hal itulah yang akhirnya menuntut untuk merumuskan bentuk baru lembaga pendidikan islam yang lebih moderen akan tetapi tetap kental akan nilai-nilai keislaman, dan salah satunya dengan di munculkannya sekolah islam abai yang sekarang di sebut dengan madrasah diniyah, namun istilah madrasah diniyah secara peten di perkenalkan baru pada sekitar tahun 1964 setelah keluar putusan menteri agama nomor 13 tetang kurikulum madrasah diniyah, setelah terbit putusan tersebut, maka madrasah diniyah berdiri sebagai lembaga pendidikan yang berada di tengah-tengah madrasah dan pesantren yang telah terlebih dahulu mendapatkan pengakuan dari pemerintah, namun madrasah diniyah tetap menyandang status lembaga non formal di pemerintahan, kemudian pada tahun 2014 barulah terbit kembali peraturan menteri agama nomor 13 yang semakin menguatkan status madrasah diniyah sebagai lembaga formal pemerintah, yang setara dengan madrasah dan pesantren, aturan tersebut lahir setelah di sahkannya undang-undang no.20 tahun 2003, tentang sisdiknas, dan dari situ lahir undang-undang no.55 tahun 2007 tetang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan.(Ismail, 2018)]

Dari penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa akar munculnya madrasah diniyah adalah dari kegiatan belajar-megajar yang di adakan di masjid dan rumah-rumah tokoh agama yang terpandang, setelah berjalannya waktu, sistem tradisional tersebut mulai di kembangkan dan di perbaiki seiring dengan kebutuhan modernisasi pendidikan islam di Indonesia, hingga akhirnya muncullah lembaga yang di namakan madrasah, pesantren dan madrasah diniyah, namun madrasah diniyah baru mendapat pengakuan dari pemerintah ketika di terbitkannya undang-undang nomor 13 tahun 2014 tentang pendidikan keagamaan islam, yang juga memutuskan kerangka kurikulum bagi madrasah diniyah serta menjadikannya sebagai bagian dari lembaga yang formal.

Dasar Hukum penyelenggaraan Madrasah Diniyah di Indonesia

Dalam perjalanan sejarahnya, keberadaan madrasah diniyah telah sejak awal memberikan kontribusi yang cukup besar kepada masyarakat, namun pengembangan madrasah diniyah untuk menjadi lembaga yang dapat setara dengan sekolah, pesantren dan madrasah atau bahkan menjadi penyempurna bagi lembaga-lembaga tersebut nyatanya mengalami banyak sekali hambatan, di antara hambatan-hambatah tersebut adalah : 1) sedikitnya minat santri yang belajar di madrasah diniyah, hal ini di karenakan jam penyelanggaraan madrasah diniyah yang hanya di sore dan malam hari menjadikan anak sulit bergabung untuk belajar di madrasah diniyah karena di samping telah maraknya full day school, juga dikarenakan orang tua yang lebih memilih memanfaatkan waktu luang sang anak untuk digunakan belajar materi-materi di sekolah baik secara mandiri ataupun bergabung dengan lembaga bimbingan belajar. 2) Kurangnya kemampuan santri dalam baca tulis huruf Arab, bahan ajar madrasah diniyah yang menggunakan kitab-kitab klasik berbahasa Arab memang menjadi tantangan dan kesulitan tersendiri bagi santri yang belajar di madrasah diniyah, hal ini menjadikan pemahaman santri terhadap materi juga menjadi kurang maksimal. 3) Metode pembelajaran yang kurang inovatif dan bervariasi juga menjadi salah satu sebab madrasah diniyah sulit untuk berkembang dan bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lainnya.(Nurzaman, 2018)

Selama era tahun 1989, pendidikan agama mendapat perhatian dari pemerintah. Beberapa sesi dilakukan oleh MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat ) MPR menyusun pedoman pada tahun 1973, 1978 dan 1983, yang selalu menekankan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib di sekolah umum di semua tingkatan, namun, kebijakan baru itu hanya mengakomodasi pengambilan pendidikan agama ditempatkan di sekolah dan madrasah dan bukan di madrasah diniyah, dengan kata lain, pendidikan agama di madrasah diniyah belum mendapat perhatian pemerintah dengan layak.(Badrudin, 2017) Dengan banyaknya hambatan yang di hadapi madrasah diniyah untuk terus eksis dan berkembang, membuat banyak pihak yang terlibat di dalam madrasah diniyah berusaha dengan sangat keras untuk mempertahankan madrasah diniyah agar tetap eksisi di tengah masyarakat, salah satu yang mereka perjuangkan adalah pengakuan dari pemerintah akan keberadaan madrasah diniyah ini, akhirnya berkat kegigihan ulama, guru, dan ikut berpartisipasinya masyarakat yang sadar akan urgensi madrasah diniyah bagai kehidupan mereka dan anak-anak mereka, berkat berbagai usaha, akhirnya pemerintahpun luluh dan menerbitkan undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang cakupan pendidikan nasional yang meliputi pendidikan formal dan informal dan madrasah diniyah masuk ke dalam kategori lembaga pendidikan informal, undang-undang di atas juga didukung dengan peraturan pemerintah No.73 tahun 1991 tentang komitmen pemerintah untuk terus menyediakan lembaga pendidikan agama bagi siswa yang kurang mendapatkan pendidikan agama di tempat belajar mereka, baik sekolah ataupun madrasah, salah satu lembaga yang di sediakan pemerintah adalah lembaga informal madrasah diniyah.(Nurzaman, 2018) Namun, sebagai respons terhadap kebijakan tersebut, ada dua kelompok yang berseberangan. Kelompok pendukung berpendapat bahwa keputusan tersebut jelas sebagai kebijakan aspirasi yang sesuai dengan keinginan publik untuk membangun kapasitas sumber daya manusia dengan karakteristik iman. Sebaliknya, kelompok lawan berpendapat bahwa kebijakan itu dapat mengganggu kalender sekolah yang diajukan.(Badrudin, 2017) masukan dan kritik memang senantiasa menghiasi keputusan pemerintah, termasuk pada hal ini peraturan pemerintah tentang pengakuan posisi madrasah diniyah, namun hal itu tidak banyak mempengaruhi pemerintah dalam membuat kebiajakan-kebijakan selanjutnya mengenai madrasah diniyah.

Perhatian pemerintah terhadap eksistensi madrasah diniyah dilanjutkan pengesahan undang-undang No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang mempertegas keberadaan madrasah diniyah, dam undang-undang tersebut di nyatakan bahwa madrasah diniyah di berikan kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang bersama lembaga pendidikan yang lainnya yang berada di bawah naungan pemerintah, di samping itu pemerintah juga memberikan perlakuan yang adil dan proporsional kepada seluruh lembaga pendidikan yang berada di bawah naungannya. undang-undang tersebut juga di dukung oleh beberapa peraturan menteri, yang terbit setelahnya,peraturan-peraturan tersebut adalah: (PP No. 55 tahun 2007 Bagian I Pasal 1, paragraf 2) yang berisi tentang pendidikan keagamaan bagi umat Islam yang terdiri dari pesantren dan madrasah diniyah diberikan dalam berbagai saluran dan tingkat pendidikan. Pemerintah memberikan peluang kepada lembaga pendidikan agama untuk menyediakan pendidikan secara formal, non-formal dan informal. (PP No. 55 tahun 2007, Bagian III Pasal 9, paragraf 2). Berbunyi : Ilmu yang diajarkan di madrasah diniyah berasal dari ajaran agama. (PP No. 55 tahun 2007) Bagian III dari Pasal 10, paragraf 1). Berbunyi : Pendidikan agama Islam dapat diberikan dalam bentuk madrasah diniyah dan pesantren sebagaimana adanya dinyatakan dalam (PP No. 55 Tahun 2007, Pasal 14, paragraf 1). Madrasah diniyah diatur secara formal, nonformal, dan informal (PP No. 55 Tahun 2007, Artikel, 14 paragraf 2). Madrasah diniyah menjadi lembaga pendidikan resmi yang berakar dari ajaran Islam mulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. (PP No. 55 tahun 2007, Bagian 15). Tingkat Madrasah Diniyah yang setara dengan MI / SD terdiri dari 6 (enam) tahun program studi dan diikuti oleh tingkat berikutnya yaitu pendidikan menengah, setara dengan MTs / SMP yang terdiri dari tiga (3) level. Tingkat pendidikan menengah Madrasah Diniyah, setara dengan MA / SMA yang terdiri dari (3) tiga level. Sebagai lembaga non-formal, Madrasah Diniyah dikelola dalam berbagai bentuk yaitu: ceramah agama, buku-buku klasik, pendidikan Al-Qur'an, Diniyah Takmiliyah dan bentuk serupa lainnya (PP No.55 tahun 2007, Pasal 21, ayat 1). Mengenai bentuk pendidikan, nonformal pendidikan dapat dijalankan dalam bentuk sekolah atau unit pendidikan (PP No. 55 tahun 2007, Pasal 21, paragraf 2). Madrasah Diniyah yang berkembang menjadi unit pendidikan harus mendapatkan izin dari Depag di kabupaten / kota setelah mereka memenuhi persyaratan persyaratan untuk mendirikan suatu satuan pendidikan (PP No. 55 tahun 2007, Pasal 21, paragraf 3). Madrasah Diniyah bertujuan menyediakan pendidikan Islam yang diperoleh di SD / MI, SMP / MTs, SMA / MA, SMK / MAK, atau pendidikan tinggi dalam rangka meningkatkan iman dan kesalehan peserta didik kepada Allah (PP No. 55 tahun 2007, Pasal 25, ayat 1). Mengenai hierarki kelembagaan atau tingkat pendidikan, Madrasah Diniyah dapat diimplementasikan di tingkat hierarkis atau non hirarki (PP No. 55 tahun 2007, Pasal 25, paragraf 2). Tempat dimana Madrasah Diniyah dilakukan dapat diimplementasikan di masjid, atau di tempat lain yang memenuhi syarat (PP No. 55 tahun 2007, Pasal 25, ayat 3). Madrasah Diniyah dalam bentuk Diniyah Takmiliyah terletak pada wewenang penyelenggara (PP No. 55 tahun 2007, Pasal 25, ayat 4). Dalam hal implementasi Diniyah Takmiliyah dapat dilakukan di Indonesia bersama dengan SD / MI, SMP / MTs, SMA / MA, SMK / MAK atau pendidikan tinggi.(Badrudin, 2017)

Dan peraturan pemerintah paling baru yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan madrasah diniyah adalah peraturan menteri agama republik Indonesia No. 13 Tahun 2014 tentang pendidikan keagamaan islam, di dalamnya di nyatakan bahwa madrasah diniyah merupakan bagian pendidikan non formal keagamaan, tepatnya pada bab III Pasal 45 ayat (1) yang berbunyi bahawasannya pendidikan diniyah nonformal di selenggarakan di masyarakat dalam bentuk lembaga madrasah diniyah takmiliyah.(Djahid, 2016) setelah mencermati perjalanan panjang madrasah diniyah dalam mendapatkan pengakuan dan dasar hukum dari pemerintah, akhirnya kita tahu bahwasannya madrasah diniyah memang sangat penting dan menjadi lembaga pendidikan yang di harapkan oleh masyarakat islam untuk memberikan keseimbangan porsi pendidikan bagai anak-anak mereka, pendidikan agama yang hingga saat ini tidak sanggup di penuhi secara maksimal oleh sekolah-sekolah formal akhirnya mendapatkan wadah sebuah lembaga sah yang di akui oleh negara untuk memberikan penyempurnaan dalam meberikan pendidikan agama islam kepada generasi muslim di tengah-tengah masyarakat.

Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar

Ketika berbicara mengenai kurikulum, maka dapat di katakan bahwa kurikulum merupakan bagian yang tidak akan pernah dapat terpisahkan dari pendidikan, ketika pendidikan di menyatakan untuk membina dan membimbing peserta didik pada segala potensi yang di milikinya yang meliputi potensi fisik, intelektual, moral dan spiritual, maka kurikulum dinyatakan sebagai sebuah rancangan sebuah program pendidikan yang memilki tujuan di dalamnya yaitu berupa isi, bahan, metode, serta evaluasi dari hasil belajar peserta didik. kurikulum dalam pendidikan memiliki peran yang sangat penting sebagai bangunan yang di bangun untuk mentranfer nilai-nilai budaya mulia masa lalu yang masih layak untuk di terapkan dimasa sekarang sebagai pengimbang perkembangan dunia modern yang kurang memiliki nilai-nilai yang mulia untuk di jadikan pijakan.(Mundiri & Hasanah, 2018) pada bahasan ini, kurikulum yang akan di kaji adalah kurikulum pendidikan agama islam yang selalu mendapat perhatian yang cukup intens baik oleh pengamat maupun bagi pelaku di dunia pendidikan itu sendiri.

Pendidikan agama Islam merupakan kebutuhan wajib yang harus ada di tengah-tengah masyarakat, terutama di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, pendidikan agama islam merupakan salah satu pelajaran wajib yang harus di ajarkan kepada setiap siswa di sekolah mulai tingkat SD, SLTP, SLTA, hingga di perguruan tinggi, ketentuan di atas berdasarkan undang-undang sistem pendidikan nasional No. 13 tahun 2003 pasal ke 13, yang di dalamnya tertulis bahwa setiap peserta didik berhak mendapatkan pelajaran pendidikan agama sesuai dengan agama yang di anutnya dan di ajarkan oleh pendidik yang seagama dengannya.(Subakti, 2012) pendidikan agama islam ini memiliki tujuan untuk membina manusia menjadi manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlakul karimah/berkarakter yang mulia. Di Indonesia berkenaan dengan pendidikan agama islam ini, berbeda dengan negara-negara yang lain, dimana ada departemen khusus yang memang bertugas mengurusi segala hal yang berkaitan dengan keagamaan di Indonesia departemen tersebut adalah departemen agama, selain itu Indonesia juga memiliki kementerian khusus yang bertugas mengurusi bidang keagamaan di Indonesia yaitu kementerian agama republik Indonesia.

Dari hadirnya lembaga khusus yang megurusi bidang keagamaan tersebut juga berdampak pada karakteristik pendidikan islam di Indonesia, di mana pendidikan islam di Indonesia memiliki dua kurikulum yang di naungi oleh dua departemen yang berbeda pula, yang pertama kurikulum pendidikan agama islam di bawah naungan departemen agama yang di dalamnya tercakup beberapa muatan mata pelajaran, mata pelajaran tersebut adalah Al-qur’an dan Hadits, Sejarah kebudayaan Islam, Fiqih, Aqidah Akhlak, dan bahasa Arab, kelima mata pelajaran tersebut di sajikan dalam kajian yang berbeda-beda, kurikulum dari departemen agama ini biasa di aplikasikan oleh sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan departemen agama, yaitu pondok pesantren, madrasah dan madrasah diniyah. Sedangkan bentuk kurikulum pendidikan agama Islam yang kedua adalah kurikulum pendidikan agama islam di bawah naungan dinas pendidikan Nasional, dalam kurikulum ini seluruh mata pelajaran agama islam yang terpisah-pisah di satukan dalam satu mata pelajaran yang biasa di ajarkan di sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan dinas pendidikan yaitu mata pelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam). Namun dalam aplikasinya ada beberapa sekolah yang mencoba memadukan kedua kurikulum tersebut dalam bangunan kurikulum khas sekolah, manfaat dari pelaksanaan kurikulum pendidikan agama islam bagi peserta didik di sebuah lembaga pendidikan dapat terlihat dari dampak beribadah dan dampak perubahan akhlak/karakter peserta didik.(Wibowo, 2010)

Sebelum membahas lebih khusus tentang struktur kurukulum pendidikan agama islam di sekolah dasar, perlu penulis jabarkan terlebih dahulu tentang gambaran struktur Kurikulum SD/MI secara global, di dalam peraturan kementerian pendidikan No. 57 tahun 2014 telahh di putuskan bahwa struktur kurikulum di tingkat SD/MI terdiri atas mata pelajaran umum kelompok A dan mata pelajaran umum kelompok B. Mata pelajaran umum kelompok A merupakan program kurikuler yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta didik sebagai dasar penguatan kemampuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Yang termasuk dalam golongan mata pelajaran kelompok A adalah : Pendidikan Agama dan budi pekerti, pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengetahuan sosial, sedangkan mata pelajaran umum kelompok B merupakan program kurikuler yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta didik terkait lingkungan dalam bidang sosial, budaya, dan seni. Dan beberapa mata pelajaran yang termasuk mata pelajaran kelompok B adalah : Seni budaya dan prakarya, pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan.(Indonesia, 2014)

Dalam keterangan yang telah di jelaskan di atas, posisi pendidikan agama islam masuk dalam kategori mata pelajaran kelompok A, dengan beberapa tujuan inti sebagaimana telah di jelaskan di atas, atas dasar tersebut, maka kementerian pendidikan menerapkan sebuah perubahan pada struktur kurikulum pendidikan agama islam, struktur kurikulum pendidikan agama Islam di Indonesia sendiri sejainya telah melalui beberapa perubahan, di antara perubahan yang paling mendasar adalah mengenai jumlah jam pelajaran pendidikan agama Islam dalam satu pekan, dalam kurikulum sebelumnya yaitu KTSP (kurikulum tingkat Satuan Pendidikan), pendidikan agama islam di SD (sekolah dasar) hanya di berikan waktu 2 jam pelajaran perpekan, akan tetapi setelah melewati beberapa kajian dan karena banyaknya kritik dari berbagai pihak mengenai sedikitnya jumlah jam pelajaran pendidikan agama Islam, akhirnya dalam kurikulum yang baru, yaitu kurikulum 2013, jumlah jam pelajaran pendidikan agama islam di SD (sekolah dasar) pada setiap jenjang kelasnya di tambah menjadi 4 jam pelajaran.(Pendidikan, 2019)

Dari bangunan kurikulum pendidikan agama Islam yang sejatinya sudah cukup kokoh sebagaimana penjabaran di atas, namun di dalam implementasinya ternyata banyak di nilai kurang maksimal, ketidakmaskimalan implementasi kurikulum pendidikan agama islam tersebut dapat di pengaruhi oleh banyak faktor, faktor-faktor tersebut setidaknya dapat di bagai menjadi dua garis besar, yaitu faktor eksternal yang meliputi : kurangnya kesadaran masyarakat termasuk orangtua wali murid akan pentingnya pendidikan agama islam, kondisi lingkungan di sekitar sekolah yang tidak mendukung dalam memberikan percontohan yang baik, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi moderen yang banyak mengikis karakter religius peserta didik dan memperlebar nilai tradisional dan nilai moderenitas. Faktor yang kedua adalah faktor internal yang meliputi : kurangnya kompetensi guru sebagai sumber belajar utama siswa, hubungan antara guru agama dan peserta didik yang sebatas formalitas dalam lingkup pengajaran di sekolah semata, dan tidak berlanjut diluar sekolah, pendekatan dan metodologi pembelajaran pendidikan agama islam yang masih berorientasi pada pengetahuan semata dan belum banyak menyentuh pada ranah aplikatif.(Rouf, 2015) permasalahan di atas jelas membutuhkan solusi yang tepat, agar pendidikan agama islam benar-benar memberikan dampak yang signifikan bagi pembangunan sumberdaya manusia yang berkualitas di Indonesia.

Sekilas Tentang SD Khazanah Ilmu

SD Khazanah Ilmu adalah sebuah lembaga pendidikan islam swasta yang berdiri pada tahun 2010, lembaga di dirikan oleh dua bersaudara yang sudah sangat berpengalaman dalam dunia pendidikan, yaitu Prof. Dr.Imam Bawani, MA. Bersama Adik perempuan beliau Dr.Istikomah, M.Ag., angkatan pertama SD Khazanah Ilmu hanya berjumlah 19 siswa, sedangkan jumlah keseluruhan siswa pada tahun ini telah mencapai 546 siswa. SD Khazanah Ilmu merupakan sekolah islam full day yang tidak berkiblat pada organisasi tertentu, pihak sekolah biasa menyampaikan bahwasanya sekolah kami bukanlah sekolah Muhammadiyah dan juga bukan sekolah NU tapi sekolah kami adalah MUHAMMADINU (Muhammadiyah dan NU), dari pernyataan di atas sudah dapat kita tangkap bahwasanya sekolah ini didirikan untuk memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat luas tanpa memandang latar belakang organisasi mereka.

Untuk kurikulum di SD Khazanah Ilmu, terdapat tiga kurikulum, yaitu kurikulum wajib pendidikan nasional, kurikulum kementrian Agama, dan kurikulum khas sekolah, di sekolah ini terdapat keunikan yang tidak akan di dapati pada lembaga pendidikan manapun di Sidoarjo, yaitu adanya program Madrasah Diniyyah yang terintegrasi dengan Sekolah Dasar Islam swasta non pesantren, Madrasah Diniyyah yang di maksud tetap berinduk kepada kurikulum madrasah diniyah yang telah di tetapkan oleh kementrian Agama, akan tetapi ada sedikit modifikasi pada pengemasan materi yang harusnya menggunakan kitab-kitab klasik berbahasa Arab, di sekolah ini materi-materi tersebut di rangkum dan di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan penambahan Item-item menarik baik berupa gambar maupun Item-item lain yang di kemas dalam sebuah buku paket yang akan di cetak dan dibagikan kepada setiap siswa pada setiap jenjang kelasnya, di sekolah ini seluruh siswa yang tercatat sebagai siswa SD maka akan secara otomatis tercatat pula sebagai siswa Madrasah Diniyyah dan kelak saat lulus mereka juga akan mendapatkan dua ijazah sekaligus, yaitu ijazah SD yang di sahkan oleh kepala dinas pendidikan Sidoarjo dan ijazah madrasah diniyah yang di sahkan Oleh kepala Seksi PD Pontren kementrian Agama Sidoarjo.

Beberapa program unggulan di SD Khazanah Ilmu yang di tujukan sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah ini adalah, 1) Progam pembiasaan Bahasa “Bahasa Inggris dan Bahasa Arab”, program pembiasaan ini di dukung dengan di susunnya buku saku berbahasa Inggris dan Arab yang akan di pelajari siswa setiap hari sebelum memulai pembelajaran dengan di dampingi wali kelas masing-masing, di samping itu sekolah juga selalu mendatangkan guru asing dari berbagai negara baik yang berbahasa Inggris maupun yang berbahasa Arab untuk memberikan pendalaman bahasa kepada guru dan siswa secara intensif selama 6 bulan pada setiap tahun ajarannnya. 2) Progam hafalan Alqur’an, Hadits dan Do’a-do’a, program ini juga di dukung dengan perekrutan guru-guru pembantu yang sangat mumpuni di bidang ini di sertai dengan penerbitan buku saku hafalan Alqur’an, Hadits dan Do’a-do’a yang setiap tahunnya akan di adakan penyempurnaan. 3) Program baca tulis Al-qur’an (BTQ), program ini telah tersusun secara sistematis yang dapat di laksanakan setiap hari dan di adakan evaluasi pada setiap semester dengan guru-guru pengajar Yang sudah teruji bacaan Alqur’annya. 4) Progam Pengembangan Diri (PD), program ini di tujukan untuk memetakan dan mengelompokkan siswa untuk mendalami dan meningkatkan minat bakat dari masing-masing siswa, program ini juga didukung dengan program pembinaan persiapan perlombaan dengan pembimbing khusus pada setiap bidangnya dan juga di siapkan reword bagi siswa dan guru yang berhasil menorehkan prestasi pada setiap ajang perlombaan dari tingkat desa hingga tingkat nasional dengan besaran nominal yang berbeda-beda. 5) Program Outbound dan Outdoor Learning, Progam ini dilaksanakan setiap tahun dengan mengunjungi tempat-tempat edukatif yang ada di alam terbuka sebagai sarana rekreasi dan juga edukasi bagi siswa. 6) Program pengembangan Profesi dan evaluasi kerja pendidik dan tenaga kependidikan, program ini di laksanakan setiap hari Sabtu mulai pukul 07.30 hingga 11.00, yang di dalamnya di isi dengan segala macam kegiatan yang di tujukan untuk peningkatan kemampuan guru dan tenaga kependidikan dan juga evaluasi kerja sepekan yang dilakukan oleh kepala sekolah. 7) Progam pembiasaan karakter, program ini di tujukan kepada guru dan murid dengan sebuah susunan program yang telah di susun dan di sepakati bersama untuk di laksanakan dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah juga kegiatan sehari-hari di rumah. 8) Progam kerja sama dengan orang tua, bentuk kerja sama di sini meliputi pengawasan kepada anak-anak dan juga pengawasan terhadap sekolah lewat halaman Web dan nomor khusus yang dapat di akses setiap wali murid dan nantinya akan ada petugas admin yang akan membaca dan memberikan tanggapan setelah adanya diskusi bersama di sekolah.

Implementasi Madrasah Diniyah di SD Khazanah Ilmu

Lembaga pendidikan merupakan sebuah lembaga yang mengemban tugas sentral dalam pembangunan nasional, maka dari itu tujuan lembaga pendidikan haruslah sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, yakni sesuai dengan undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kesesuaian dan keselarasan rumusan tujuan pendidikan suatu lembaga pendidikan dengan tujuan pendidikan nasional menjadi hal mutlak yang wajib adanya, meskipun jalan pencapaian tujuan tersebut tidak harus sama antar lembaga pendidikan yang ada, masing-masing lembaga pendidikan di beri keleluasaan untuk mengembangkan model pendidikan yang diinginkannya sesuai dengan kondisi yang ada pada lembaga pendidikan tersebut. Untuk menjawab tantangan di atas, maka sudah seharusnya bagi setiap lembaga pendidikan untuk senantiasa menjaga dan berusaha meningkatkan mutu pendidikan yang ada di lembaganya, pencapaian mutu ini haruslah memenuhi standar mutu pendidikan yang telah di tetapkan oleh badan standar nasional pendidikan (BSNP), 8 standart tersebut adalah : standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian dan standar pendidik dan tenaga kependidikan.

Menjaga dan meningkatkan budaya mutu pada sebuah lembaga pendidikan haruslah di lakukan secara terus menerus, perubahan dan pengembangan menjadi dua hal yang mutlak adanya, karena tantangan pendidikan selalu berkembang dan berubah-ubah pada setiap zamannya, maka dari itu setiap lembaga pendidikan di tuntut untuk terus melakukan upgrading terhadap program perencanaan mutu pendidikan dengan melihat kondisi yang ada saat ini dan mencoba mentela’ah kondisi yang akan di hadapi di masa yang akan datang. Salah satu upaya yang dilakukan SD Khazanah Ilmu untuk menjawab tantangan di atas adalah dengan mendesain sebuah lembaga pendidikan islam moderen dengan mengintegrasikan madrasah diniyah dan sekolah dasar formal dalam satu bangunan institusi. Penyelenggaraan madrasah diniyah yang reintegrasi di dalam lembaga pendidikan dasar ini bukanlah hanya untuk Citra semata, akan tetapi memang benar-benar di desain untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah di rumuskan sejak awal oleh para penggagas sekolah ini.

Penyelenggaraan Madrasah Diniyah di SD Khazanah Ilmu setidaknya memiliki tiga tujuan pokok sesuai dengan dasar pemikiran awal pendirian lembaga pendidikan tersebut, tiga tujuan pokok tersebut adalah : pertama, menambah porsi pembelajaran agama islam yang di rasa kurang pada kurikulum diknas, kedua, sebagai strategi pembinaan akhlak peserta didik, dengan bertambahnya interaksi peserta didik terhadap agama di yakini akan dapat memberikan dampak yang positif bagi perubahan akhlak mereka, ketiga, untuk mengembangkan kurikulum PAI (pendidikan agama Islam) yang ada di sekolah tersebut agar lebih sesuai dengan kebutuhan siswa dan kebutuhan sekolah. pengembangan ini di dasarkan pada kritik terhadap kurangnya jam pelajaran PAI (pendidikan agama Islam) yang berdampak pada tidak maksimalnya guru dalam menyampaikan materi-materi di kelas di tambah dengan perlunya jam tambahan untuk praktik-praktik ibadah serta ide akan usaha pengembangan metode pembelajaran di kelas yang jelas lebih fleksibel jika di terapkan di dalam kelas madrasah diniyah.

Penyelenggaran madrasah diniyah di SD khazanah Ilmu ini termasuk sebuah percontohan bagaimana bentuk integrasi antara sekolah dan madrasah, di mana perpaduan tersebut meliputi aspek manajemen, kurikulum, dan pembiayaan. Seluruh peserta didik SD khazanah Ilmu akan otomatis menjadi santri madrasah diniyah yang juga berhak mendapatkan nomor induk santri berbarengan dengan nomor induk siswa yang juga berhak mereka dapatkan, di samping itu di akhir tahun kelulusan nantunya seluruh peserta didik di SD khazanah Ilmu juga berhak mendapatkan dua ijazah sekaligus, yaitu ijazah SD yang di sahkan oleh kepala dinas pendidikan Sidoarjo dan ijazah MADIN yang di sahkan oleh kepala Seksi PD Pontren kementrian Agama Sidoarjo, mengenai ini juga telah penulis sampaikan dalam bahasan sebelumnya tentang profil SD khazanah Ilmu.

Madrasah diniyah di SD khazanah Ilmu di selenggarakan setiap hari senin hingga hari kamis mulai pukul 14.15-14.50 bagi kelas I-II, dan pukul 14.15-15.30 bagi kelas III-VI. Materi pelajaran yang di ajarkan di madrasah diniyah khazanah ilmu meliputi 5 materi pokok yaitu Alqur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Bahasa Arab, Fiqih, dan SKI. Selain 5 materi pokok tersebut kegiatan-kegiatan keislaman di SD khazanah ilmu juga berada di bawah tanggung jawab kepala madrasah diniyah, contoh dari kegiatan-kegiatan tersebut adalah, BTQ (baca tulis Al-qur’an), kelas tahfidz dan Qiro’ah Alqur’an, PHBI (Peringatan hari besar Islam), serta pembiasaan pembiasan praktik ibadah di sekolah. materi-materi pelajaran di madrasah diniyah khazanah ilmu di samping di ambil dari kitab-kitab klasik khas madrasah diniyah, juga di tambah materi-materi lain sebagai penguat dan pengembangan terhadap mata pelajar PAI (pendidikan Agam Islam) di sekolah tersebut, seluruh materi tersebut di susun dan di satukan dalam sebuah buku paket madrasah diniyah berbahasa Indonesia dengan desain buku yang menarik dan di susun sebanyak 6 buku sesuai dengan jenjang kelas di SD yaitu kelas I-VI.

Guru-guru madrasah diniyah khazanah ilmu sebagian besar adalah guru-guru kelas di SD yang memang memiliki kelebihan di dalam keilmuan agama islam, sedangkan untuk menutupi kekurangan guru yang berkompeten di bidang pendidikan agama islam yang belum terisi di kelas yang lain, madrasah diniyah khazanah ilmu sengaja merekrut orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan agama islam dari kampus-kampus baik negeri ataupun swasta, serta merekrut beberapa pengajar yang merupakan alumni pondok pesantren khusus sebagai guru madrasah diniyah dan tidak menjabat sebagai wali kelas di SD, di samping sebagai pengajar di kelas mereka juga bertindak sebagai teman diskusi bagi teman-teman yang lain dalam mendiskusikan tentang hal-hal yang menyangkut pelajaran agama islam. Para pendidik di madrasah diniyah khazanah ilmu juga di tuntut untuk senantiasa mengembangkan metode dan strategi pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai bagi peserta didik di kelasnya, masing-masing guru memang menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang berbeda-beda dan juga mungkin saja berganti pada setiap pembelajaran, ada yang menggunakan metode ceramah, diskusi kelompok, Demonstrasi dan juga CTL (Contectual teaching learning), meski dalam pembelajaran di kelas mengimplementasikan berbagai metode dan strategi pembelajaran yang berbeda-beda sebagaimana di jabarkan di atas namun tujuan mereka sama, yaitu untuk menciptakan kondisi pembelajaran di kelas yang lebih baik, menarik untuk peserta didik dan juga mendapatkan hasil yang di harapkan semaksimal mungkin. Terutama demi mencapi tujuan awal di implementasikannya madrasah diniyah di SD Khazanah ilmu yaitu sebagai penguat kurikulum pendidikan agama islam di sekolah tersebut. Pengimplementasian metode dan strategi pembelajaran di setiap kelas juga didukung dengan fasilitas di dalam kelas yang telah sangat memadai, di samping kelas lengkap dengan meja kursi, papan tulis, dan AC, setiap kelas juga di lenkapi dengan sarana moderen sebagai pendukung yaitu LCD proyektor dan juga pengeras suara sebagai sarana yang dapat menunjang guru untuk berinovasi pada setiap pembelajaran.

Di samping memaksimalkan proses pembelajaran di dalam maupun di luar kelas madrasah diniyah khazanah ilmu juga melaksanakan secara rutin evaluasi pembelajaran pada masing-masing kelas, evaluasi yang di maksudkan adalah suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan di dalam penyelenggaraan pembelajaran di madrasah diniyah khazanah ilmu. Evaluasi adalah alat untuk mengukur sampai dimana penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang telah diberikan.(Slamet, 2017) terdapat dua bentuk evaluasi yang dilaksanakan di madrasah diniyah khazanah ilmu, yang pertama adalah evaluasi jangka pendek, evaluasi jangka pendek yang di maksud adalah dengan di laksanakannya ulangan harian berupa ulangan tulis, lisan maupun praktik yang di sesuaikan dengan mata pelajaran dan pokok bahasan yang sedang di bahas. Hasil dari ulangan harian tersebut akan di masukkan oleh masing-masing guru ke dalam file khusus yang memungkinkan untuk di buka kembali ketika di butuhkan, di samping evaluasi pembelajaran harian, madrasah diniyah khazanah ilmu juga melaksanakan evaluasi mingguan, evaluasi ini berbentuk sebuah forum diskusi antara guru, kepala sekolah, dan kepala madrasah diniyah di SD khazanah ilmu, forum ini di buat untuk mendiskusikan berbagai macam temuan selama satu pekan perjalanan pembelajaran madrasah diniyah di kelas. Yang kedua adalah evaluasi jangka panjang, evaluasi ini dalam praktiknya di madrasah diniyah khazanah ilmu berupa ualangan akhir semester, dalam prosesnya, di sini semua guru berkewajiban untuk menyelesaikan seluruh materi pelajaran yang ada dalam buku paket selama satu semester, setelah seluruh materi selesai di sampaikan, maka akan dilakukan penjadwalan ujian akhir semester khusus pelajaran-pelajaran di madrasah diniyah, soal-soal ujian wajib di buat sendiri oleh guru madrasah diniyah dengan berkonsultasi dengan kepala madrasah diniyah, kemudian hasil dari pelaksanaan ujian akhir semester ini akan di berikan kepada peserta didik untuk di tunjukkan kepada orang tuanya dalam bentuk raport semester. Di samping evaluasi persemeste, madrasah diniyah khazanah ilmu juga memberlakukan evaluasi tahunan, evaluasi ini berupa ulangan akhir tahun, berupa ulangan tulis, tes baca tulis alqur’an dan juga ujian praktik ibadah khusus bagi peserta didik kelas VI, hasil dari ulangan akhir tahun ini nantinya akan di cantumkan ke dalam ijazah khusus madrasah diniyah yang di mintakan pengesahananya ke kantor kementrian agama, dan di tanda tangani oleh kepala seksi pendidikan diniyah dan pondok pesantren.

Selain melaksanakan evaluasi pembelajaran, madrasah diniyah khazanah ilmu juga melakukan evaluasi terhadap materi ajar khusus madrasah diniyah, evaluasi ini di lakukan dengan melakukan pembahasan ulang materi-materi yang terdapat di dalam buku madrasah diniyah, kegiatan ini di laksanakan rutin di setiap akhir tahun pelajaran. Bentuk kegiatan ini adalah dengan mebentuk forum diskusi bersama guru madrasah diniyah, guru SD, kepala sekolah, kepala madrasah diniyah, dan juga kepala divisi pendidikan yang membawahi mereka semua. Diskusi yang di maksud adalah pemberian kritik dan masukan terhadap materi yang ada di dalam buku paket madrasah diniyah, kritik dan masukan yang telah di diskusikan nantinya akan di jadikan bahan acuan pengembangan materi buku ajar madrasah diniyah, pengembangan ini lebih di fokuskan pada materi-materi yang belum tercantum di dalam materi pelajaran PAI (pendidikan agama islam) maupun materi yang telah tercantum, namun di rasa perlu untuk di lakukan pembahasan tambahan di dalam kelas madrasah diniyah. Di samping melakukan evaluasi pada materi ajar, main khazanah ilmu juga senantiasa melakukan evaluasi terhadap para pengajar di madrasah diniyah tersebut, evaluasi ini berupa penilaian dari atasan dan dari teman sejawat mengenai, penilaian tersebut mencapup beberapa aspek, yaitu : pedagogik, sosial, kepribadian dan loyalitas.

Segala bentuk evaluasi yang di laksanakan sebagaimana peneliti jelaskan di atas, tujuannya harus di sesuaikan dengan tujuan pengimplementasian madrasah diniyah di SD khazanah Ilmu yang sejak awal telah di rumuskan, dari rumusan tujuan tersebut setidaknya dapat penulis simpulkan bahwa implementasi madrasah diniyah yang reintegrasi dengan SD khazanah ilmu ini memiliki satu tujuan utama, yaitu sebagai penguat kurikulum PAI (pendidikan agama islam) di sekolah tersebut penguatan ini berupa penguatan materi ajar, penguatan keterampilan pendidik, dan juga penguatan dalam rangka pengaplikasian nilai-nilai islam yang harus ada pada setiap peserta didik di SD khazanah ilmu. Dan dari hasil wawancara peneliti bersama kepala sekolah, guru dan juga sebagaian wali murid di SD khazanah Ilmu, dampak penguatan pada pendidikan agama islam tersebut memang sangat terasa dengan pemahaman peserta didik terhadap materi-materi agama, dan juga perubahan karakter peserta didik menjadi lebih islami, baik ketika berada di sekolah maupun ketika di luar sekolah. suksesnya program tersebut juga di buktikan dengan menterengnya prestasi akademik dan non akademik peserta didik, terutama di bidang pendidikan agama islam.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, di dapatkan beberapa kesimpulan mengenai “implementasi madrasah diniyah sebagai penguat kurikulum pendidikan agama islam di SD khazanah ilmu” kesimpulan tersebut dapat penulis jabarkan sebagaimana berikut : 1) Pengimplementasian madrasah diniyah sebagai penguat kurikulum pendidikan agama islam di SD khazanah ilmu di dasari dengan perumusan tujuan pokok penyelenggaraan pendidikan di lembaga tersebut, tujuan pokok tersebut meliputi, menambah porsi pembelajaran agama islam yang di rasa kurang pada kurikulum diknas, kedua, sebagai strategi pembinaan akhlak peserta didik, dengan bertambahnya interaksi peserta didik terhadap agama di yakini akan dapat memberikan dampak yang positif bagi perubahan akhlak mereka, ketiga, untuk mengembangkan kurikulum PAI (pendidikan agama Islam) yang ada di sekolah tersebut agar lebih sesuai dengan kebutuhan siswa dan kebutuhan sekolah.2) Pengimplementasian madrasah diniyah sebagai penguat kurikulum pendidikan agama islam di SD khazanah ilmu dilakukan dengan penyusunan materi ajar, Materi pelajaran yang di ajarkan di madrasah diniyah khazanah ilmu meliputi 5 materi pokok yaitu Alqur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Bahasa Arab, Fiqih, dan SKI. materi-materi pelajaran di madrasah diniyah khazanah ilmu di samping di ambil dari kitab-kitab klasik khas madrasah diniyah, juga di tambah materi-materi lain sebagai penguat dan pengembangan terhadap mata pelajar PAI (pendidikan Agam Islam) di sekolah tersebut, seluruh materi tersebut di susun dan di satukan dalam sebuah buku paket madrasah diniyah berbahasa Indonesia dengan desain buku yang menarik dan di susun sebanyak 6 buku sesuai dengan jenjang kelas di SD yaitu kelas I-VI. 3) Pengimplementasian madrasah diniyah sebagai penguat kurikulum pendidikan agama islam di SD khazanah ilmu di lakukan dengan pemilihan guru-guru yang berkompeten dalam bidang pendidikan agama islam, di samping di ambil lulusan dari program studi pendidikan agam Islam para pendidik yang di rekrut juga bersal dari alumni-alumni pondok pesantren di berbagai daerah. 4) Pengimplementasian madrasah diniyah sebagai penguat kurikulum pendidikan agama islam di SD khazanah ilmu di lakukan dengan mengembangkan metode dan strategi pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai bagi peserta didik di masing-masing, setiap guru memang menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang berbeda-beda dan juga mungkin saja berganti pada setiap pembelajaran, ada yang menggunakan metode ceramah, diskusi kelompok, Demonstrasi dan juga CTL (Contectual teaching learning) namun tujuan mereka sama yaitu agar materi pelajaran tersampaikan denganmaksimal dan tujuan utama untuk menguatkan kurikulum pendidikan agama islam di sekolahtersebut tercapai. 5) Pengimplementasian madrasah diniyah sebagai penguat kurikulum pendidikan agama islam di SD khazanah ilmu di lakukan dengan melaksanakan program evaluasi jangka pendek dan juga jangka panjang, mulai harian hingga tahunan, evaluasi tersebut mencakup, evaluasi pembelajaran, evaluasi materi ajar/buku ajar, dan juga evaluasi pendidik/pengajar. Dari segala bentuk usaha Pengimplementasian madrasah diniyah sebagai penguat kurikulum pendidikan agama islam di SD khazanah ilmu sebagaimana peneliti simpulkan di atas di dapatkan hasil yang cukup memuaskan dibuktikan dengan pemahaman peserta didik terhadap materi-materi agama yang semakin meningkat, dan juga perubahan karakter peserta didik menjadi lebih islami, baik ketika berada di sekolah maupun ketika di luar sekolah. juga menterengnya prestasi akademik dan non akademik peserta didik, terutama di bidang pendidikan agama islam.

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah penelitian ini akhirnya dapat penulis selesaikan, tidak lupa penulis sampaikan untaian kata syukur yang sebesar-besarnya yang pertama kepada Allah SWT, karena atas berkat izin Allahlah penulis mampu menyelesaikan penelitian ini, yang kedua tak lupa pula penulis sampaikan banyak-banyak terimakasih kepada ibu Dr.Istiqomah,M.Ag. selaku pembimbing saya yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini, kepada bapak ibu dosen universitas Muhammadiyah Sidoarjo terutama di jajaran prodi magistes manajemen pendidikan islam yang telah memberikan banyak sekali ilmu dan dukungan kepada penulis untuk menyelsaikan penelitian ini, kepada seluruh pihak dari institusi khazanah ilmu yang telah memberikan izin saya untuk melaksanakan penelitian di institusi tersebut, serta kepada teman dan keluarga yang tidak henti-hentinya memberikan Do’a dan dukungan yang sangat luar biasa kepada saya.

References

  1. Al-Jazairi, A. B. J. (2009). Minhajul Muslim. Al-Madinah Al-Munawwaroh: Maktabah Ulum Wal Hikmah.
  2. Arifin, M. (2014). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
  3. Badrudin, B. (2017). Indonesia’s Educational Policies on Madrasah Diniyah (MD). Jurnal Pendidikan Islam, 3(1), 17. https://doi.org/10.15575/jpi.v3i1.850
  4. Djahid, M. (2016). Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah Di Ponorogo. Muaddib : Studi Kependidikan Dan Keislaman, 6(1), 21. https://doi.org/10.24269/muaddib.v6n1.2016.21-41
  5. Indonesia, P. R. Permendikbud Nomor 57 Tahun 2014. , Kemendikbud § (2014).
  6. Ismail, I. (2018). Madrasah Diniyah Dalam Multi Perspektif. KABILAH : Journal of Social Community, 2(2), 254–282. https://doi.org/10.35127/kbl.v2i2.3137
  7. Istikomah, I., Fahyuni, E. F., & Fauji, I. (2018). Integration of Schools and Madrassa into Pesantren in Indonesia. 125(Icigr 2017), 141–143. https://doi.org/10.2991/icigr-17.2018.34
  8. Junanto, S. (2016). Evaluasi Pembelajaran di Madrasah Diniyah Miftachul Hikmah Denanyar Tangen Sragen. At-Tarbawi: Jurnal Kajian Kependidikan Islam, 1(2), 177. https://doi.org/10.22515/attarbawi.v1i2.176
  9. Kisbiyanto. (2014). Organizational Behavior Model At Madrasah Diniyah in Kudus Indonesia. Qudus International Journal of Islamic Studies, 1(2), 221–244. https://doi.org/10.21043/QIJIS.V1I2.184
  10. M. Samani. (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Posdakarya.
  11. Mundiri, A., & Hasanah, R. U. (2018). Inovasi Pengembangan Kurikulum Pai Di Smp Nurul Jadid. Tadrib: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 4(1), 40–68. https://doi.org/10.19109/tadrib.v4i1.1721
  12. Nashir, H. (2007). Laptop Dewan. Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat.
  13. Nizah, N. (2016). Dinamika Madrasah Diniyah: Suatu Tinjauan Historis. Edukasia : Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 11(1), 181–202. https://doi.org/10.21043/edukasia.v11i1.810
  14. Nurzaman. (2018). The development of madrasah diniyah in indonesia. International Journal Of Religious Studies, 6(2), 81–104.
  15. Pendidikan, K. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. , (2019).
  16. Rouf, A. (2015). Potret Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Umum. Jurnal Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Ampel, 03(No. 1 (2015)), 187–206. https://doi.org/DOI: http://dx.doi.org/10.15642/jpai.2015.3.1.187-206
  17. Slamet, A. P. (2017). Implementasi Madrasah Diniyah Sebagai Penguat Kurikulum PAI Di SMP PGRI 1 Kasembon Kabupaten Malang. Realita, 15(2), 1–12.
  18. Subakti, G. E. (2012). Implementasi pendidikan agama islam di SD Islam Terpadu (Studi deskriptif pada SD Plus Islam TerpaduBhaskara Sukamelag-Subang). Jurnal Tarbawi, 1(1), 21–32.
  19. Tan, C. (2014). Educative Tradition and Islamic School in. Journal of Arabic and Islamic Studies, 14(May 2010), 47–62.
  20. Wibowo, A. (2010). Dampak Implementasi Kurikulum PAI Terhadap Perilaku Keagamaan. Analisa, 17(1), 117. https://doi.org/10.18784/analisa.v17i1.118