Articles

The Concept of Islamic Education Collaboration with the Education of the Dutch East Indies in Ahmad Dahlan's Perspective


Konsep Kolaborasi Pendidikan Islam dengan Pendidikan Koloni Hindia Belanda dalam Perspektif Ahmad Dahlan

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Education Islam Moral Character Social Integrity

Abstract

The entry of Islamic education in Indonesia, it is very appropriate to trace the entry of Islam in Indonesia, because education in Indonesia has the same historical journey with the history of the entry of Islam in Indonesia. Education in the Dutch East Indies era had a mission towards the ability to master the Dutch language in order to facilitate communication between pribumi (Indonesian people) and the Dutch. The method used in this research is descriptive qualitative, descriptive is used to be able to understand and provide a detailed description of the problems in the focus of research, using data analysis techniques in the form of library research (library research). This research results that traditional Islamic education with modern Islamic education systems through the process of integrating the two fields of science both philosophically, curriculum, methodology, management, even to the department.

PENDAHULUAN

Konsep pendidikan nasional yang berjalan sekarang ini, baik pesantren, madrasah dan sekolah tidak lepas dari sejarah masuknya Islam di Indonesia. Dalam kacamata historis pesantren merupakan lembaga pendidikan yang pertama kali muncul, disusul sekolah baru madrasah. Madrasah sebagai wujud modernisasi pesantren dengan memadukan konsep pesantren dan sekolah prodak Belanda Masuknya pendidikan Islamdi Indonesia maka sangatlah tepat jika menelusuri masuknya agama Islam di Indonesia, sebab pendidikan di Indonesia memiliki perjalanan sejarah yang sama dengan sejarah masuknya Islam di Indonesia.Informasi tentang masuknya Islam di bumi Nusantra ini diterima oleh orang Venesia (Italia) bernama Marcopoloyang pernah singgah dikota Perlak dan menerangkan bahwa sebagian besar bahwa penduduknya beragama Islam. Namun yang menjadikan banyak pertanyaan tentang tepatnya masuknya Islam ke Indonesia, persoalan ini muncul dikarenakan tidak adanya bukti sejarah secara otentik proses masuknya Islamdi Indonesia. Kerabunan inilah sehingga muncul debat yang cukup sulit dikalangan para sejarawan, sehinggamuncullah teorimasuknya Islam di Indonesia.

Perdebatan masuknya Islam di Indonesia pada umumnya dipartisi menjadi tiga teori yaitu:

1) Pendapat pertama dipelopori oleh sarjana sarjana oreintalis Belanda, diant a ranya Snouck Hurgronje yang berpendapat bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke 13M dari Gujarat (bukan dari Arab langsung) dengan bukti ditemukannya makam Sultan yang beragama Islam pertama Malik as Sholeh, rajapertama kerajaan Samudra Pasai yang dikatakan dari Gujarat; 2) P endapat ke dua dikemuka kan oleh sarjana sarjana muslim, diantaranya Prof. Hamka , yang mengadakan seminar sejarah masuknya Islam di Indonesia di Medan tahun 1963 . Hamka dan teman temannya bependapat bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah ( ±abad ke 7 sampai 8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional sudah dimulai jauh sebelum abad 13 (yaitu sudah ada sejak abad ke 7M) .

Sejarah pendidikan di Indonesia telah terjadi sejak di bawah kekuasaan pemerintah Belanda. Saat itu pemerintah Belanda lebih memfokuskan pendidikan hanya bagi anak-anak keluarga Belanda dengan kualitas pendidikan lebih tinggi daripada anak-anak keluarga Indonesia. Pemerintah Belanda mengatur pendidikan di Indonesia dengan tujuan untukmendapatkan tenaga kerja yang mudah dan murah.

Pendidikan di zaman Hindia Belanda memiliki misi terhadap kemampuan menguasai bahasa Belanda agar mempermudah komunikasi antara pribumi (masyarakat Indonesia) dengan Belanda. Hal ini ditujukan kepada masyarakat Indonesia yang memiliki kelas (kasta) ningrat, sehingga dapat lulus ujian pegawai rendah di bawah kekuasaan pemerintah Belanda di tahun 1864. Selain itu, kelulusan para masyarakat ningrat lebih mempermudah pemerintah Hindia Belanda memberlakukan sistem tanam paksa dengan menggunakan tenaga kerja murah dari masyarakat Indonesia kelas rendahan lain, dikarenakan lebih mempercayai setiap ucapan masyarakat ningrat saat itu.Pendidikan di zaman Hindia Belanda memiliki ciri khas tertentu, yang terbagi menjadi gradualisme, dualism, kontrol yang sangat kuat, pendidikan sebagai syarat perekrutan pegawai, berprinsip konkordasi, dan tidak ada organisasi sistematis. Ciri gradualisme lebih pada penyediaan pendidikan bagi masyarakat Indonesia tanpa perhatian sama sekali. Untuk ciri dualism lebih pada pembagian pendidikan yang disesuaikan dengan kelas keluarga, kelas rendah bagi non ningrat dan kelas tinggi bagi ningrat. Sedangkan ciri ketiga lebih dihadapkan pada kontrol yang kuat dari Gubernur Jendral pemerintah Hindia Belanda disesuaikan dengan aturan kerajaan Belanda.

Ciri pendidikan diatas menjadi permanen dan memberikan pengaruh terhadap bentuk pendidikan yang sudah ada di Indonesia saat itu. Pendidikan Indonesia telah memiliki pendidikan tradisional dengan metode pengajaran dan pembelajaran yang mudah dan penuh keterbatasan, dijabarkan lebih lanjut pada konsep pendidikan tradisional dan disesuaikan dengan tujuan awal pendidikan serta tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri.

Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu menjadikan manusia berbudi luhur, berakhlak baik, serta memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk membentuk karakter seseorang yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan memiliki beragam bidang, salah satunya adalah pendidikan Islam.

Pendidikan Islam adalah bentuk pendidikan dalam membangun peradaban manusia, dengan arti adanya sebuah peradaban dan kebudayan manusia tumbuh dan berkembang melalui pendidikan. Dalam hal ini, peradaban manusia dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang diinginkan, sehingga tujuan pendidikan Islam harus didasari atas nilai-nilai dan cita-cita yang berlaku pada suatu masyarakat dan bangsa.

Tujuan pendidikan Islam adalah berfungsi sebagai pembinaan dan penyempurnaan kepribadian dan mental anak. Selain itu, juga berfungsi sebagai pembimbing, pengarah dalam tumbuh kembang peserta didik dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mampu mencari kemampuan mereka secara optimal. Fungsi pendidikan agama Islam ini dapat menjadi insipirasi dan memberi kekuatan mental yang menjadi moral yang mengawasi segala tingkah laku dan petunjuk jalan hidupnya.Sebagai agama kehidupan, Islam memberikan inspirasi dan motivasi pada umat manusia untuk mencapai kesempurnaan baik pemantapan iman, peningkatan ibadah, peningkatan amal, peningkatan kerja, keunggulan prestasi, perbaikan akhlak, dan penguatan ilmu pengetahuan. Pendidikan Islam di zaman Belanda diimplementasikan pada sistem-sistem langgar, pesantren, dan madrasah. Namun ajaran agama Islam disaat itu masih erat dengan ajaran sufisme yang sudah melembaga dalam bentuk tarekat.

Perkembangan pendidikan Islam di zaman Belanda telah mencapai tingkat tertinggi dikarenakan meningkatnya jumlah jama’ah haji di abad 19M. Saat itu tercatat 300 pesantren di Jawa dan Madura. Namun langkah perkembangan pendidikan Islam mengalami penghambatan seperti wajib mendapat izin dari Bupati atau pejabat pemerintah Belanda, harus menjelaskan sifat pendidikan secara terperinci, dan para guru wajib membuat daftar murid dalam bentuk tertentu sebagai laporan secara berkala.

Kemudian pendidikan Islam berkembang dan menjadi popular di saat banyaknya tokoh pendidikan Islam yang memperjuangkannya. Salah satu tokoh tersebut adalah K.H Ahmad Dahlan, merupakan pendiri Muhammadiyah, yang meyakini bahwa sistem pendidikan dapat mengkolaborasikan dua sistem pendidikan, yaitu sistem sekular dan tradisional. Ahmad Dahlan juga mengkolaborasikan sistem pendidikan umum dan agama. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh yang mempunyai pengetahuan umum dan moral (agama). Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan. Oleh sebab itulah, Ahmad Dahlan menyisipkan nilai-nilai keagamaan di sekolah – sekolah sekuler. Hal itu dimaksudkan agar siswa tidak hanya mampu menguasai pendidikan keduniawian tetapi juga memahami agama sebagai pedoman hidup, yang pada akhirnya menghasilkan manusia yang berbudi luhur (etika).

Namun pendidikan moral lebih pada penjelasan tentang kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu, tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral adalah nilai keabsolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Moral adalah produk dari budaya dan agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dan lain sebagainya. Keinginan Ahmad Dahlan dalam menciptakan pembaruan di atas, diharapkan dapat membentuk masyarakat Indonesia yang mempunyai peradaban yang lebih maju, karena apabila masyarakat mempunyai peradaban yang lebih maju maka akan menjadikan negara dan bangsa ini menuju peradaban masyarakat yang lebih baik. Merujuk pada penjelasan di atas maka fokus penelitian ini ingin mengungkapkan lebih dalam lagi tentang Konsep Kolaborasi Pendidikan Islam dengan Pendidikan Koloni Hindia Belanda dalam Perspektif Ahmad Dahlan.

METODE

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (library research). Sebab data dan bahan yang dikumpulkan berupa karya dan buku-buku .Studi kepustakaan dimaksudkan agar memperoleh hasil analisis data disesuaikan dengan topik atau masalah yang sedang diteliti. Informasi tersebut dapat diperoleh dari beberapa buku referensi seperti penelitian ilmiah, laporan penelitian, karya ilmiah, tesis dan disertasi. Selain itu, terdapat pula beberapa referensi yang berkaitan diantaranya peraturan pemerintah, ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber - sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain. Dalam melakukan teknik pengumpulan data dengan membaca, melakukan kajian, mencatat, dan melakukan klasifikasi data yang telah dikumpulkan sesuai dengan fokus penelitian. Sumber data penelitian ini terbagi menjadi dua macam, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah suatu referensi yang dijadikan sumber utama acuan penelitian. Sumber primer yang digunakan adalah buku filsafat pendidikan Islam, Pandangan K.H. Ahmad Dahlan dan Beberapa Tokoh Lainnya, Pemecahan Problema Pendidikan.

Sedangkan sumber sekunder adalah referensi – referensi pendukung dan pelengkap bagi sumber primer. Sumber sekunder berupa buku – buku, artikel online, jurnal online, dan karya tulis lain, sehingga penelitian tersebut dapat memberikan hasil secara terperinci.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Biografi K.H Ahmad Dahlan yang merupakan pendiri Muhammadiyah, lahir pada 1 Agustus 1868 di Kota Yogyakarta. Beliau seorang pahlawan nasional Indonesia, menjadi putra keempat dari tujuh bersaudara keluarga K.H. Abu Bakar. K.H. Abu bakar merupakan ayah Ahmad Dahlan yang menjadi seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta. Nama kecil Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy, yang merupakan keturuna kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo. Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekkah selama 5 tahun dan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam Islam. Ketika pulang dari Mekkah pada tahun 1888, Muhammad Darwisy merubah namanya menjadi Ahmad Dahlan dan menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri yang merupakan anak dari Kiai Penghulu Haji Fadhil.

Ahmad Dahlan sangat aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat. Beliau diterima dan dihormati masyarakat dengan mudah dan dengan cepat beliau mendapatkan tempat di organisasi Jami’yatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammdiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi.

Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Oetomo – organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota.Pelajaran yang diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota Boedi Oetomo ini menyarankan agar ia membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen.Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional yang terpaksa tutup bila kiai pemimpinnya meninggal dunia. Dilanjutkan dengan Kiai Dahlan ketika mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330).

Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.Pemikiran KH Ahmad Dahlan bahwa Islam hendak didekati serta dikaji melalui kacamata modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara tradisional.Beliau mengajarkan kitab suci Al Qur’an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun melagukan Qur’an semata, melainkan dapat memahami makna yang ada di dalamnya.Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai dengan yang diharapkan Qur’an itu sendiri. Menurut pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya tanpa mendalami dan memahami isinya.Sehingga Islam hanya merupakan suatu dogma yang mati. Di bidang pendidikan, ia mereformasi sistem pendidikan pesantren zaman itu.Yang menurutnya tidak jelas jenjangnya dan tidak efektif metodenya lantaran mengutamakan menghafal dan tidak merespon ilmu pengetahuan umum.

Maka KH Ahmad Dahlan mendirikan sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran pengetahuan umum serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S. met de Qur’an. Sebaliknya, beliau pun memasukkan pelajaran agama pada sekolah-sekolah umum.Ia terus mengembangkan dan membangun sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya, beliau telah banyak mendirikan sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu.Kegiatan dakwah pun tidak ketinggalan. Beliau semakin meningkatkan dakwah dengan ajaran pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan bahwa semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW.

Di bidang organisasi, pada tahun 1918, beliau membentuk organisasi Aisyiyah yang khusus untuk kaum wanita. Pembentukan organisasi Aisyiyah, yang juga merupakan bagian dari Muhammadiyah ini.Karena menyadari pentingnya peranan kaum wanita dalam hidup dan perjuangannya sebagai pendamping dan partner kaum pria. Sementara untuk pemuda, Kiai Dahlan membentuk Padvinder atau Pandu – sekarang dikenal dengan nama Pramuka – dengan nama Hizbul Wathan disingkat H.W.Di sana para pemuda diajari baris-berbaris dengan genderang, memakai celana pendek, berdasi, dan bertopi. Hizbul Wathan ini juga mengenakan uniform atau pakaian seragam, mirip Pramuka sekarang.Pembentukan Hizbul Wathan ini dimaksudkan sebagai tempat pendidikan para pemuda yang merupakan bunga harapan agama dan bangsa. Sebagai tempat persemaian kader-kader terpercaya.Ini sekaligus menunjukkan bahwa Agama Islam itu tidaklah kolot melainkan progressif. Tidak ketinggalan zaman, namun sejalan dengan tuntutan keadaan dan kemajuan zaman.

Karena semua pembaruan yang diajarkan Kyai Dahlan ini agak menyimpang dari tradisi yang ada saat itu, maka segala gerak dan langkah yang dilakukannya dipandang aneh. Sang Kiai sering diteror seperti diancam bunuh, rumahnya dilempari batu dan kotoran binatang.Ketika mengadakan dakwah di Banyuwangi, beliau diancam akan dibunuh dan dituduh sebagai kiai palsu. Walaupun begitu, beliau tidak mundur. Beliau menyadari bahwa melakukan suatu pembaruan ajaran agama (mushlih) pastilah menimbulkan gejolak dan mempunyai risiko. Dengan penuh kesabaran, masyarakat perlahan-lahan menerima perubaban yang diajarkannya. Tujuan mulia terkandung dalam pembaruan yang diajarkannya.Segala tindak perbuatan, langkah dan usaha yang ditempuh Kiai ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa Islam itu adalah Agama kemajuan. Dapat mengangkat derajat umat dan bangsa ke taraf yang lebih tinggi.Usahanya ini ternyata membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Banyak golongan intelektual dan pemuda yang tertarik dengan metoda yang dipraktekkan Kiai Dahlan ini sehingga mereka banyak yang menjadi anggota Muhammadiyah.

Konsep pendidikan Islam tradisional mengacu pada konsep pendidikan lama dengan mengedepankan pemahaman dan penguasaan bahan pelajaran. Konsep ini mengacu pada ingatan peserta didik dan pengajar dalam proses belajar di sekolah. Sejak abad ke-19, konsep pendidikan tradisional menjadi sistem terbaik. Pendidikan tradisional memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) anak-anak biasanya dikirim ke sekolah di dalam wilayah geografis distrik tertentu, 2) mereka kemudian dimasukkan ke kelas-kelas yang biasanya dibeda-bedakan berdasarkan umur, 3) peserta didik masuk sekolah di tiap tingkat menurut level usia mereka pada waktu itu, 4) peserta didik naik kelas setiap habis satu tahun ajaran, 5) prinsip sekolah otoritarian dengan harapanpeserta didik menyesuaikan diri dengan tolok ukur perilaku yang sudah ada, 6) guru memikul tanggung jawab pengajaran, berpegang pada kurikulum yang sudah ditetapkan, 7) sebagian besar pelajaran diarahkan oleh guru dan berorientasi pada teks, 8) promosi tergantung pada penilaian guru, 9) kurikulum berpusat pada subjek pendidik, dan 10) bahan ajar yang paling umum tertera dalam kurikulum adalah buku-buku teks.

Oleh sebab itu, pendidikan Islam secara tradisional lebih mementingkan pada pola pembelajaran secara terpusat pada guru. Dalam hal ini pendidikan Islam tradisional berkembang dalam tradisi pesantren, dengan mengacu pada kurikulum pengajian kitab-kitab, yang bersifat sentralistik, sehingga guru (biasa dikenal dengan Kyai) menjadi ujung tombak dari seluruh aktifitas yang ada di dalam pesantren dengan melakukan metode pengajaran secara ceramah dan mencatat. Untuk sistem pembelajarannya dengan bentuk halaqoh, berkumpul, mengelompok, serta menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan kelompok dan individual. Pernyataan tersebut berbanding terbalik dengan konsep pendidikan Islam modern. Konsep pendidikan Islam modern disajikan pada penjabaran berikut ini.

Pada konsep pendidikan Islam modern lebih mengacu pada konsep pendidikan baru, bahwa pendidikan dapat menyentuh setiap aspek kehidupan peserta didik (murid). Dalam hal ini pendidikan modern menjadi proses belajar berkelanjutan yang dipengaruhi oleh beberapa kondisi tertentu dan pengalaman, baik di dalam maupun di luar situasi sekolah.Pendidikan modern memiliki syaratseperti kemampuan yang dimiliki peserta didik, minat peserta didik, situasi dan kondisiproses belajar mengajar, dan efektifitas proses belajar mengajar. Pendidikan modern berfungsi untuk membentuk hubungan yang berkaitan antara anak didik dengan lingkungan sosial kulturalnya yang terus berubah dengan cepat. Pendidikan modern terus mengalami kemajuandari tiga sisi seperti sisi sosialisasi, sisi pembelajaran (schooling), dan sisi pendidikan (education). Sisi sosialisasiberpedoman bahwa pendidikan sebagai wahana integrasi begi anak didik ke dalam nilai-nilai kelompok atau nasional yang dominan. Sisi pembelajaran (schooling) lebih mempersiapkan peserta didik untuk mencapai dan menduduki posisi sosial-ekonomi tertentu, sehingga pembelajaran harus dapat membekali peserta didik dengan kualifikasi-kualifikasi pekerjaan dan profesi yang membuat mereka mampu memainkan peran sosial-ekonomis dalam masyarakat. Sisi pendidikan sebagai upaya “education” untuk menciptakan kelompok elit yang pada gilirannya dapat memberikan sumbangan besar bagi kelanjutan program pembangunan.

Oleh sebab itu pendidikan Islam modern menitikberatkan pada pemikiran masyarakat yang terus menerus berkembang melalui pendidikan dengan tujuan untuk menghidupkan kembali pendidikan IPTEK, dengan tidak mengesampingkan pendidikan agama, sebagaimana zaman keemasan dulu. Pendidikan Islam bertujuan untuk mengedepankan nilai-nilai keislaman dan tertuju pada terbentuknya manusia yang ber-akhlakul karimah serta taat dan tunduk kepada Allah semata. Pendidikan Islam modern bukan hanya bersifat ukhrowi saja, tetapi juga berbicara tentang duniawi, sehingga pendidikan modern ini mengarah kepada 2 kebahagiaan, yaitu kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.

Proses pembelajarannya bukan hanya terfokus kepada guru, tetapi seluruh komponen menjadi pusat pembelajaran termasuk lingkungan dan peserta didik. Hal ini diharapkan agar peserta didik bukan hanya hebat disisi kognitif saja, tetapi juga dari segi afektif dan psikomotorik juga mengena kepada mereka. Sistem pembelajaran nya dengan mengintegrasikan kedua ilmu tersebut baik secara filosofis, kurikulum, metodologi, pengelolaan, bahkan sampai pada departementalnya. Sedangkan, pada materi pendidikan Islam harus di desain untuk dapat mengakomodasi persoalan-persoalan yang menyangkut dengan kebutuhan manusia, yaitu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, teknologi, seni serta budaya, sehingga mampu melahirkan manusia yang berkualitas, handal dalam penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, unggul dalam moral yang di dasarkan pada nilai-nilai ilahiah sebagai produk pendidikan Islam modern. Selain itu, Pendidikan Islam harus menjadi terobosan baru untuk membentuk pola hidup umat yang lebih maju dan terbebas dari kebodohan dan kemiskinan.

Ragam konsep pendidikan diatas mengalami kolaborasi pendidikan yang dilakukan secara terus menerus di lingkungan pemerintahan Indonesia sejak zaman Hindia Belanda hingga zaman modern saat ini. Bentuk kolaborasi tersebut dijabarkan lebih lanjut pada poin selanjutnya. Reformasi pendidikan di Indonesia telah terjadi sejak zaman penjajahan Jepang. Pemerintah Belanda mengalami kemunduran kekuasaan dengan adanya pemerintah Jepang, kaisar Kirihito, di Indonesia. Oleh sebab itu, terlihat pada adanya perbedaan yang terjadi pada bidang pendidikan antara pemerintahan Jepang dan Belanda. Pemerintah Jepang lebih mengutamakan pendidikan untuk semua masyarakat Indonesia, tanpa membedakan kelas bangsawan atau bukan bangsawan. Konsep pendidikan yang diusung adalah sekolah rakyat sebagai pendidikan dasar (Kokumin Gakko), sekolah menengah sebagai pendidikan menengah, dan sekolah kejuruan bagi guru. Pemerintah Jepang telah menghapuskan perbedaan yang telah diberlakukan pada sistem pendidikan pemerintah Hindia Belanda. Namun, masih terdapat perbedaan antara pendidikan tradisional dan modern seperti pada tabel 1 berikut ini:

Pendidikan Tradisional Pendidikan Modern
1) Guru berbicara, peserta didik menyimak2) Guru menjadi pelaku utama pendidikan3) Tatanan bangku berurut (klasikal)4)Berlakunya hukuman fisik bagi siswa yang tidak taat5) Lokasi pembelajaran di kelas 1) Guru sebagai fasilitator2) Guru menjadi pemandu, perencanaan3) Memanfaatkan perkembangan media pembelajaran4) Tidak ada hukuman fisik5) Lokasi pembelajaran bisa dimana saja
Table 1.Perbedaan Pendidikan Modern dan Tradisional

Tabel 1 tersebut telah menjelaskan beberapa perbedaan yang ada diantara pendidikan tradisional dan modern sejak zaman peperangan. Kedua konsep tersebut telah berbaur satu sama lain untuk saling melengkapi hingga terjadinya kolaborasi (kerjasama) untuk mencapai tujuan dari pendidikan itu sendiri. Pada dasarnya praktek pendidikan yang sudah berjalan dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:

Poin Tradisional Modern
Status SiswaPeran GuruMateriManajemenKurikulum ObyekSumberSubyek OrientedSentralistisBerpusat pada mata pelajaran SubyekFasilitatorProblem OrientedDesentralistisBerpusat pada masalah/topik dimana peserta didik belajar mengalami sendiri secara langsung
Table 2.Praktek Pendidikan Modern dan Tradisional

Praktek pendidikan tersebut mengalami kolaborasi dan pengembangan hingga saat ini dengan adanya kerjasama secara terpadu, yang digabung kedalam sistem pendidikan. Tanpa adanya praktek pendidikan, maka sistem pendidikan yang dibuat tidak akan bertahan lebih lama. Poin yang disajikan pada tabel diatas terbagi menjadi 5 kategori yang disesuaikan dengan kondisi dan keadaan dunia pendidikan di Indonesia.

Kolaborasi yang tampak dari pendidikan tradisional dan modern terletak pada penggabungan poin dari Tabel 2 kedalam 3 kategori, yaitu Input, Instrumental Input, dan Environmental Input.Kategori Input yang terdiri dari status siswa dan peran guru. Pada kategori Instrumental Input terdiri dari kurikulum dan materi. Untuk kategori Environmental Input terdiri dari manajemen pendidikan dan sekolah itu sendiri (dalam hal ini lingkungan sekolah baik dari dalam maupun luar).

Ketiga kategori tersebut berkumpul dan membentuk Process yang melibatkan kegiatan pembelajaran di kelas dengan mencapai Output sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran di kelas. Adapun hasil tersebut dapat berupa evaluasi dan refleksi yang dibutuhkan oleh guru, peserta didik, dan juga kurikulum pendidikan untuk menganalisis dan mengetahui kelebihan serta kekurangan, agar dikemudian hari dapat diperbaiki secara seksama.

Perkembangan pendidikan Islam dari zaman Belanda hingga ke zaman modern, mengalami kemajuan yang sangat pesat. Berawal dari kajian-kajian di langgar, pesantren, dan madrasah, hingga munculnya beberapa tokoh pendidikan Islam yang salah satunya adalah K.H. Ahmad Dahlan.

K.H Ahmad Dahlan merupakan tokoh nasional yang memiliki tipe man of action yang artinya orang yang lebih mengutamakan praktek daripada teori. Ia lebih banyak mewariskan kegiatan – kegiatan yang cukup banyak berupa amal usaha, pendidikan dan sosial, namun ia kurang menyukai bentuk teori, sehingga ia tidak banyak memiliki karya ilmiah seperti tulisan – tulisanmaupun buku. Cita – citapendidikan yang disampaikan Ahmad Dahlan adalah lahirnya manusia – manusiabaru yang mampu tampil sebagai “ulama-intelek” atau “intelektual-ulama”, yaitu seorang Muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani.

Oleh sebab itu, ide pendidikan yang digagas Ahmad Dahlan adalah menyelamatkan umat Islam dari cara berfikir yang bersifat statis menuju pemikiran yang bersifat dinamis, kreatif dan inovatif. Satu – satunyajalan mencapai tujuan tersebut adalah melalui pendidikan dan pengelolaan pendidikan Islam secara modern dan profesional, sehingga pendidikan yang dilaksanakan mampu memenuhi peserta didik untuk menghadapi dinamika pada zamannya.

Menurut Ahmad Dahlan, tujuan pendidikan Islam diarahkan pada usaha untuk membentuk manusia yang beriman, berakhlak, memahami ajaran agama Islam, memiliki pengetahuan yang luas dan kapasitas intelektual yang dapat diperlukan di dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai tujuan tersebut, Ahmad Dahlan berpendapat bahwa pendidikan Islam harus dibarengi dengan integrasi ilmu dan amal, integrasi ilmu pengetahuan umum maupun agama, kebebasan berpikir dan pembentukan karakter, agar peserta didik dapat berkembang secara intelektualitas dan spritualitas.

Adapun pemikiran dari Ahmad Dahlan tentang pendidikan dapat dilihat sebagai berikut: a) integrasi ilmu dan amal, b) integrasi ilmu agama dan ilmu umum, c) kebebasan berpikir, dan d) pembentukan karakter.Pemikiran – pemikiran tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Integrasi ilmu dan amal yang ditanamkan ke peserta didik dengan mengamalkan ajaran – ajaran Al-Qur’an dan Hadist, serta penekanan pada keikhlasan dalam beramal dapat membentuk kepribadian yang baik,
  2. Integrasi ilmu agama dan ilmu umum terdapat dalam kemampuan penalaran akal dengan memberi peluang untuk peningkatan dan pengembangan dalam memahami dan mengenal makna petunjuk Al-Qur’an dan Hadist yang juga berkaitan dengan ilmu pengetahuan umum, dengan harapan peserta didik berwawasan luas sesuai perkembangan zaman,
  3. Kebebasan berpikir merupakan atribut penting yang menjadikan manusia sebagai pedoman dalam perbuatannya, sedangkan kemauanlah yang menjadi pendorong perbuatan manusia dalam mengembangkan rasio atau penalaran yang dimilikinya sehingga mampu mengembangkan, menjelaskan dan menjabarkan sendiri ajaran dan teori-teori serta mampu terhindar dari mengikuti pandangan orang lain tanpa tahu alasannya (taqlid),

Pembentukan karakter sangat penting pada perilaku peserta didik di kehidupan sehari – harinya. Melalui pendidikan karakter diharapkan para peserta didik dapat memiliki kepribadian yang utuh baik jasmani maupun rohani dan memiliki jiwa sosial yang penuh dedikasi serta bermoral yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Sunnah, agar selamat di dunia maupun di akhirat.

Ahmad Dahlan juga memiliki konsep pendidikan humanisme. Ahmad Dahlan mempunyai ciri bahwa beliau berusaha untuk memasukkan aspek teologi dalam pendidikan sehingga semua yang dilakukan manusia tidak bisa lepas dari kekuasaan Allah SWT. Namun bukan hanya itu saja, Ahmad Dahlan juga mengedepankan pendidikan moral. Pendidikan moralmerupakan usaha yang dilakukan secara terencana untuk mengubah sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan peserta didik agar mampu berinteraksi dengan lingkungan masyarakatnya sesuai dengan nilai moral dan kebudayaan masyarakat setempat.

Ahmad Dahlan juga berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan hendaknya meliputi:

• Pendidikan moral, yaitu usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Quran dan Sunnah atau dalam pengertian umum berdasarkan ajaran agama.

• Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh, yang seimbang antara perkembangan mental dan jasmani, antara keyakinan dan intelektual, antara perasaan dan akal pikiran, serta antara dunia dan akhirat.

• Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan untuk hidup bermasyarakat.

Ahmad Dahlan pun memiliki konsep tersendiri dalam memandang pendidikan Islam tradisional dan juga pendidikan Islam modern. Dalam pendidikan Islam tradisional dikemukakan bahwa pembelajaran masih terpusat pada guru (sentralisasi), sehingga guru hanya men yampaikan informasi secara berceramah, bercerita, dan memberikan catatan-catatan yang dibutuhkan oleh para peserta didik. Sedangkan pada pendidikan Islam modern, pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru, melainkan pembelajaran dari luar lingkungan dengan tujuan agar proses pembelajaran lebih beragam dan peserta didik juga memiliki kebebasan pemikiran . Hal ini berkaitan dengan kemampuan tiap peserta didik yang beragam, sehingga mereka mampu menyerap ilmu guna untuk mempraktekkan nya di lingkungan masyarakat, agar mereka dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat.

Pemikiran Ahmad Dahlan terhadap pendidikan Islam modern, bahwa pendidikan Islam tersebut lebih menggunakan pembelajaran secara dua arah, yaitu sumber luar dan sumber dalam. Sumber luar diyakini melalui lingkungan diluar sekolah, seperti buku-buku, kitab-kitab, dan beberapa lagi sumber terpercaya. Dalam hal ini, guru bukan menjadi sum ber ilmu utama, melainkan sumber ilmu yang tertulis. Sedangkan yang dimaksud dengan sumber dalam, yaitu kurikulum, materi, peran guru, lokasi pembelajaran, dan juga situasi lingkungan yang turut mendukung untuk kesuksesan proses pembelajaran.

Oleh sebab itu, pemikiran Ahmad Dahlan terkait dengan kolaborasi pendidikan Islam tradisional dengan pendidikan Islam modern selalu mengalami perkembangan di tiap zaman, guna mengikuti kemajuan yang dialami zaman modern . Pemikiran tersebut didasari oleh proses pengamatan dan perubahan dengan adanya evaluasi dan analisis pembelajaran dikelas.

KESIMPULAN

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dengan muatan kurikulumpengetahuan umum yang dominan, hanya mampu mencetak generasi yang cerdasintelektual, namun belum diimbangi dengan kecerdasan emosional dan spiritual. Sekolah menjadi salah satu pusat pendidikan yang juga menjadi dasar bagiAhmad Dahlan untuk memikirkan bahwa pelaksanaan pendidikan hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh. Landasan tersebut merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan konsep dan tujuan ideal dari pendidikan Islam. Ahmad Dahlan telah lama mengembangkan konsep pendidikan yang disesuaikan dengan kondisi sosial, budaya, dan keagamaan masyarakat Indonesia. Proses pendidikan karakter yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan terhadap para muridnya dilakukan dengan perlahan-lahan dan penuh dengan keyakinan. Kesederhanaan, kedisiplinan, berjiwa bebas, memiliki akhlak yang mulia, menjadi tujuan utama dalam konsep pendidikan.

Konsep pemikiran Ahmad Dahlan meyakini bahwa umat Muslim tidak dapat berfikir secara monoton atau memisahkan diri dari mempelajari pengetahuan umum dan agama. Kemudian, Ahmad Dahlan berupaya mencari solusi dengan mendirikan sekolah melalui organisasi Muhammadiyah yang mengkolaborasikan antara pendidikan agama dan pengetahuan umum. Berdasarkan konsep pemikiran Dahlan dalam dunia pendidikan, manusia harus dididik untuk meningkatkan dan mengembangkan diri secara utuh dan penuh, dengan mengintegrasikan dan mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri setiap manusia, dan dengan melndasarkan diri pada ajaran agama Islam. Maka, unsur agama disisipkan dalam pendidikan sebagai sarana pengajaran moral, pemahaman, dan pengamalan Al-Quran.

Dalam konteks pendidikan Islam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologiakan bertolak dari konsep teosentris, oleh karena itu pengembangan ilmu pengetahuandan teknologi tidak bersifat value free, tetapi value bound, sehingga proses penemuan, pencarian dan penelitian dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi merupakanrealisasi dari misi kekhalifahan dan pengabdian manusia kepada Allah untuk mencariridha-Nya di akhirat kelak. Pendidikan Islam diharapkan mampu merubah diri manusia, bukan hanya bersikap mengedepankan pendidikan ulum al-din (ilmu-ilmu agama) saja, tetapi pendidikan Islam juga harus mampu menjawab tantangan zaman. Tujuan pendidikan Islam tidak hanya bertujuan untuk kebahagiaanukhrawi saja, tetapi juga harus bertujuan untuk kebahagiaan duniawi.Pendidikan Islam harus mampu memasukkan IPTEK kedalam kurikulumpendidikannya, sehingga peserta didik mampu menguasai IPTEK sebagai bekal mereka untuk menaungi samudra kehidupan.

Kolaborasi yang tampak dari pendidikan tradisional dan modern terletak pada penggabungan poin dari Tabel 1.2 kedalam 3 kategori, yaitu Input, Instrumental Input, dan Environmental Input. Kategori Input yang terdiri dari status siswa dan peran guru. Pada kategori Instrumental Input terdiri dari kurikulum dan materi. Untuk kategori Environmental Input terdiri dari manajemen pendidikan dan sekolah itu sendiri (dalam hal ini lingkungan sekolah baik dari dalam maupun luar). Ketiga kategori tersebut berkumpul dan membentuk Process yang melibatkan kegiatan pembelajaran di kelas dengan mencapai Output sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran di kelas. Adapun hasil tersebut dapat berupa evaluasi dan refleksi yang dibutuhkan oleh guru, peserta didik, dan juga kurikulum pendidikan untuk menganalisis dan mengetahui kelebihan serta kekurangan, agar dikemudian hari dapat diperbaiki secara seksama.

Kemudian peran penting untuk memadukan sistem pendidikan Islam tradisional dengansistem pendidikan Islam modern melalui proses mengintegrasikan kedua bidang ilmu tersebut baik secara filosofis, kurikulum, metodologi, pengelolaan, bahkan sampai pada departementalnya. Kedua jenis pendidikan Islam (tradisionaldan modern) tetap dibutuhkan. Pendidikan Islam harus menjadi kekuatan (power) yang ampuh untuk menghadapi wacana kehidupan yang lebih krusial. Refleksi pemikiran dan rumusan persoalan pendidikan Islam harus bernafaskan kekinian (up to date).

References

  1. Ali, Mohamad. 2010. Reivensi Pendidikan Muhammadiyah. Jakarta: Al-Wasat Publishing House.
  2. Arief, Dr. Armai. 2002. Pengantar Ilmu Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.
  3. Arifin, H.M. 1991. Ilmu pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdsarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Askara.
  4. Arifin, H.M. 1993. Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum. Jakarta: Bumi Askara.
  5. Arifin, Prof. H. Muzayyin. 2010. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Askara.
  6. Daulay, Haidir Putra. 2007. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan dan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Pernada Media Group.
  7. Djamas, Nurhayati. 2009. Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Grafindo.
  8. Dyah. 2012. Kajian Konsep Pendidikan Karakter Menurut K.H. Ahmad Dahlan dan Ki Hadjar Dewantara. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
  9. Imam Nawawi. 1999. Muqaddimah al-Majmu.Cairo: Maktabah al-Balad alAmin.
  10. Ismail Thoib 2008. Wacana Baru Pendidikan: Meretas Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Genta Press.
  11. Istikomah. 2017. Integrasi Ilmu Sebuah Konsep Pendidikan. Jurnal Tribakti: Jurnal Pemikiran Islam. Jilid 28. Terbitan KPAI.
  12. Istikomah. 2017. Modernisasi Pesantren Menuju Sekolah Unggul. Jurnal Halaqo Vol 2.
  13. I.N Thut, Don Adams. 2005. Educational Patterns in Contemporary Societies (terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  14. Mastuhu. 1999. Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Cetakan. II. Ciputat: Logos Wacana Ilmu.
  15. Muhamad Omar al-Thoumi al-Syaibani. 1982. Min Usus al-Tarbiyah alIslamiyah. Libiya: al-Munsya’ah al-Ammah.
  16. Muhammad Fuad Abdul Baqi. 2001. al-Mu`jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur`an al-Karim, Cairo: Darul Hadith. Mundhir Nadhir, Qoidah I’lal. Surabaya: Al-Hidayah.
  17. Mulkhan, Abdul Munir. 1990. Warisan Intelektual K.H. Ahmad Dahlan dan Amal Muhammadiyah. Yogyakarta: PT. Percetakan Persatuan.
  18. Mulkhan, Abdul Munir. 2010. Kiai Ahmad Dahlan: Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan. Jakarta: Kompas.
  19. Rubrik Bingkai pada suara Muhammadiyah edisi 24/TH. Ke-94. 16-31 Desember 2009.
  20. Sindunata (ed.). 2000. Menggagas Paradigma Baru Pendidikan: Demokratis, Otonomi, Civil Society, Globalisasi. Yogyakarta: Kanisius.
  21. Sukardjo, M., dan Ukim Komardin. 2009. Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  22. Tohirin. 2009. Bimbingan dan Konseling: Tujuan Pendidikan. Depok: Rajagrafindo Persada.
  23. Yusuf Al-Qaradhawi. 1996. Tsaqafatul Daiyah. Cairo: Maktabah Wahbah. Libiya: al-Munsya’ah al-Ammah.