Abstract

Inclusive schools are places for education for children with special needs who have the same rights as normal children. and learning in inclusive schools is one class without any difference. The purpose of this study was to determine peer assistance in managing students with special needs. The subjects of this study were 23 students at Sawocangkring Elementary School. This type of research is a descriptive qualitative method with an interactive approach. The results of this study are peers have a very important function in the development of attitudes, skills, socializing and peers can be used as peer tutors for children with special needs in explaining the material and accompany during breaks and other activities.

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan peranan yang sangat penting bagi semua orang dan bagi bangsa Indonesia untuk memajukan dan mengambangkan sumber daya manusia. Dalam pendidikan tidak adanya perbedaan bagi yang belajar didalamnya baik normal atau memiliki kebutuhan khusus. Tujuan bangsa Indonesia tercantum dalam pembukaan undang-undand dasar 1945 yang berbunyi “ . . . , mencerdaskan kehidupan bangsa , . . .”. tercapainya tujuan tersebut yakni melalui pendidikan. Dengan adanya pendidikan bangsa Indonesia dan generasi penerus bangasa dapat mengetahui pengetahuan yang baru dan mengembangkannya.

Pendidikan merupakan sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memeroleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Semua orang berhak atas pendidikan tanpa terkecuali dan tanpa adanya perbedaan kondisi fisik, mental, dan kecerdesan. Seperti anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus berhak mendapat pendidikan yang layak seperti pendidikan anak normal. Kurangnya perhatian terhadap anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus pada pendidikan dan lingkungan masyarakat mengakibatkan anak-anak tersebut merasa tidak mampu dan berbeda dengan anak normal dalam menerima pendidikan.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 berbunyi : “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan warga negara yang memiliki kelainan fisik emosional mental intelektual dan/fisik sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Maka dari itu anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti keterbelakangan fisik, maupun mental mempunyai hak yang sama untu memperoleh pendidikan di sekolah regular. Sekolah regular yang menangani tersebut yakni sekolah inklusi. Dalam Undang-undang Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Iklusif bagi peserta didik pasal 1 “ Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.”

Pendidikan inklusif sebagai wadah ideal yang diharapkan dapat mengakomodasikan pendidikan bagi semua ( education for all ), terutama anak-anak yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus selama ini masih belum terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan layaknya seperti anak-anak lain. Pendidikan inklusif memiliki empat karakteristik makna, yaitu: (1) Pendidikan inklusif adalah proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara merespon keragaman individu anak, (2) Pendidikan inklusif berarti memperoleh cara-cara untuk mengatasi hambatan-hambatan anak dalam belajar, (3) Pendidikan inklusif membawa makna bahwa anak mendapat kesempatan untuk hadir ( di sekolah ), berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya, dan (4) Pendidikan inklusif diperuntukkan bagi anak-anak yang tergolong marginal, eksklusif, dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.

Proses pembelajaran pada sekolah inklusi tidak jauh berbeda dengan pembelajaran pada sekolah pada umumnya. Semua anak regular dan anak yang berkebutuhan khusus semua belajar dalam satu kelas bersama-sama dan dengan guru yang sama. Anak berkebutuhan khusus menerima pembelajaran yang sama dengan anak regular dan tugas yang hampir sama yang harus dikerjakan oleh anak berkebutuhan khusus. Namun, di waktu dan hal-hal tertentu mereka dibedakan dengan anak regular seperti jumlah materi yang diberikan dan pada saat penilaian akhir. Anak berkebutuhan khusus memiliki guru pendamping didalam kelas yang bertugas mendampingi dan menjelaskan ulang materi yang belum dimengerti.

Terkadang anak yang berkebutuhan khusus disaat pembelajaran dan istirahat mereka cenderung menyendiri tidak bergabung dengan yang lainnya. Kadang jugu berlalian dan mengomel sendiri entah apa yang dibicarakan khususnya pada anak autis. Tak jarang juga mereka hanya diam dan duduk didalam kelas tanpa melakukan apapun bahkan anak berkebutuhan khusus hanya bermain dengan orang tua dan guru pendampingnya saja. Sedangkan teman-teman mereka yang lainnya khsusnya anak regular bermain dan melakukan hal-hal yang bersifat kelompok dengan teman lainnya. Namun, ada beberapa anak yang tidak nyaman akan kehadiran anak berkebutuhan khsusus seperti, tingkah laku yang tidak sesuai. Hal tersebut dapat membuat anak berkebutuhan khusus merasa minder dan tidak bias bersosialisasi dengan baik.

Sekolah yang menerima anak berkebutuhan khusus atau sekolah inklusi harus mampu membantu anak-anak tersebut untuk bersosialisasi dengan teman sebaya dan lingkungan sekitar. Semua pihak sekolah baik guru ataupun staf lainnya bukan hanya guru pendamping juga ikut mengawasi mereka pada waktu istirahat sehingga anak-anak berkebutuhan khusus mampu membaur dan bersosialisasi dengan teman sebayanya. Pengawasan disini buka berarti sepenuhnya pihak sekolah selalu berada dilapangan tetapi guru bias menggunakan murid-murid untuk melakukan pendekatan dengan anak-anak berkebutuhan khusus sehingga terjadi interaksi dan bersosialisasi dengan baik.

Keberadaan anak berkebutuhan khusus di sekolah regular menuntut mereka untuk memiliki keterampilan dibidang lain yang dibantu oleh guru pendamping mereka. Keterampilan yang mendukung anak berkebutuhan khusus untuk kesuksesan kedepannya dan dilingkungan sekolah, salah satunya sosialisasi dengan teman sebaya yang berupa penerimaan atau penolakan teman sebaya. Penerimaan teman sebaya sangat penting bagi anak berkebutuhan khusus karena dapat mempengaruhi perkembangan dan pola piker anak tersebut. Teman sebaya dapat menjadi mentor dan dapat mempengaruhi sikap dan dalam bersosialisai. Keberadaan teman sebaya dapat bertindak sebagai tutor sebaya, tutor sebaya adalah murid yang ditunjuk sebagai pembantu membimbing temannya yang mengalami kesulitan dalam belajar, karena hubungan teman dengan teman pada umumnya lebih dekat dibandingkan hubungan antara guru dengan murid.

Teman sebaya juga dapat mendukung pendidikan inklusif seperti, peningkatan menerima keragaman, komunikasi, keterampilan sosial, termasuk penyesuaian diri murid anak berkebutuhan khsusus dengan murid regular lainnya . Dukungan dari teman sebaya dapat menguatkan peningkatan penyesuaian diri anak berkebetuhan khusus dalam bersosialisasi dan mengembangkan diri. Teman sebaya dapat pula membantu merubah perkembangan anak berkebutuhan khusus baik dari sikap, tingkah laku, dan cara berfikir. Dengan adanya teman sebaya guru pendamping tidak akan kesulitan mengontrol perkembangan anak berkebutuhan khusus.

Lingkungan SDN Sawocangkring juga terdapat berbagai macam kemampuan belajar murid dan pemahaman dalam proses pembelajaran. Ada murid yang lamban maupun cepat dalam menerima dan memahami materi yang disampaikan, ada murid yang memiliki keterbelakangan fisik seperti cacat, tunarungu, tunawicara, dan lain-lain, serta ada murid yang memiliki keterlambatan fisik dan mental dalam berkembang. Sehingga untuk masalah ini salah satu upaya untuk mengatasinya adalah dengan pelaksaan pendidikan inklusi.

Tujuan diadakan Pendidikan Inklusif di SDN Sawocangkring adalah untuk mengatasi masalah kesulitan belajar murid yang memiliki keterbatasan dan kelainan dapat belajar bersama dengan anak lain atau anak normal seusia mereka sepanjang hari dikelas regular dengan menggunakan kurikulum yang sama. Dan dengan adanya pendidikan inklusi ini dapat mewujudkan pendidikan untuk semua tanpa kecuali.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan penelitian adalah penelitian kualitatif metode deskriptif dengan pendekatan interaktif, yakni peneliti berinteraksi secara langsung dengan subjek penelitian Penelitian Lokasi. Dengan cara mendiskripsikan kondisi lapangan dan kenyataan secara benar, disusun menggunakan kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan data dan analisis data yang relevan dengan kancah penelitian.

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Sawocangkring. Subyek penelitian dipilih berdasarkan tujuan penelitian dari peneliti. Pengambilan sampel dengan cara purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dari sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pengambilan sampel dengan cara tersebut memiliki alasan-alasan tertentu dan pertimbangan yang telah diambil oleh peneliti. Subyek penelitian ini meliputi : Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru Agama, Guru pendamping khusus inklusi, 1 orang tua murid, dan 1 murid SDN Sawocangkring.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi dilakukan dengan melihat langsung keadaan, kondisi, dan fenomena yang ada di SDN Sawocangkring. Kemudian melakukan wawancara terstruktur ke beberapa sampel penelitian yang telah ditentukan untuk menggali dan mendapatkan informasi sesuai tujuan peneliti. Dokumentasi yang dilakukan peneliti adalah dokumentasi tertulis maupun tidak tertulis untuk melengkapi data-data yang ada.

Analisis data yakni dengan cara (1) reduksi data dengan peneliti harus mendapatkan wawasan dan informasi untuk mencapai tujuan, (2) penyajian data : data yang telah didapat disusun dengan menggunakan diagram, table yang kemudian dideskripsikan menggunakan kata-kata, (3) verivikasi data yakni kesimpulan sementara yang bersifat sementara kemudian di cocokkan dengan data yang didapat sehingga dapat dilakukan penarikan kesimpulan dari penelitian tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen pendidikan inklusi yang ada di SDN Sawocangkring Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi sekolah yang pelaksanakan progam pendidikan inklusi di SDN Sawocangkring. Penelitian dimulai dari proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan. Berbagai latar belakang dan kemungkinan yang didapat dari observasi, wawancara, dan dokumentasi yang akan diketahui keberlangsungan pelaksanaan progam pendidikan inklusi di SDN Sawocangkring.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa SDN Sawocangkring menjadi sekolah rujukan pendidikan inklusi merupakan penunjukan langsung dari dinas pendidikan provinsi Jawa Timur pada tahun 2009. Selain itu kurang diperhatikannya anak yang memiliki kebutuhan khusus dilingkungan sekitar sekolah dan tujuan pendidikan untuk semua. SDN Sawocangkring ditunjuk oleh dinas pendidikan provinsi Jawa Timur sebagai sekolah rujukan dengan progam pendidikan inklusi di kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Sesuai dengan permendiknas No.70 Tahun 2009 pasal 4 yang berisi “pemerintah kabupaten/kota menunjuk minimal satu sekolah dasar, dan satu sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan satu satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi yang wajib menerima peserta didik berkebutuhan khusus”.

Sekolah mendapatkan manfaat dan apresiasi dari masyarakat khususnya orang tua anak berkebutuhan khusus. Sehingga SDN Sawocangkring memiliki jumlah murid berkebutuhan khusus yang dimiliki SDN Sawocangkring adalah 32 murid dengan berbagai macam jenis anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus yang terdapat di SDN Sawocangkring meliputi 1 tuna rungu, 12 tuna grahita, 1 tuna daksa, 8 slow lener, 1 kesulitan belajar, 1 hiper dan 8 autis.

Dari hasil penelitian yang didapat adalah anak berkebutuhan khusus memiliki kebiasaan yang berbeda dengan anak regular. Sering kali anak berkebutuhan khusus menyendiri didalam kelas hanya bermain dan bersosialisasi dengan guru pendamping. Mereka tidak bermain dan keluar kelas dengan teman sebaya mereka saat jam istirahat. Dan saat proses pembelajaran pun mereka bermain sendiri dan masuk kelas jika guru pendamping ada disamping mereka. Selain itu, anak reguler merasa terganggu dengan adanya anak berkebutuhan khusus dan mereka tidak menerima keondisi teman sekelas. Tak jarang awal masuk sekolah mereka mengolok-olok anak yang memeiliki kebutuhan khusus mengatakan bahwa mereka berbeda dan tidak nyaman jika belajar sekelas. Tak hanya murid yang sulit untuk menerima anak berkebutuhan khusus namun wali murid pun juga demikian awalnya tidak ingin anaknya satu kelas dengan anak berkebutuhan khusus dengan alas an tidak nyaman dalam proses pembelajaran, dan lain sebagainya. Tak mudah bagi sekolah inklusi menjalankan itu semua dan menerapkan proses pembelajaran yang nyaman dan efektif.

Pihak sekolah sering halnya melakukan sosialisasi kepada murid dan wali murid akan keberadaan murid berkebutuhan khusus disekolah SDN Sawocangkring tersebut. Pihak sekolah menjelaskan bahwa meraka sama dengan murid reguler yang berhak menerima pendidikan dimanapun secara layak dan berhak bersosialisasi dengan murid reguler. Anak berkebutuhan khusus memiliki kelebihan dan bakat yang berbeda dari murid reguler, mungkin anak berkebutuhan khsusu sedikit mengalami keterbatasan dan keterlambatan dalam menerima materi. Berbagai upaya dan sosialisasi dilakukan pihak sekolah bukan hanya sekali namun ada beberapa kali. Selain dengan sosialisasi pihak sekolah menunjukkan bakat dan kelebihan anak berkebutuhan khusus di acara-acara wali murid dengan tujuan bahwa anak berkebutuhan khusus juga memiliki bakat dan kelebihan yang sama dengan murid reguler. Seperti, menampilakn music, seni tari, hafalan surat pendek, dan pidato bahasa inggris yang diisi oleh anak berkebutuhan khusus.

Strategi lain yang ditawarkan sekolah inklusi SDN Sawocangkring adalah proses pembelajaran dan pendampingan yang dapat dilakukan oleh teman sebaya. Dengan melakukan sosialisasi melalui murid dan orang tua akan-pekenalan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus adalah sama layaknya anak normal namun mereka sedikit memiliki keunikan. Namun mereka memiliki beberapa kelebihan di lain bidang misalnya mereka mampu bermain musik.

Proses pembelajaran yang berlangsung pada sekolah inklusi adalah penggabungan murid berkebutuhan khusus dengan murid reguler menjadi satu kelas. Mereka mendapat materi yang sama dan tugas yang hampir sama. Jika murid reguler ada tambahan jam belajar maka anak berkebutuhan khusus pun menerima hal yang sama. Adanya belajar kelompok dan tugas kelompok yang dilakukan guru kelas dengan tanpa membedakan mereka. Guru kelas dituntut untuk lebih kreatif dalam menyampaikan materi agar mereka tidak jenuh dalam menerima. Namun, yang membedakan saat pembelajaran adalah anak berkebutuhan khusus memiliki guru pendamping yang berfungsi untuk menjelaskan kembali materi yang diajarkan dikelas kepada anak tersebut dengan cara yang sangat sederhana sehingga anak berkebutuhan khusus mampu menerima materi yang disampaikan dikelas. Dan saat penilaian akhir yang membuat soal adalah guru pendamping dengan kisi-kisi yang telah ditentukan oleh guru kelas dengan model soal yang lebih sederhana. Selain itu guru sidu juga bertugas mencatat perkembangan murid yang didampinginya dan melaporkan kepada orang tua akan perkembangan putra atau putrinya.

Seperti halnya penelitian terdahulu oleh Agung Nugroho, Lea Mareza model proses belajar inklusi dikelas murid normal digabung dengan murid berkebutuhan khusus dalam menerima pelajaran serta model individual yaitu dengan memberikan bimbingan individual dan jam belajar tambahan. Strategi guru dalam pembelajaran inklusi diantaranya mengatur posisi tempat duduk serta menggunakan metode yang menjadikan siswa aktif di kelas. Guru juga melakukan semacam games/permaianan dan juga menyanyi agar siswa tidak merasa jenuh .

Selain itu penggunaan teman sebaya memiliki peran fungsi yang sangat penting karena keseharian anak berkebutuhan khusus bermain dan belajar di dalam kelas yang sama dengan anak regular. Walau awalnya anak regular terganggu dan menolak kehadiran anak-anak yang tidak selaras dengan mereka. Namun lama-lama mereka menerima akan kehadiran teman yang memeiliki kebutuhan khusus dengan adanya sosialisasi yang diadakan oleh pihak sekolah. Teman sebaya dapat mengajak anak-anak berkebutuhan khusus untuk bermain bersama dan mengantarkan ketika mereka ingin membeli ataupun ke kamar mandi. Dengan adanya teman sebaya anak berkebutuhan khusus merasa dihargai dan tidak bergantung pada guru pendamping. Teman sebaya mampu meningkatkan cara berfikir , bersikap, dan bersosialisasi dengan baik.

Teman sebaya juga akan mendukung pendidikan inklusif seperti, peningkatkan menerima keragaman, komunikasi, keterampilan sosial, termasuk penyesuaian diri murid tunarungu (Bond & Castagnera, 2006). Alasan dukungan sosial teman merupakan faktor penting, tertera pada penelitian Miller and Miller (dalam Bond & Castagnera, 2006) menemukan bahwa dengan adanya teman untuk mendukung anak dengan disabilitas dapat dijadikan sebagai intervensi dengan cara memotivasi mereka untuk belajar, juga bermanfaat bagi murid tunarungu beserta temannya, lingkungan sosial, dan pendidikan.

Teman sebaya mampu mempengaruhi anak berkebutuhan khusus melalui respon. Dengan adanya respon yang diberikan teman sebaya akan mudah diterima oleh anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus menangkap respon teman sebaya lebih cepat karena mereka ingin seperti mereka serta teman sebaya memberikan respon pada saat bermain bersama. Sehingga perkembangan anak tersebut lebih cepat. Karena anak berkebutuhan khusus memiliki kedekatan yang baik dengan murid reguler dan mereka nyaman dengan temannya karena seusia.

“Adanya hubungan yang signifikan antara dukungan sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri siswa tunarungu di sekolah inklusif. Hubungan antara keduanya adalah hubungan positif yang artinya semakin tinggi dukungan sosial teman sebaya akan semakin tinggi pula penyesuaian diri siswa tunarungu di sekolah inklusif.”

Pendampingan teman sebaya dapat dilakukan pada saat pembelajaran dikelas dengan menyatukan proses belajar mengajar dan memberi kesempatan teman sebaya untuk menjelaskan materi yang telah diajarkan oleh guru. Selain pada saat pembelajaran teman sebaya membantu anak kebutuhan khusus untuk mengantar pergi ke kamar mandi, ke kantin, dan menemaninya saat bermain atau mengajaknya bermain bersama. Pada proses pembelajaran mereka menerima materi yang sama dari guru kelas. Dan guru saat proses pembelajaran dan mengerjakan tugas membentuk kelompok yang dimana kelompok tersebut adanya anak berkebutuhan khusus dan reguler disinilah mereka murid reguler menjelaskan materi yang tidak dimengerti oleh anak berkebutuhan khsus. Murid reguler memahami temannya yang memiliki kebutuhan khusus. Disini mereka mengajak interaksi satu sama lain, saling bertanya, dan saling menjelaskan kepada temannya. Kasih saying dan perhatian yang diberikan teman sebayanya mampu meningkatkan perkembangan pada anak berkebutuhan khusus.

Teman sebaya juga dapat sebagai tutor sebaya dalam pembelajaran. Tutor sebaya merupakan murid yang telah ditunjuk oleh guru kelas dan mampu menjadi mentor kepada anak berkebutuhan khusus mengenai materi yang telah diajarkan dalam kelas. Selain itu, juga dibantu oleh guru pendamping. Tutor sebaya mampu membimbing anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan belajar dan tidak mengerti apa yang dijelaskan oleh guru kelas. Karena hubungan dan interaksi social teman dengan teman lebih dekat daripada hubungan dengan guru. Maka dari itu tutor sebaya dapat meningkatkan pemahaman dan perkembangan anak berkebutuhan khusus.

Sekolah inklusi telah memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar mengenal teman yang sebaya, tidak hanya sesama anak berkebutuhan khusus, serta berpotensi untuk memberikan dukungan sosial sehingga kompetensi sosial termasuk kemampuan penyesuaian diri akan berkembang dan memiliki sosialisasi yang baik terhadap orang lain dan lingkungan sekitar. Dukungan teman sebaya dan penjelasan materi dengan teman sebaya sangat berpengaruh pada perkembangan anak berkebutuhan khusus.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Teman sebaya memiliki fungsi yang sangat penting dalam perkembangan sikap, keterampilan, bersosialisasi anak berkebutuhan khusus. Karena teman sebaya mampu meningkatkan interaksi yang seimbang dan membuat nyaman anak berkebutuhan khusus. 2) Anak berkebutuhan khusus dengan mudah menerima respon dari teman sebaya karena keseharian mereka belajar dikelas bersama murid reguler atau anak normal. 3) Teman sebaya mampu dijadikan tutor bagi anak berkebutuhan khusus dalam menjelaskan materi pada saat pembelajaran kelompok dan tugas kelompok yang dimana tutor sebaya tersebut mampu dalam melaksanakannya. Sehingga perkembangan cara berfikir, keterampilan, pemahaman, kemampuan belajar dapat meningkan dan berkembang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan artikel ini dengan baik. Tak lupa pula peneliti menyampaikan terima kasih kepada : 1) Kedua Orang Tua yang memberikan do’a, dukungan, serta semangat. 2) Teman-teman yang selalu memberikan semangat dan motivasi, 3) Dr. Adi Bandono, M.pd dan Dr, Budi Haryanto, M.Pd atas bimbingan yang diberikan.

References

  1. Agung Nugroho, L. M. (2016). MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSI. Jurnal Pendidikan Dasar PerKhasa , 155.
  2. Ayu Ermayuni, F. (2019). Peranan Teman Sebaya dalam Orientasi dan Mobilitas Lingkungan Sekolah pada Siswa Tunanetra di SMKN 7 Padang. JUPPEKhu, 190.
  3. Garnida, D. D. (2015). Pengantar Pendidikan Inklusif. Bandung: Refika Aditama.
  4. Hasan, S. A. (2014). Hubungan antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Penyesuaian Diri Siswa Tunarungu di Sekolah Inklusi. Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 130.
  5. RI, U. (2003). UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan NAsional. Jakarta: Cemerlang.
  6. Sugiyono. (2014). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA.
  7. Syah, M. (2010). Psikologi Pendidikan. Bandung.
  8. UU. (2009). UU nomor 70 TAhun 2009 tentang Pendidikan Inklusi Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.