Abstract
Santri leadership patterns (people studying the teachings of Islam in Islamic boarding schools) in organizing are essential. The effectiveness of the activities of a pesantren related to santri is very much determined from the leadership pattern of the santri in the existing organization at the pesantren. So this study aims to determine the leadership style of students in a good pattern. Leadership is an attempt by someone to recognize and motivate their members to carry out a process to achieve the goals carried in a group or organization. The leader is functioned to formulate structural objectives and processes, ensure the integrity of the members, solve joint problems and follow up on the results of the evaluation. The organization itself is a unity of several people formed to achieve certain goals together. Organizational success depends on 4 things: (1) Planning, (2) Arrangement, (3) Reporting and (4) Supervision. This study uses a qualitative method that is collecting data in the form of words and understanding of the observations. This type of research is descriptive, the research serves to describe the pattern of leadership of students in organizing in the Islamic Union Islamic School (PERSIS) Bangil. From the results of the study, the santri leadership pattern in organizing in the PERSIS pesantren is a democratic leadership pattern, namely leadership that makes members as a team, deliberates on decisions and conveys work tasks in control and supervision. And this democratic leadership is oriented to faith and piety, good character and role models from the Prophet Muhammad.
PENDAHULUAN
Pesantren adalah lembaga pendidikan yang berpusat pada pendalaman dan pengembangan ilmu agama Islam, lebih menekankan penerapan nilai-nilai, moral dan akhlakul karimah serta menjadi ujung tombak baik tidaknya suatu generasi di zaman yang penuh dengan fitnah ini. Kehidupan pesantren bisa dilihat pada apa yang dilakukan santri, dan diharapkan dari proses kegiatan santri yang berlangsung itu bisa berorientasi pada pencapaian dari visi dan misi yang telah disepakati bersama oleh pihak pesantren.
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa santri adalah salah satu kumponen yang sangat penting bagi lembaga pesantren, bahkan ia menjadi salah satu syarat agar suatu lebaga bisa dianggap sebagai pesantren, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2014 pasal 3 yang berbunyi “memiliki santri mukim paling sedikit 300 (tiga ratus) orang yang belum mengikuti layanan pendidikan formal atau program paket A, paket B, dan paket C.”
Maka keberadaan serta kegiatan santri begitu menentukan apakah program pesantren berjalan sebagaimana mestinya atau tidak, sebagaimana yang berlangsung di pesantren Persatuan Islan (PERSIS) Bangil, dan bisa dikatakan hampir 60% program pesantren dijalankan dan dikelola oleh santri, agar bisa dijalankan dan dikelola dengan baik, pihak pesantren mengembankan amanat kepengurusan kegiatan kesantrian pada santri dalam organisasi yang bernama P3P (Persatuan Pelajar Pesantren PERSIS) yang terstruktur dengan pemimpin dan jajarannya.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kepemimpinan santri dalam berorganisai agar bisa melengkapi yang kurang dan memperbaiki yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang sudah dirumuskan dan diharapkan di kemudian hari jiwa kepemimpinan santri lebih baik dan agenda serta kegiatan santri lebih terstruktur dan terarah yang pada akhirnya terciptanya hasil yang memuaskan dari proses yang efektif dan efesien.
METODE
Secara singkat, metode penelitian adalah teknik yang digunakan dalam penelitian seperti survey, wawancara dan observasi (Raco, 2010). Dalam pandangan (Sugiyono, 2013) metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut (Sukmadinata, 2009) penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi dan orang secara individual maupun kelompok.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis deskriptif dengan melakukan pengumpulan data di Pesantren Persatuan Islam (PERSIS) Bangil untuk memberikan gambaran umum tentang pola kepemimpinan santri dalam berorganisasi yang disebut P3P (Persatuan Pelajar Pesantren PERSIS).
Dalam suatu kesempatan, (Sugiyono, 2016) menyampaikan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih. Dalam penelitian ini maka akan dapat dibangun suatu teori yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala.
Dengan demikian penelitian ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan nilai-nilai dari data yang dihimpun dari pengamatan di pesantren PERSIS Bangil, lalu menganalisa pola kepemimpinan santri dalam berorganisasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa pola adalah corak, model atau system yang mengatur kenyataan dalam suatu susunan yang logis. Menurut (Suparman, 2019), pola merupakan “desain” yang menjadi acuan dalam melakukan tindakan atau pekerjaan.
Kepemimpinan adalah Usaha seseorang untuk memotivasi orang lain dalam suatu hubungan antar manusia dalam rangka pencapaian tujuan yang telah disepakati (Ricky dan Ronald, 2002).
Pada pemahaman yang lain, William dan Joseph memaparkan, sebagaimana dikutip (Wijono, 2018) bahwa kepemimpinan adalah suatu usaha merealisasikan tujuan organisasi dengan memadukan kebutuhan para pengikutnya untuk terus berkembang sesuai dengan tujuan organisasi.
Dari pemaparan diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan yang simple bahwa kepemimpinan adalah usaha seorang pemimpin dalam mewujudkan tujuan individu dan tujuan kelompok atau organisasi.
Adapun pemimpin, mengacu pada seseorang (individu yang bersangkutuan), sedangkan kepemimpinan lebih memusatkan pada personal dari seorang pemimpin baik sifatnya, karakternya, tingkah laku dan lain sebagainya.
Diantara hal penting tentang kepemimpinan adalah mengetahui apa fungsi pemimpin dalam organisasi. Ada banyak sekali pemaparan yang disajikan oleh para ahli sesuai dengan pendekatan yang dipakai dalam mendiskripsikan fungsi pemimpin dalam sebuah organisasi.
Dalam pandangan Covey yang dikutip (Yuliani, 2002) menyebutkan fungsi pempimpin dalan kelompok atau organisasi (berkaitan dengan industri) ada tiga: (1) Pencarian alur (pathfinfing), menghimpun visi dan nilai dalam system yang mengandung kebutuhan konsumen dengan merencakan langkah-langkah yang strategis, yang biasa disebut “jalur strategi” (strategic pathway). (2) Penyelarasan (aligning), usaha yang dilakukan pemimpin untuk memastikan bawa sistem, struktur dan opasional kelompok atau organisasi berdiri di atas upaya untuk berhasil mencapai visi dan misi dalam melayani apa yang dibutuhkan konsumen dan pemegang saham yang terlibat. (3) Pemberdayaan (empowerment), motivasi yang bergerak dalam diri individu kelompok atau organisasi untuk mengembangkan bakat, kecerdasan dan kretifitas agar bisa melakukan apa saja, dan tegar pendirian di atas prinsip-prinsip yang telah disepakati guna sampai pada pencapaian nilai, visi dan misi bersama dalam memenuhi kebutuhan konsumen dan pemegang saham yang terlibat.
Adapun yang dipaparkan (Siagian, 1999), menurutnya ada lima fungsi pemimpin yang secara singkat bisa disebutkan sebagai berkut: (1) Pemimpin adalah orang yang menentukan arah yang akan digunakan sebagai usaha yang ditempuh dalam pencapaian tujuan. (2) Memilih wakil dan juru bicara sebagai orang yang menjalin hubungan dengan pihak-pihak di luar organisasi. (3) Pemimpinan menempatkan dirinya sebagai komunikator yang efektif. (4) Pemimpin menjadikan dirinya sebagai mediator yang ahli dan mumpuni dalam penanganan situasi konflik, baik internal maupun eksternal. (5) Pemimpinan selaku integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral.
Lain halnya dengan (Lassey, 1976) dalam bukunya yang berjudul Leadership and Social Change, memaparkan dua macam fungsi kepemimpinan, yaitu:
(1) Fungsi menjalankan tugas. Fungsi ini bertujuan dalam usaha pencapaian tujuan yang telah disepakati. Hal-hal yang bisa digolongkan dalam fungsi ini adalah: (a) Kegiatan yang bersifat inisiatif, seperti mengusulkan jalan kluar dari permasalahan, meberi saran sebagai gagasab-gagasan baru dan sebagainya. (b) Mencari informasi, baik yang bertujuan untuk klasifikasi terhadap usulan-usulan atau sekedar tambahan pengetahuan yang diperlukan. (c) Menyampaikan informasi atau data yang berhbungan dengan pengalaman pribadinya ketika menghadapi problem yang semisal. (d) Mengutarakan penilaian atau pendapat atas usulan-usulan yang diterima. (e) Menyampaikan penjelasan tentang contoh-contoh yang dengannya mampu mengembangkan pemahaman. (f) Menjelaskan kaitan antara berbagai usulan atau gagasan dan berusaha menyampaikan saran rangkuman usulan atau gagasan menjadi satu kesatuan. Lalu mengungkap ulang gagasan tersebut setelah melalui diskusi dalam kelompok. (g) Menguji gagasan tersebut apakah bisa terealisasikan atau tidak dan menyimpulkan keputusan-keputusan yang akan dilaksanakan. (h) Melakukan perbandingan antar keputusan kelompok melalui standar yang telah dirumuskan dan melaksanakan pengukuran implementasinya apakah sesuai dengan yang ditujuan atau tidak. (i) Mencari faktor-faktor yang bisa menimbulkan kesulitan, mempersiapkan tindakan yang diperlukan dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi guna mencapai perbaikan yang diinginkan.
(2) Fungsi pemeliharaan. Fungsi ini bertujuan dalam usaha memenuhi kepuasan melalui pemeliharaan atau pengembangan kelangsungan hidup individu dalam kelompok. Hal-hal yang bisa digolongkan dalam fungsi ini adalah: (a) Berperilaku yang tanggap, ramah dan hangat terhadap orang lain, senang hati memuji orang lain atau mengapreasi idenya, serta mampu menerima sumbangan pemikiran orang lain. (b) Mengupayakan pada setiap anggota kelompok agar mampu berbicara dengan waktu yang ditentukan dan anggota yang lain diberi kesempatan untuk mendengar. (c) Merumuskan suatu standar dan menggunakannya untuk memilih isi, prosedur dan proses yang menilai keputusan, dan mengarahkan anggota kelompok untuk menghilangkan keputusan yeng bersebrangan dengan pedoman yang sudah. (d) Menerima ide orang lain dan mengikuti keputusan kelompok dengan menempatkan diri sebagai pendengar ketika kelompok melakukan diskusi dan mengambil keputusan. (e) Menyampaikan jalan keluar dari sebuah permasalahan ketika terjadi perbedaan pendapat antar anggota kelompok dan menempatkan diri sebagai penengah.
Selain dari ketiga pendapat di atas, pada kesempatan lain ada juga yang mengemukakan bahwa fungsi dari kepemimpinan adalah menciptakan system untuk mencapai tujuan, mengamankan dan mempertahankan integritas organisasi serta mengkondisikan konflik yang terjadi untuk menciptakan keputusan dan tindakan yang disepakati bersama.
Robinson dalam (Ginting, 2015). Para ahli mengemukakan bahwa peranan yang perlu ditampilkan pemimpin adalah: (1) Sebagai seorang kepala yang mencetuskan ide. (2) Memberi informasi. (3) Menciptakan rencana. (4) Memberi sugesti. (5) Mengaktifkan anggota. (6) Mengawasi kegiatan. (7) Menyemangati anggota untuk mencapai tujuan. (8) Sebagai katalisator. (9) Mewakili kelompok. (10) Memberi tanggung jawab. (11) Menciptakan rasa aman. (12) Sebagai ahli dalam bidang yang dipimpinnya.
Sebagai pemimpin kelompok, seseorang harus berperan mendorong anggota beraktivitas sambil memberi sugesti dan semangat agar tujuan dapat tercapai. Peranan pemimpin kelompok yang sangat perlu dilaksanakan oleh seorang pemimpin kelompok yaitu: (1) Membantu kelompok dalam mencapai tujuannya. (2) Memungkinkan para anggota memenuhi kebutuhannya. (3) Mewujudkan nilai kelompok. (4) Merupakan pilihan para anggota kelompok untuk mewakili pendapat mereka dalam interaksi dengan pemimpin kelompok lain. (5) Merupakan seorang fasilitator yang dapat menyelesaikan konflik.
Secara garis besar dari semua pemaparan di atas, fungsi pemimpin dalam organisasi adalah, merumuskan struktural tujuan dan proses, memastikan integritas para anggota, menyelesaikan masalah bersama dan menindak lanjuti hasil evaluasi.
Kesuksesan sebuah organisasi juga bergantung pada gaya pemimpin dalam menjalankan fungsinya. Tidak sedikit dari para ahli yang menyampaikan pandangan mereka tentang gaya kepemimpinan yang kemudian dijadikan pola oelh seorang pemimpin. Namun secara umum, ada 3 gaya kepemimpinan jika dilihat dari sudut pandang terjadinya hubungan komunikasi (interkasi) dari pemimpin kepada para anggotanya di organisai, sebagai yang dikemukakan (Kartini, 1998):
Gaya pertama adalah Kepemimpinan Otoriter (Authoritarian), yaitu kepemimpinan yang memusatkan pengambilan keputusan dan kebijaksanaan dari sang pemimpin secara penuh dan sepihak, tanpa melibatkan para anggotanya. Kepemimpinan ini cenderung memaksa ketika menggerakkan para anggotanya, sangat tidak diperkenankan adanya sanggahan atau saran dari mereka, dan mereka diwajibkan setia dan patuh secara mutlak. Kelebihan dari gaya kepemimpinan ini adalah cepat dalam pengambilan keputusan dan bersifat tegas serta dapat melakukan pengawasan dengan mudah. Kekurangannya adalah keadaan menjadi kaku dan mencekam, menimbulkan permusuhan dan minimnya kretifitas.
Dan gaya yang kedua adalah Kepemimpinan Demokratis (Democratic), yaitu kepemimpinan yang melibatkan para anggota dalam menciptakan kebijakan, pemimpin menjadikan para anggotanya sebagai tim, menghargai setiap saran dan ide yang disampaikan dan menyampaikan informasi tentang tanggung jawab dan tugas anggotanya. Kelebihan dari gaya kepemimpinan ini adalah suasa yang harmonis, anggota merasa dihargai dan dihormati serta tingganya kreatifitas. Kekurangannya adalah lamanya pengambilan keputusan, tidak mudah melakukan pengawasan dan memicu konflik jika keputusan tidak sesuai.
Adapun yang ketiga adalah Kepemimpinan bebas (Laissez Faire), yaitu kepemimpinan yang secara zhahir tidak memberikan perintah dan instruksi, memberikan kebebasan kepada anggotanya untuk menentukan tujuan dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi, pemimpin tidak melakukan control dan bahkan arah organisasi tidak lagi berjalan diatas keputusan pemimpin melainkan ditentukan oleh anggotanya. Kelebihan dari gaya kepemimpinan ini adalah dapat menimbulkan kemandirian anggotanya, dan anggota tidak merasa tertekan serta pemimpin tidak banya mendominasi. Kekurangannya adalah tidak adanya pengawasan, kekacauan meudah terjadi dan tujuan organisasi yang sulit tercapai.
Secara bahasa ada yang mengatakan santri berasal dari kata “cantrik” dengan makna seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemanapun guru ini pergi menetap (Yasmadi, 2005). Adapun secara bahasa (Wikipedia, 2019) menyebutkan santri secara umum adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai.
Menurut (Gibson, dkk, 1987) menyebutkan bahwa organisasi adalah kesatuan yang memungkinkan masyarakat mencapai suatu tujuan yang tidak dapat dicapai individu secara perorangan.
Sedangkan (Mulyadi, 2007) mengungkapkan bahwa organisasi pada hakikatnya adalah sekelompok orang yang memiliki saing ketergantungan satu dengan yang lainnya, yang secara bersama-sama memfokuskan usaha mereka untuk mencapai tujuan tertentu atau menyelesaikan tugas tertentu
Dapat disimpulkan bahwa, “organisasi adalah kesatuan yang terbentuk oleh beberapa orang yang memiliki sedikit atau semua kesamaan tentang latar belakang, identitas, harapan, dan berbagai hal lainnya untuk mencapai tujuan bersama secara bersama-sama” (Duha, 2018).
Disamping itu, organisasi juga memiliki fungsi yang sangat penting agar tetap berada di atas jalur dan sesuai dengan visi atau tujuan yang sudah ada. Secara umum, memiliki tiga fungsi.
Fungsi pertama organisasi adalah mengarahkan dan melakukan pemusatan kinerja anggota dalam kelompok, tentang apa yang wajib dikerjakan dan apa yang terlarang untuk dikerjakan oleh organisasi.
Fungsi kedua adalah meningkatkan keahlian atau skill individu anggota organisasi baik untuk memperoleh sumber daya, dukungan ataupun pencapaian tujuan serta mendapatkan hasil yang lebih baik
Fungsi ketiga adalah menyampaikan pengalaman dan pengetahuan baru kepada invidu anggota organisasi, agar berwawasan lebih dan mampu untuk melakukan perubahan dan pengembangan kepribadian.
Dalam organisasi, ada 4 (empat) hal yang perlu dilakukan agar organisasi tersebut mampu menciptakan sesuatu yang berkualitas: (1) Perencanaan (Planning), diantara hal yang termasuk dalam perencanaan di organisasi adalah merumuskan rencana kegiatan apa yang akan dilakukan serta rancangan agenda dan anggaran yang disusun oleh pengelola organisasi, yang dapat diciptakan melalui rapat-rapat seperti rapat kerja untuk mengetahui kegiatan yang diusung dan rapat anggaran untuk mengetahu berapa dana yang dibutuh dalam melaksanakan kegiatan tersebut. (2) Pengaturan (organizing), diantara hal yang tergolong dalam pengaturan di organisasi adalah penyusunan struktur organisasi, menentukan job description yang jelas dan realistis pada setiap bagian dalam organisasi dan melakukan pendataan dan penataan arsip dan inventaris organisasi. (3) Pelaporan (accounting), yang bertujuan untuk menunjukkan integritas kepengurusan organisasi baik kepada anggota dan bawahannya ataupun ke atasan. Diantara kegiatan yang masuk dalam point ini adalah Laporan Pengembangan Kegiatan (LPK) dan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ). (4) Pengawasan (controling), agar kegiatan yang berlangsung dalam organisasi selalu terarah dan meminimalisir kesalahan. Dalam ruang lingkup yang lebih besar, diantara hal yang termasuk pengawasan adalah adanya badan penjaminan mutu untuk mengarahkan pihak-pihak terkait melakukan evaluasi dan pembenahan.
Kepemimpina santri merupakan unsur yang sangat esensial dalam berorganisasi. Tumbuh kembang organisasi P3P (Persatuan Pelajar Pesantren PERSIS) yang berada di pesantren PERSIS Bangil bergantung pada peran seorang santri terpilih dalam kepemimpinannya. Dari dirinya kebijakan dan kebijaksanaan bermuara.
Hasil penelitian dari metode kualitatif deskriptif yang digunakan mengungkapkan bahwa pola kepemimpinan santri yang berlangsung di organisasi P3P adalah kepemimpinan demokratis. Keorganisasian P3P dimulai dengan dilantiknya santri terpilih sebagai pemimpin, berikut jajarannya setelah melalui rapat yang diadakan oleh dewan formatur yang dibentuk oleh kepemimpinan organisasi yang lama sebelum masajabatan berakhir. Dewan inilah satu-satunya pihak yang berwenang untuk membahas dan menetapkan formasi ataupun struktur kepemimpinan organisasi yang baru, yang kemudian akan dilaporkan kepada pimpinan asrama untuk melakukan pelantikan.
Pola kepemimpinan demokratis di P3P ini terbukti dari diadakannya rapat pleno setelah pelantikan untuk mendiskusikan dan merumuskan rencana kerja dan rencana anggaran untuk setiap seksi atau bagian, dan setiap anggotanya mempunyai hak untuk menyampaikan suara dan ide yang diakui. Sang pemimpin menjadikan dirinya dan anggota kelompok sebagai suatu kesatuan yang saling menopang dalam menempuh proses pencapaian hasil, tidak menjadikan dirinya sebagai satu-satunya orang yang hanya suaranya saja yang didengar, serta tidak mewajibkan secara sepihak terhadap apa yang ia perintahkan kepada para anggota.
Santri terpilih sebagai pemimpin di P3P adalah orang yang dilihat sangat mampu dan pantas mengemban amanah dengan segalah kelebihan yang dimilikinya, begitunya juga jajarannya yang berada di kepengurusan P3P bukanlah orang biasa. Walaupun demikian mereka tetap diarahkan dan diingatkan apa yang harus dilakukan, juga diusahakan agar mereka dapat mengembangkan kemampuan dan lebih bertanggung jawab. Kredibilitas pemimpin P3P terlihat dari perencanaan kegiatan baik program kerja ataupun anggaran, mengatur proses yang berlangusng untuk mencapai tujuan, melakukan pelaporan atas hasil kerja dan anggaran, kemudian diikuti dengan evaluasi dan perbaikan demi perubahan P3P yang lebih baik. Yang semua itu dilakukan dengan melibatkan semua anggota P3P dan pihak lain yang terkait.
Dengan begitu terciptalah berbagai macam kegiatan santri yang terorganisir dengan baik dan hasil yang bermutu, yang membawa ke arah tingginya efektifitas pesantren PERSIS Bangil. Karena ruang lingkupnya pesantren, makanya kepemimpinan demokratis harus dibangun atas dasar iman dan taqwa, mengedepankan akhlakul karimah meneladani sikap dan perilaku Nabi Muhammad SAW, selain sebagai utusan Allah beliau juga sebagai pemimpin.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yang dijadikan pola oleh santri terpilih dalam memimpin organisasi P3P (Persatuan Pelajar Pesantren PERSIS) di Pesantren Perssatuan Islam (PERSIS) Bangil adalah kepemimpinan demokratis, karena setelah mempelajari fungsi pemimpin dan organisasi, pemimpin dan para anggota organisasi dengan mudah berkolaborasi dalam mengemban amanah dari pesantren untuk menyuguhkan kegiatan santri yang terstruktur dengan baik, yang berorientasi pada iman dan taqwa, akhlak yang baik dan suri tauladan dari Nabi Muhammad SAW. Disamping itu gaya kepemimpinan yang sangat tidak disarankan di pesantren PERSIS Bangil, karena tidak mengembangkan kemampuan dan kedewasaan santri, menjauhkan santri dari tanggung jawab dan dapat mematikan kreatifitas santri.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada akhirnya penulis bersyukur pada Allah, zat yang maha pengasih dan penyayang atas limpahan karunia dan nikmatnya yang telah memampukan penulis menyelesaikan penulisan ini walaupun masih jauh dari kata sempurna. Kemudian penulis berterima kasih kepada istri tercinta yang dengan tulusnya membantu dan mendukung penulis, juga mertua yang dengan senang hati membantu pembiayaa, para pembimbing yang tanpa letih menuntun dan mengarahkan penulis untuk lebih baik lagi, teman-teman semuanya yang berada di kelas A1 Madin (madrasah diniyah) yang selalu mengisi hari-hari perkuliahan dengan canda tawa, nasehat-nasehat dan kontribusi yang sangat berarti dalam penulisan ini, dan pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga Allah selalu memberikan kalian semua yang terbaik di dunia ini dan di akhirat nanti, memberkahi kehidupan yang dijalani hingga ditutup dengan husnul khatimah. Amin
References
- Duha, T. (2018). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Deepublish.
- Gibson, J. L. (1987). Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Penerbit Erlangga.
- Ginting, D (2015). Komunikasi Cerdas. Jakarta: Elex media komputindo.
- Https://id.wikipedia.org/wiki/Santri#cite_note-Ferry-2, diakses 23-12-2019 pada 12:10 am.
- Kartini, K. (1998). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT. Grafindo Persada.Lassey, William R. (1976).
- Leadership and Social Change. New York: University Associates, Inc.
- Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Raco (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
- Ricky, G. W. dan Ronald, E. J. (2002). Business. New Jersey: Prentice Hall.Rivai, V. dan Mulyadi, D. (2007).
- Kepemimpinan dan Perliku Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers.
- Siagian, S. P. (1982). Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Jakarta: Gunung Agung.
- Sugiyono (2013). Metode Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
- Sugiyono (2016). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Pusat Bahasa Depdiknas.
- Sukmadinata, N. S. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
- Suparman (2019). Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Guru: Sebuah Pengantar Teoritik. Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia.
- Wijono, S. (2018). Kepemimpinan dalam Perspektif Organisasi. Jakarta: Prenada Media Grup.
- Yasmadi (2005). Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional. Jakarta: Ciputat Press.
- Yuliani, K. (2002). Penilaian Anggota Terhadap Gaya Kepemimpinan dan Dinamika Kelompok (Skripsi Sarjana Pertanian). Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian.