Abstract

This study aims to determine whether there is a relationship between smartphone addiction and a sense of pity among students of Sunan Ampel State Islamic University in Surabaya. Loneliness is the Y variable (the dependent variable), and smartphone addiction is the X variable (the independent variable). Research conducted on Sunan Ampel Surabaya State Islamic University students numbered 35 students in the category of adolescents with the number of 17 men and 18 women, increasing from ± 18 years and over who have smartphones. The data collection method used in this study is a Likert scale system that has been approved into five alternative answers. Data collection tools consist of a dimension of loneliness that was adapted by Gierveld and Tillburg (1990) consisting of 32 items and a smartphone addiction measuring device consisting of 18 items. Data analysis was performed by analyzing the implementation of product moments using the SPSS for windows version 16.0 assistance program. From the results of the analysis of research data obtained the relationship between smartphones and satisfaction with a significance level of p = 0.00, with the price of t = 5.45, this price is greater than t table of 0.361. Thus Ho was rejected and Ha was accepted, meaning there was a significant relationship between smartphone addiction and loneliness. This shows a significant difference to smartphone addiction for students.

Pendahuluan

Pada zaman era globalisasi saat ini, merupakan suatu perubahan zaman yang berkembang pesat, yang dimana teknologi yang berkembang yang semakin canggih. Dalam hal ini, perkembangan juga dialami dalam media massa. Media massa adalah komunikasi kepada khalayak luas dengan menggunakan saluran-saluran komunukasi ini. Walaupun komunikasi massa biasanya merujuk pada surat kabar, video, dan radio. Smartphone atau ponsel cerdas sedang menjadi fenomena yang sangat dahsyat pada beberapa tahun belakangan ini, banyak sekali sekarang yang menawarkan beberapa jenis smartphone. Jika dulu seseorang sudah cukup dengan menelepon atau sms, pada zaman sekarang kedua hal itu tidak bisa lagi mencukupi kebutuhan masyarakat pengguna gadget pada saat ini, terutama pada masyarakat perkotaan.

Pada kalangan remaja, gadget dan ponsel menjadi sesuatu yang melekat erat. Begitu eratnya, sampai-sampai salah seorang psikolog Inggris, Steve Pope, mengatakan mereka itu seperti sakau karena narkoba. Tanpa piranti tersebut mereka serasa seperti orang yang kecanduan yang berujung pada kesepian. Hal ini dia sampaikan karena saat ini dia sedang menangani seorang yang sedang kecanduan smartphone pada tingkat yang akut. Survei yang dilakukan oleh regulator telekomunikasi Ofcom memperlihatkan, remaja di Inggris yang masuk kategori umur 12 sampai 15 tahun sebagian besar sudah memililki ponsel cerdas.

Dengan tingkat presentase perbandingan, 58 persen adalah pengguna remaja putra dan 42 persen merupakan remaja putri. Banyak dari mereka yang mengambil bagian dalam survei Ofcom itu mengaku terobsesi dengan smartphone mereka. Sebanyak 37 persen dari orang dewasa dan 60 persen dari remaja menggambarkan diri mereka sebagai orang yang "kecanduan". (Dwi Prihadi, 2011) Selama bertahun-tahun, kaum muda Korea harus bergelut dengan masalah kecanduan online-game berkat tersedianya layanan internet kecepatan tinggi secara luas sehingga ketika tidak memegang smartphone remaja merasakan kesepian akan informasi yang terbaru dalam kehidupan yang menimbulkan dampak yang kurang baik.

Kesepian (loneliness) ialah salah satu masalah utama yang dihadapi oleh remaja (Dacey, 1997) Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidak-sesuaiaan antara jenis hubungan sosial yang kita inginkan dan jenis hubungan sosial yang kita miliki (Perlman & Peplau, 1981). Kesepian merupakan hidup tanpa melakukan hubungan (Baron, 1991), tidak punya keinginan untuk melakukan hubungan interpersonal yang akrab (Peplau & Perlman, 1982). Dalam suatu penelitian menemukan bahwa kesepian diasosiasikan dengan perasaan depresi, kecemasan, ketidakpuasan, tidak bahagia, dan kesedihan (Russel, 1993). Kesepian ialah suatu kondisi ketidak-seimbangan psiko-emosional yang ditandai dengan perasaan kosong atau kehampaan diri akibat kurangnya ikatan dengan orang lain (Baron & Byrne, 2004; Taylor dkk, 2001).

Masalah yang paling serius adalah tatap muka komunikasi antara orang Sama seperti Turkle (2008) disebutkan "kehidupan profesional kontemporer seperti contoh orang mengabaikan mereka-mereka secara fisik 'dengan' memberikan prioritas kepada orang lain secara online", orang sekarang tidak peduli siapa mereka dengan secara pribadi, mereka hanya memanjakan diri di ponsel mereka, tidak hanya untuk menghubungkan orang-orang tetapi juga untuk fitur lainnya dan fungsi telepon itu seperti membaca e-buku, berselancar di internet. Selain itu, penggunaan smartphone menyebabkan individu itu menjadi pasif, tidak sopan dan mengganggu (Rosen, 2004). Orang-orang sekarang dapat terlibat dalam percakapan orang-ke-orang dan sekaligus mengirim pesan teks atau melakukan percakapan pada ponsel. Beberapa individual menempatkan ponsel di atas meja untuk semua untuk melihat, menyiratkan bahwa jika interaksi tidak cukup menarik, mereka memiliki alternatif.

Kecanduan smartphone diartikan Young (1998) sebagai sebuah sindrom yang ditandai dengan menghabiskan sejumlah waktu yang sangat banyak dalam menggunakan internet dan tidak mampu mengontrol penggunaannya saat online. Young (Essau, 2008) juga menyatakan bahwa kecanduan smartphone sama seperti perilaku kecanduan lainnya, yang berisi tingkah laku yang kompulsif, kurang tertarik terhadap aktivitas-aktivitas yang lain, dan meliputi symptom-symptom fisik dan mental ketika berusaha untuk menghentikan tingkah laku tersebut.

Dalam kecanduan smartphone terdapat sebuah bentuk yaitu rasa kesepian yang membuat masyarakat khususnya di daerah perkotaan mengalami perasaan seperti kesepian didalam kehidupannya, di kalangan remaja, gadget dan ponsel menjadi sesuatu yang melekat erat. Begitu eratnya, psikolog Inggris, Steve Pope, mengatakan mereka itu seperti sakau karena narkoba. Tanpa piranti tersebut mereka serasa seperti orang yang kecanduan yang berujung pada kesepian. Hal ini dia sampaikan karena saat ini dia sedang menangani seorang yang sedang kecanduan smartphone pada tingkat yang akut. Survei yang dilakukan oleh regulator telekomunikasi Ofcom memperlihatkan, remaja di Inggris yang masuk kategori umur 12 sampai 20 tahun sebagian besar sudah memililki ponsel cerdas.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kecanduan smartphone adalah bentuk tingkah laku yang kompulsif, sehingga individu kurang tertarik dengan aktivitas lain, merasa bahwa dunia maya di layar smartphone lebih menarik sehingga menghabiskan banyak waktu dalam menggunakan internet serta meliputi symptom-symptom fisik dan mental ketika tingkah laku tersebut ditunda atau dihentikan dengan demikian perilaku tersebut akan mengarah pada rasa kesepian apabila jauh dari smartphone di kehidupan.

Metode

Populasi dalampenelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi dan Kesehatan UINSA Surabaya. Karakteristik populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa dalam kategori remaja, berusia mulai ±18 tahun ke atas yang memiliki smartphone. Berdasarkan karakteristik populasi tersebut peneliti memilih mahasiswa psikologi UINSA semester 1. Jumlah subjek yang dijadikan sampel adalah 35 dari 140 mahasiswa yang terdiri dari jurusan Psikologi dalam kategori remaja dengan jumlah pria 17 orang dan wanita 18 orang. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala, yaitu cara pengumpulan data yang menetapkan besarnya bobot nilai atau skala bagi setiap jawaban penyataan objek psikologis yang berdasarkan pada suatu kontinu.

a. Skala Tingkat Kesepian.

No Dimensi F UF Total (n) Total (%)
1 Karakteristik emosi 5 6 11 33 1/3 %
2 Bentuk keterpisahan sosial 5 6 11 33 1/3 %
3 Perspektif waktu 5 5 10 33 1/3 %
Total 15 17 32 100%
Table 1.Cetak Biru ( Blue Print ) Rancangan Skala Tingkat Kesepian

b. Skala tingkat kecanduan smartphone

No Dimensi F UF Total (n) Total (%)
1 Mengabaikan dan keasyikan 2 2 4 22,2 %
2 waktu lebih bebas dan kurang kontrol dari orang tua 2 2 4 22,2 %
3 Keasyikan 2 1 3 16,6 %
4 Membuat kerugian 2 2 4 22,2 %
5 Merasa cemas 2 1 3 16,6 %
Total 10 8 18 100%
Table 2.Cetak Biru ( Blue Print ) Rancangan Skala Kecanduan Smartphone

Sistem penilaian skala yang digunakan pada skala tingkat kesepian dan skala kecanduan smartphone adalah sistem skala Likert, pada skala tingkat kesepian yang telah dimodifikasi menjadi lima alternatif jawaban dengan skor aitem bergerak dari 1 sampai dengan 5. Semakin tinggi skor, semakin tinggi tingkat kesepian. Sedangkan, pada skala kecanduan smartphone dimodifikasi menjadi empat alternatif jawaban dengan skor aitem bergerak dari 1 sampai dengan 4. Semakin tinggi skor, semakin tinggi tingkat kecanduan smartphone.

Metode analisis data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah analisis Korelasi Product Moment yang menggunakan bantuan program SPSS for windows versi 16.00 untuk membuktikan adanya hubungan antara kecanduan smartphone dengan rasa kesepian. Uji korelasi Regresi Linier sederhana dipilih dalam penelitian dengan pertimbangan bahwa kedua variabel penelitian merupakan data berbentuk kuantitatif (interval dan rasio) dan juga penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara dua variabel dengan bantuan Program SPSS For Windows versi 16.00.

Hasil dan Pembahasan

Pada penelitian ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan dari data-data yang diperoleh melalui kegiatan yang dilakukan yaitu data penelitian mengenai Hubungan Antara Kecanduan Smartphone dengan Rasa Kesepian di Kalangan Mahasiwa. Dari hasil penyebaran kuesioner yang dilakukan 35 orang mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya sebagai responden, dalam memperoleh gambaran umum responden dari penelitian yang dilakukan untuk mengetahui “Hubungan Antara Kecanduan Smartphone dengan Rasa Kesepian di Kalangan Mahasiwa”.

Selanjutnya diuraikan menjadi beberapa bagian yang meliputi jenis kelamin dan usia dapat kita lihat sebagai berikut:

Jenis Kelamin Jumlah Peresentase (%)
Pria 17 48.57
Wanita 18 51.43
Total 35 100
Table 3. Data responden berdasarkan jenis kelamin

Dari tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa jumlah responden wanita sebanyak 18 orang atau 51.43% adalah mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya dan sisanya responden pria sebanyak 17 orang atau 48.57% adalah mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Hasil penelitian mengenai data pribadi responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini:

Usia (tahun) Frekuensi Persentase (%)
18 10 28.57
19 10 28.57
20 15 42.8
Total 35 100
Table 4. Data Responden Berdasarkan Usia

Dari tabel 6 data diketahui bahwa responden yang berusia 20 tahun memang paling banyak menjadi responden dalam penelitian ini.

Pada penelitian ini menggunakan analisis data Product Moment yang merupakan suatu hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Korelasi tersebut menunjukkan sifat sebab akibat, maka korelasinya dikatakan kausal, artinya variabel yang satu merupakan sebab, dan variabel lainnya merupakan akibat. Berikut ini analisis data correlations:

tingkat kesepian kecanduan smartphone
tingkat kesepian Pearson Correlation 1 -.545**
Sig. (2-tailed) .001
N 35 35
kecanduan smartphone Pearson Correlation -.545** 1
Sig. (2-tailed) .001
N 35 35
Table 5. Correlations

Keputusan 1 :

Pada tabel Correlation, diperoleh harga koefisien korelasi sebesar 0,545 dengan signifikansi 0,001. Berdasarkan data tersebut, maka dapat dilakukan pengujian hipotesis dengan membandingkan taraf signifikansi (p-value) dengan galatnya.

Jika signifikansi > 0.05, maka Ho diterima

Jika signifikansi < 0.05, maka Ho ditolak

Berdasarkan harga signifikansi 0.001. Karena signifikansi < 0.05, maka Ho ditolak, yang berarti Ha diterima. Artinya koefisien regresi Constant signifikan.

Keputusan 2 : berdasarkan t tabel

Pengujian:

Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak

Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima

Dengan taraf kepercayaan 0.0, maka dapat diperoleh harga r tabel sebesar 0.361. Ternyata harga r hitung lebih besar daripada r tabel (0.545 > 0.361), sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya ada hubungan signifikan antara kecanduan smartphone dengan rasa kesepian.

Hasil penelitian “hubungan antara kecanduan smartphone dengan rasa kesepian dikalangan mahasiswa menggunakan program SPSS versi 16.0 menunjukkan bahwa kesepian memberikan pengaruh signifikan terhadap kecanduan smartphone bagi kalangan mahasiswa.

Berdasarkan analisis product–moment menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kesepian terhadap kecanduan dikalangan mahasiswa. Bahwa penelitian ini menunjukkan kesepian dikalangan mahasiswa sebesar 64%, sedangkan kecanduan pengaruhnya 36 %.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis menggunakan program SPSS versi16.00 menunjukkan bahwa ada hubungan kecanduan smartphone dengan rasa kesepian dikalangan mahasiwa dengan menggunakan uji product-moment memberikan pengaruh signifikan 0.01 terhadap rasa kesepian dikalangan mahasiswa.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut, Pada penelitian ini sebaiknya dalam menggunakan responden tidak hanya dalam kampus akan tetapi menggunakan responden sebaiknya menggunakan sampel beberapa kampus sehingga hasil yang di peroleh dapat di generalisasikan. Dalam melakukan sebuah penelitian perlu ditambahkan referensi tokoh-tokoh yang telah melakukan penelitian, sebab dalam setiap penelitian juga terdapat kesinambungan antara peneliti yang lain sehingga pada penelitian selanjutnya dapat melengkapi hasil penelitian sebelumnya. Bagi peneliti selanjutnya yang menggunakan tema yang sama dengan penelitian ini disarankan agar mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut : Sebaiknya peneliti selanjutnya mencoba meneliti tentang kecanduan smartphone mengunakan metode lain seperti kualitatif sebagai eksperimen. Hendaknya peneliti selanjutnya dapat menggali data melalui signifikan other kelurga responden seperti ayah, ibu atau saudara kandung responden yang mengikuti perkembangan subyek sejak kecil.

Bagi responden meminimalisir penggunaan smartphone pada setiap aktivitas responden dapat membantu memaksimalkan hubungan sosial yang berkualitas pada lingkungan pergaulan responden. Memperbanyak aktivitas fisik yang subyek gemari seperti mendaki gunung dan olahraga agar mendapatkan pengakuan yang nyata yang bersifat lisan. Disarankan mempergunakan smartphone untuk membantu menjalankan aktivitas fisik responden tersebut. Bagi teman responden sebaliknya senantiasa mengingatkan agar menggunakan smartphone pada saat tertentu saja dan selalu mengutamakan komunikasi verbal dalam berkomunikasi dibandingkan lewat smartphone.

Ucapan Terimakasih

Terimakasih kepada Allah SWT yang telah melancarkan proses penelitian ini, selain itu kepada teman-teman yang sudah berkontribusi terhadap penelitian ini, tak lupa juga ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing penelitian ini.

References

  1. Prihadi, Dwi Susetyo, Tiap 8 Bulan Orang Indonesia Ganti Smarthphone, 2013. Available: http://inet.detik.com/read/2013/01/16/210830/2144324/1169/tiap-8-bulan-orang-indonesia-ganti-smartphone.
  2. Dacey, J. & Kenny, M., Adolesence development. Second edition. United States of America: Times Mirror Higher Education Group Inc. 1997.
  3. Peplau, L. A, dan Perlman, D. Lonliness: A sourcebook of current theory research and therapy. New York: John Wiley dan Sons, 1982.
  4. Byrne. & Baron, Psikologi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2003.
  5. Bernardin, H. John and Russel, E.A., Human resource Management, An Experiential Approach. Mc. Graw Hill International Edition, Singapore: Mac Graw Hill Book Co., 1993.
  6. Taylor, S.E, Peplau, L. A., Sears, D.O., Social Psycology. Prentice, Hall: New Jersey, 1997.