Abstract

This study aims to determine the role of the shadow teacher to reduce social aggressiveness in one grade 1 student of elementary schools. The approach used in this study is a qualitative approach to the type of descriptive research. The technique used to collect data is observation and interview techniques. The instruments used in this study were observation guidelines and interview guidelines. Data analysis was performed using data reduction, data presentation and conclusion drawing. Source triangulation is used as a test of the validity of the data used in this study. Qualitatively, the role of shadow teacher is very necessary for children who have problematic behavior, especially students who have social aggressiveness. The existence of a shadow teacher, students can feel cared for in the learning process so that students can participate in learning activities well in the classroom. In addition, students can also achieve learning outcomes in accordance with class demands and can follow their peers. The results showed that the presence of shadow teachers was quite effective in helping students reduce social aggressiveness in schools.

PENDAHULUAN

Perkembangan anak sejak lahir sampai menjadi dewasa dan mandiri umumnya menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh orangtua, guru dan masyarakat. Pertama kali yang biasanya diperhatikan adalah kondisi fisik dan kognitifnya. Ketika anak lahir, hal yang dilihat dan ditanyakan pertama kali adalah bagaimana kondisi anaknya normal, sehat atau tidak. Setelah itu, masyarakat dan orangtua akan memusatkan perhatiannya pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Orangtua akan berusaha memberikan gizi yang baik dan seimbang serta mengikuti saran-saran dari petugas kesehatan. Melalui organisasi PKK, masyarakat akan memberikan pelayanan dan penyuluhan pada ibu-ibu yang mempunyai anak balita. Biasanya dengan kegiatan penimbangan atau lomba-lomba balita. Pemerintah juga memperhatikan dengan memberikan bimbingan dan layanan melalui posyandu. Semua itu dilakukan untuk mengusahakan agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.

Pada kenyataannya, tidak semua orangtua dan masyarakat memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Ada anak yang mengalami perkembangan yang tidak sesuai dengan sebagaimana anak normal pada umumnya. Misalnya anak yang memiliki perilaku abnormal atau menyimpang. Sekolah sebagai miniatur masyarakat menampung berbagai kondisi siswa dengan latar belakang kepribadian yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang miskin atau kaya, bodoh atau pintar, suka patuh atau menentang, serta berbagai kondisi dari berbagai keluarga. Hal inilah yang biasanya disebut sebagai perbedaan individual diantara mereka. Sesuai asas individual, terdapat siswa yang dikategorikan sebagai siswa bermasalah (Dalyono, 2009).

Seorang siswa yang dikategorikan sebagai anak yang bermasalah apabila ia menunjukkan gejala-gejala penyimpangan dari perilaku yang lazim di lakukan oleh anak-anak pada umumnya [1]. Perilaku bermasalah pada siswa merupakan bagian dari Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Perilaku anak menyimpang memiliki hubungan dengan penyesuaian anak tersebut dengan lingkungannya. Hurlock (2004) mengatakan bahwa perilaku anak bermasalah atau menyimpang ini muncul karena penyesuaian yang harus dilakukan anak terhadap tuntutan dan kondisi lingkungan yang baru. Semakin besar perubahan dan tuntutan berarti semakin besar pula masalah penyesuaian yang dihadapi anak tersebut.

Keagresifan sosial merupakan salah satu bentuk dari perilaku bermasalah. Perilaku agresif secara sosial, adalah perilaku yang menyerang orang lain baik penyerang secara verbal maupun penyerang secara fisik. Penyerangan secara verbal misalnya, mencaci, mengejek, atau memperolok-olokkan orang lain. Penyerangan secara fisik misalnya, mendorong, memukul atau berkelahi. Perilaku agresif yang mengganggu hubungan sosial addalah melanggar aturan, bermusuhan secara terang-terangan maupun secara diam-diam, suka berkelahi, merusak, pendendam, pemarah, pencuri, pembohong, atau penganggu anak-anak lain, terutama anak yang lebih kecil, binatang dan orang-orang yang lemah. Penyebab perilaku agresif sosial menurut Sutton-Smith adalah anak sedikit mendapat kasih sayang, bimbingan dan perhatian dari orang tua.

[2] juga berpendapat bahwa pada masa anak pertengahan atau masa usia sekolah dasar anak lebih sering melakukan perilaku negatif yaitu berupa sebuah perilaku agresif. Perilaku agresif yang dilakukan oleh anak bisa berupa agresi fisik maupun agresi verbal, agresi fisik seperti memukul, mendorong, mencubit, menendang, mengglitiki dan lain halnya, kemudian perilaku agresi verbal seperti menghina, mengancam, mencaci maki, berteriak keras, berbicara kotor dan lain halnya. Lalu Menurut pendapat [3] bahwa perilaku agresif yang menimbulkan luka fisik (nonverbal) yaitu antara lain memukul, menggigit, menendang, mencubit, menginjak, dan lain sebagainya, kemudian Secara psikis (verbal), diantaranya yaitu mengucapkan kata-kata hinaan atau mengejek, memaki dengan kata-kata kotor, melecehkan, mengancam, membentak orang yang lebih tua, atau bahkan memerintah orang lain seenaknya saja.

Faktor yang menyebabkan anak berperilaku agresif yaitu lingkungan keluarga dan sekolah merupakan faktor penting mengenai pembentukan suatu karakter pada anak, lingkungan keluarga dengan tingkat konflik yang tinggi, kurangnya komunikasi antar keluarga, tidak adanya dukungan orang tua mengenai kegiatan anak, hal-hal tersebut mampu mempengaruhi perilaku negatif pada anak. Selain itu faktor budaya yaitu berupa modelling dari orang-orang yang lebih dewasa atau dengan lingkungan yang berada disekitarnya seperti orang tua dan juga teman sebaya [4].

Di salah satu sekolah swasta di Jombang ini terdapat siswa kelas 1 yang berjenis kelamin laki-laki memiliki intensitas agresivitas sosial yang lebih sering daripada teman-teman di kelasnya. Guru kelas juga sering menerima laporan baik dari siswa yang menjadi korban langsung mapun dari wali murid korban.

METODE

Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Maksud dari penelitian kualitatif ini adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang sedang dialami subjek penelitian secara holistik, dan secara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007). Jenis penelitian ini adalah penelitian deskripsif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk memberikan uraian mengenai mencari sifat, ciri, unsur dari suatu fenomena (Suryana, 2010) sehingga peneliti mendeskripsikan berbagai fakta serta informasi yang ditemukan mengenai peran shadow teacher untuk menurunkan agresivitas sosial pada subjek penelitian.

Setting Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di salah satu SD Islam swasta yang berada di Jombang. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 22 Januari 2020 hingga 14 Februari 2020.

Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah dari guru kelas, ibu subjek dan siswa dengan agresivitas sosial itu sendiri. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah seorang siswa kelas 1 di salah satu sekolah dasar swasta di Jombang.

Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara kepada guru kelas, ibu subjek serta siswa dengan agresivitas sosial dan melakukan observasi partisipan aktif yang dilakukan didalam kelas dan di tempat tinggal subjek. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pedoman observasi dan pedoman wawancara semi terstruktur.

Keabsahan Data

Triangulasi sumber menjadi teknik uji kredibiltas data yang digunakan dalam penelitian ini.

Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan cara reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Sekolah yang menjadi tempat penelitian ini merupakan yayasan sekolah Islam yang didirikan pada tahun 2001. Gedung utamanya terdapat 3 lantai, dimana lantai pertamanya untuk siswa-siswa sekolah dasar yang berada di kelas kecil, lantai keduanya untuk siswa-siswa yang berada di kelas besar, sedangkan di lantai paling atas untuk siswa-siswa SMP. Setiap kelas sekolah dasarnya dibagi menjadi 4 ruang kelas yaitu kelas Inovatif, Kreatif, Mandiri dan Inspiratif. Tenaga pendidik di sekolah tersebut terdapat sekitar 30 guru yang terbagi menjadi guru mengaji, wali kelas, guru mata pelajaran dan 4 guru pendamping. Sementara itu jumlah peserta didik sekolah dasarnya terdapat kurang lebih 600 siswa yang terbagi menjadi maksimal 28 siswa di setiap kelasnya. Di setiap kelas dari jumlah siswa tersebut terdapat beberapa anak berkebutuhan khusus dan memiliki kesulitan belajar tertentu. Keempat guru pendamping bertugas mendampingi anak-anak yang berkebutuhan khusus yang memerlukan pendampingan. Di sekolah tersebut juga sudah terdapat seorang psikolog klinis dan seorang psikolog industri yang berada di SDM.

Observasi Subjek Ketika di Kelas

Ketika guru menjelaskan, subjek terkadang berjalan-jalan di kelas, menjahili teman yang ada disebelahya atau bermain sendiri dengan alat tulisnya seperti menulis dan mencorat-coret buku tulis yang dibawanya. Ketika guru memberi tugas, subjek sering kali mengabaikan instruksi sehingga subjek cenderung menunggu perintah dan dihampiri oleh guru kelas. Berbeda ketika pelajaran Matematika diberikan, ia cenderung bersemangat dan nampak aktif menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru kelas. Ketika mata pelajaran IPA, siswa-siswa kelas satu diberi tugas untuk menyalin pertanyaan yang dituliskan guru dari papan tulis. Hanya saja subjek mengabaikan perintah dan cenderung bermain sendiri. Hal tersebut menyebabkan subjek lambat dalam mengerjakan tugas dan tidak mampu menyelesaikan tugas sesuai waktu yang telah ditentukan. Akibatnya subjek tidak mendapatkan nilai. Begitu pula pada saat pelajaran lain yang membutuhkan kegiatan menulis paragraf/kalimat.

Ketika jam istirahat berlangsung, subjek nampak mau menerapkan budaya antri yang diberlakukan di kantin sekolah. Meski demikian, tak jarang subjek sering merebut bekal temannya ketika di kelas. Siswa yang menjadi korban juga selalu orang yang sama. Bahkan sering terjadi kejar-kejaran didalam kelas agar subjek mendapatkan apa yang ia mau. Ketika subjek tidak mendapatkan apa yang ia mau, subjek akan menyubit lawan bicaranya. Tak jarang juga ia menendang atau mendorong fisik lawan bicaranya juga. Jika subjek sudah merasa puas mengganggu dan mendapatkan apa yang ia mau subjek cenderung memunculkan ekspresi yang lega dan bahagia. Guru kelasnya juga sering meminta subjek agar mau meminta maaf dan mengembalikan barang yang bukan miliknya. Dalam hal ini, subjek nampak hanya mau mendengarkan dan patuh kepada wali kelas dan beberapa guru yang mengajar di kelasnya. Bahkan beberapa guru yang tidak membuatnya patuh juga seringkali terkena cubitan dan dorongan fisik dari subjek.

Observasi Subjek Ketika di Rumah

Subjek tinggal bersama ayah, ibu kakak perempuan dan adik perempuan di rumahnya. Peneliti datang ke rumah subjek ketika subjek tidak masuk sekolah dikarenakan tidak mengikuti kegiatan study tour yang sedang diadakan oleh SD tersebut untuk siswa-siswi kelas satu. Jarak rumah subjek menuju ke sekolah cukup jauh yakni sekitar 17 km dan membutuhkan waktu tempuh kurang lebih 30 menit untuk sampai ke sekolah. Ketika pertama kali peneliti datang ke rumah, subjek nampak sedang bermain di ruang tamu. Subjek nampak kaget dan langsung ke belakang memanggil ibunya. Setelah itu, subjek membukakan pintu pagar dan kembali kedalam rumah. Pada waktu itu, di rumah subjek hanya ada subjek dan ibunya. Ayahnya sedang bekerja diluar kota, kakak perempuannya sedang bersekolah sedangkan adik perempuannya sedang diasuh oleh neneknya di rumah neneknya. Saat peneliti sedang membahas tentang alasan subjek tidak mengikuti kegiatan sekolah, subjek nampak asyik bermain handphone nya. Sembari peneliti wawancara dengan ibu, subjek juga masih tetap asyik dengan handphone digenggamannya, sedang menonton suatu video. Sampai peneliti pamit pulangpun subjek masih melihat video dari handphone nya.

Wawancara dengan Guru Kelas

Guru kelas mengatakan bahwa para siswa dan beberapa guru merasa terganggu dengan perilaku subjek selama berada di kelas. Menurutnya, subjek masih belum mampu duduk dengan tenang di tempat duduknya dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan. Hal tersebut yang membuat guru ekstra sabar dalam menghadapi subjek. Banyak perilaku yang dilakukan sehingga menimbulkan kegaduhan di kelas. Selain mengganggu temannya dengan cara merebut benda yang bukan miliknya, ia juga sering berjalan-jalan di kelas bahkan keluar kelas ketika jam belajar mengajar berlangsung. Ketika subjek mengganggu teman di kelasnya, korban langsung berteriak meminta perlindungan dari guru dan tak jarang juga melaporkannya ke orang tua. Hal tersebut yang membuat para orang tua siswa lain sering melaporkan perilaku subjek yang mengganggu temannya itu kepada guru kelasnya. Bahkan apabila pemintaan subjek tidak dipenuhi subjek akan menjadi marah dengan mencubit, menendang atau mendorong lawan bicaranya. Tak jarang, guru kelas juga sering terkena cubitan, tendangan dan dorongan fisik oleh subjek.

Ketika mengerjakan tugas, subjek juga tidak dapat menyelesaikannya dengan baik. Hanya beberapa tugas tertentu saja yang dapat ia selesaikan meski hasilnya jauh dari kata sempurna atau sesuai dengan perintah guru. Menurutnya, lebih banyak tugas-tugas yang terbengkalai daripada tugas yang diselesaikan dengan baik. Hal ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi guru untuk menghadapi perilaku subjek yang mengganggu warga kelas. Guru kelas juga mengatakan bahwa guru pendamping yang terdapat di sekolah ditugaskan untuk mendampingi anak berkebutuhan khusus saja. Mengingat jumlah guru pendamping di sekolah juga terbatas, sehingga tak semua kelas terdapat guru pendamping kelas.

Wawancara dengan Ibu Subjek

Ibu subjek mengatakan bahwa selama kehamilan subjek berjalan dengan normal. Meski ketika usia kandungan ibu subjek sekitar 4 bulan ibu subjek mengalami pendarahan dan dilarikan ke rumah sakit. Ibu subjek melahirkan subjek tepat diusia kandungan 36 minggu. Subjek juga tumbuh dan berkembang cukup baik sesuai dengan tahapan perkembangannya. Ketika subjek duduk di TK subjek termasuk individu yang cenderung aktif jika dibandingkan dengan teman-temannya. Menurut ibu subjek, pola asuh yang diterapkan kepada subjek adalah pola asuh yang dapat membuat subjek lebih bertanggungjawab sehingga tak jarang ibu subjek sering menggunakan tindakan fisik untuk mendisiplinkan anak. Hal ini juga dilakukan berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh ibu pada masa kecil.

Ibu subjek mengaku bahwa ia sering mendapatkan laporan mengenai perilaku subjek di sekolah. Meski demikian, ibu subjek merasa bahwa perilaku yang dimunculkan subjek adalah perilaku yang masih wajar dilakukan oleh anak seusia subjek. Menurutnya, perilaku subjek dapat berubah dengan sendirinya seiring berjalannya waktu sehingga ibu subjek tak perlu ambil pusing atas laporan dari orang tua siswa lain yang berada satu kelas dengan subjek.

Hasil Tes Psikologi

Tes Psikologi dilakukan dengan menggunakan alat tes BINET untuk mengukur kapasitas inteligensi dan Bender Gestalt untuk mengukur kemampuan belajar subjek. Secara umum kapasitas inteligensi yang dimiliki subjek berada dalam kategori rata-rata, dengan aspek-aspek kemampuan khusus yang cukup berkembang secara optimal. Artinya ia cukup memiliki kemampuan belajar yang setara dengan anak-anak sesuainya.

Integrasi Data

Aspek Kognitif

Subjek memiliki taraf kecerdasan yang tergolong rata-rata, artinya kemampuannya dalam menerima dan megolah informasi setara dengan anak-anak di usianya. Apek yang paling menonjol adalah kemampuan dalam visual motor sehingga ia lebih menyukai memahami informasi melalui penjelasan visual seperti berbentuk gambar.

Aspek Emosi

Ekspresi emosi subjek yang sering ditampakkan adalah marah dan menangis jika itu tidak sesuai dengan apa yang ia kehendaki. Apabila marah, ia menunjukkannya dengan agresi verbal maupun agresi nonverbal kepada lawan bicaranya. Misalnya subjek cenderung mencubit orang yang ada disekitarnya atau menendang dan mendorong barang-barang yang ada disekitarnya untuk meluaokan emosinya. Emosinya cenderung meledak sesuai dengan suasana hatinya.

Aspek Sosial

Subjek tidak menunjukkan minat yang tinggi dalam berinteraksi dengan orang lain. Ia cenderung lebih suka bermain sendiri menggunakan imajinasinya. Hanya saja ketika ada hal yang membuat menarik perhatiannya ia akan dengan mudah menjalin keakraban dengan orang tersebut.

Aspek Perilaku

Ketika jam pelajaran berlangsung, subjek cenderung tidak memperhatikan apa yang disampaikan gurunya kecuali jika ada hal yang menarik baginya. Ia cenderung berjalan-jalan di kelas atau mencari perhatian teman dan gurunya dengan cara mengambil alat tulis atau buku temannya. Ketika teman subjek bereaksi, subjek akan mencubit temannya tersebut. Ketika guru kelas melarang subjek, subjek menjadi marah dengan cara menendang atau mendorong apa saja yang ada disekitarnya. Berbeda ketika guru kelas menghampiri dan memperhatikan subjek, ia nampak mampu duduk tenang dan mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya.

Pembahasan

Tahapan-tahapan perkembangan yang dilalui oleh anak cenderung sama. Pada setiap tahapan perkembangan, anak dituntut dapat bertindak atau melakukan hal-hal (perilaku) yang menjadi tugas perkembangannya dengan baik. Ada dua jenis perilaku manusia, yakni perilaku normal dan perilaku abnormal. Perilaku normal adalah perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya. Perilaku adalah segala sesuatu yang diperbuat oleh seseorang atau pengalaman. Kartono dalam [5] perilaku abnormal adalah perilaku yang tidak bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya dan tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang ada. Perilaku abnormal ini juga biasa disebut perilaku menyimpang atau perilaku bermasalah. Apabila anak dapat melaksanakan tugas perilaku pada masa perkembangannya dengan baik maka anak tersebut dikatakan berperilaku normal.

Perilaku bermasalah pada siswa adalah perilaku yang tidak biasa atau menyimpang dari aturan akibat dari penyesuaian yang dilakukan dengan lingkungan. Guru perlu memahami perilaku bermasalah ini sebab perilaku bermasalah biasanya tampak di dalam kelas dan bahkan pelaku menampakkan perilaku bermasalah itu di dalam keseluruhan interaksi dengan lingkungannya. Memahami perilaku bermasalah mengandung arti bahwa guru harus lebih sensitif terhadap interaksi antara berbagai kekuatan dan faktor di lingkungan peserta didik dengan penampilan perilaku peserta didik di sekolah. Perilaku bermasalah merupakan bagian dari Pendidikan Anak berkebutuhan Khusus.

Guru pendamping (shadow teacher) mempunyai peranan yang sangat penting antara lain menjembatani instruksi yang di berikan guru kelas kepada siswa, mengendalikan perilaku siswa di kelas, membantu siswa untuk tetap berkonsentrasi, membantu siswa belajar, bermain, berinteraksi dengan teman-temannya, menjadi media informasi antara guru kelas dan orang tua dalam membantu siswa mengejar ketertinggalan dari pelajaran di kelasnya. Adanya shadow teacher, siswa dapat merasa diperhatikan dalam proses belajarnya sehingga siswa dapat mengikuti kegiatan belajar dengan baik didalam kelas. Selain itu, siswa juga dapat mencapai hasil belajar yang sesuai dengan tuntutan kelas dan dapat mengikuti teman sebayanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya shadow teacher cukup efektif membantu siswa dalam menurunkan agresivitas sosial di sekolah. Perhatian shadow teachermampu membuat subjek untuk dapat mengikuti perintah guru dengan baik sehingga perilaku agresi dari subjek cenderung berkurang.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya shadow teacher cukup efektif untuk menurunkan agresivitas sosial. Pada dasarnya peran shadow teacher adalah untuk mengendalikan perilaku siswa di kelas, membantu siswa untuk tetap berkonsentrasi, membantu siswa belajar, bermain, berinteraksi dengan teman-temannya, menjadi media informasi antara guru kelas dan orang tua dalam membantu siswa mengejar ketertinggalan dari pelajaran di kelasnya

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat Nya peneliti dapat menyelesaikan jurnal ini dengan baik.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Dr. Suroso, M.S., Psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
  2. Dr. IGAA Noviekayati, M.Si., Psikolog selaku ketua Program Studi Psikologi Profesi (S2) Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
  3. Dra. Dwi Sarwindah S., M.Si., Psikolog selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini.
  4. Pihak sekolah yang sudah mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian ini.
  5. Subjek dan orangtua subjek penelitian atas bantuan dan kerjasamanya.
  6. Pihak-pihak lain yang terkait dalam penelitian ini.

References

  1. Dalyono, “Psikologi Pendidikan”. Jakarta: Rineka Cipta , 2009
  2. Schick, Andreas, Cierpka, & Manfred. “Risk Factors and Prevention of Aggressive Behavior in Children and Adolescents”. Journal for educational research online, 8( 1), 90-109, 2016
  3. Oelfy, N., Basaria, D., & Ananta, S.N, “Penerapan Asertif Behavior Therapy dan Positive Reinforcement untuk Mengurangi Kecenderungan Perilaku Agresivitas Verbal pada Anak Usia Tengah”, Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora dan Seni, 2(1), 165-172, 2018
  4. Jimenes, T.I, & Estevez, E. “School Agression in Adolescence : Examining The Role of Idividual, Family and School Variables. International Journal of Clinical and Health Psychology, 17(3), 251-260, 2017
  5. Darwis, Abu, “Pengubahan Perilaku Menyimpang Murid SD”. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan, 2006