Abstract

This study aims to intervene in children who are under the age category of toddlers with an attitude of independence in one kindergarten in Sampang, Madura. The method used in research is an experimental case study approach. Researchers provide interventions in the form of behavioral therapy, using Shaping techniques to bring up new behaviors that have not been displayed by children by providing reinforcement in every targeted behavior. This therapy can train children repeatedly with stages of modeling, imitating and taking the initiative to conduct targeted behavior interspersed with the reinforcement given. Children with this therapy will learn new behavioral patterns and learn slowly to apply and later become habitual behavior patterns. The independence formed by children here by maximizing limbs and moving the body to be able to themselves with simple class activities such as cursing shoes, taking and placing books, and taking the water they carry, which is usually through the teacher to fetch. The results of the application of shaping techniques for children are more learning and understanding that he must be independent at school and should not be accustomed to his behavior at home, even though the factors causing the independence are due to behavior patterns or treatment from his family (pampering).

P ENDAHULUAN

Anak sejak dini akan mempelajari hubungan bersosialisasi dan penyesuaian, tidak hanya pada lingkungan keluarganya. Oleh karena itu hal yang paling telihat dari penyesuasian anak dalam bersosialisasi dengan lingkungan barunya ketika anak berada di sekolah pertamanya yaitu Taman Kanak-kanak, yang pastinya setiap TK memiliki kurikulum. Kuruikulum tersebut yaitu membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berahlak mulia berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan menjadi warna negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Beberapa hal mengenai ciri pertumbuhan kejiwaan anak TK diantaranya : kemampuan melayani kebutuhan fisik mulai tumbuh, mengenal kehidupan sosial, menyadari dirinya tentang keinginan dan perasaannya, kemampuan memecahkan persoalan dan menyesuaikan reaksi emosi pada kejadian yang dialami (Moeslichatoen R,dalam Tim Dosen FIP IKIP Malang:1988). Pada kenyataannya, klien memiliki sikap diantaranya: ingin dipakaikan sepatu oleh ibu guru, tidak mau mengikuti kegiatan dan harus gurunya yang mengambilkan buku aktivitas kelas, dan terkadang masih diambilkan air minumnya. Hal ini bisa disebabkan perubahan dari suasana rumah yang serba dimanja dan relatif bebas ke suasana sekolah yang memiliki aturan dengan kurikulum yang ditentukan, maka TK merupakan sekolah pertama bagaimana anak menyesuaikan diri, salah satunya yaitu berperilaku mampu diri atau melakukan kegiatan sendiri tanpa bantuan orang lain atau dapat disebut dengan kemandirian.

Kemandirian menurut Steinberg [1] dibedakan atas tiga bentuk, yaitu:

  1. Kemandirian emosi, berhubungan perubahan kedekatan atau keterikatan hubungan emosional individu, Contoh kemandirian emosi diantaranya yaitu hubungan antara anak dengan orangtua berubah dengan sangat cepat, lebih-lebih setelah anak memasuki masa remaja seiring dengan semakin mandirinya anak dalam mengurus diri sendiri, maka perhatian orangtua dan orang dewasa lainnya terhadap anak semakin berkurang.
  2. Kemandirian kognitif, yakni suatu kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan secara bebas dan menindaklanjutinya. Bertindak sendiri tanpa terlalu bergantung pada bimbingan orang lain. Kemandirian bertindak dimulai sejak usia anak dan berkembang dengan sangat tajam sepanjang usianya.
  3. Kemandirian nilai, yakni kebebasan untuk memaknai seperangkat benar – salah, baik – buruk apa yang berguna dan sia-sia bagi dirinya sendiri. [2]

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian anak usia dini terbagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut: [3][4]

  1. Faktor Internal adalah faktor yang ada dari diri anak itu sendiri yang meliputi: 1) Kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua. 2) Intelektual Faktor ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
  2. Faktor Eksternal adalah hal–hal yang datang atau ada dari luar diri anak itu sendiri meliputi: 1) Lingkungan 2) Karekteristik sosial 3) Stimulus 4) Pola Asuh 5) Cinta Dan Kasih Sayang 6) Kualitas Interaksi Anak dan Orang Tua 7) Pendidikan Orang Tua (Jannah, 2013)

M ETODE

Menggunakan penelitian eksperimen dengan pendekatan studi kasus yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan disertai alat tes sebagai pendukung diagnosa klien dengan ketidakmandirian yang tampak. Ketidak mandirian tersebut ditingkatkan dengan menggunakan terapi modifikasi perilaku dengan teknik shaping.

Teknik ini membentuk atau memunculkan prilaku yang diinginkan dengan memberikan reinforcement. Pada kasus klien reinforcement berupa penguat ikatan sosial yaitu high five / tos tangan dengan temannya. Reinforcement ini dipilih karena hubungan klien di lingkungan sosial bermain dengan temannya kurang. Sehingga klien juga mengikut sertakan temannya untuk berkegiatan bersama temannya seperti memakai sepatu atau mengambil buku di loker.

Kegiatan ini membuat klien belajar mampu diri sekaligus memiliki waktu untuk berkegiatan bersama temannya dan merekatkan hubungan pertemanan. Reinforcement ini dilakukan, karena klien juga selalu lebih tertarik dengan membangun komunikasi dengan temannya. Intervensi dilakukan setiap hari setelah report pada klien dan pemberian latihan dengan mencontohkan aktivitas pada klien, setelah itu dilakukan teknik shaping dengan menggunakan stopwatch untuk mengetahui perkembangan kecakapan klien dalam melaksanakan kegiatan secara mandiri.

H ASIL DAN P EMBAHASAN

Sebelum Sesudah
Klien selalu meminta gurunya untuk memakaikan sepatunyaGurunya sering kali mengambilkan bukunya di loker, membimbingnya untuk melakukan kegiatan kelas.Sering kali batuk berulang-ulang dan menggerakkan mulut seperti ingin muntah dan selalu menunggu gurunya yang menyuruhnya mengambil minum dan terkadang gurunya yang mengambilkan air minum Klien awalnya memerlukan waktu dan sempat memasang sepatunya terbalik, lalu diulang sebanyak 2x, dan berhasil Mau mengambil bukunya meski awalnya mengikuti temannya, atau bersedia saat moodnya baik, klien perlu dukungan atau pujian dari orang lainMau mengambil minuman sendiri, lalu praktikkan mencegah gurunya melakukan hal tersebut. Gurunya lalu menampakkan sikap acuh, akhirnya klien mengambil minum sendiri meski terkadang meminta high five kepada temannya atau kepada praktikan. meski klien terkadang masih merajuk meminta minum pada guru dan perlu diingatkan berulang kali.
Table 1.

Hasil penelitian ini memiliki kesamaan hasil penelitian dengan [5], mengenai teknik shaping dengan positive reinforcementnamun dengan permasalahan kecemasan berpisah pada anak usia dini, hasilnya yaitu menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada perilaku kecemasan berpisah anak, sehingga intervensi berupa manajemen keperilakuan dalam membentuk perilaku anak secara bertahap dengan penguatan yang bersifat positif dapat menurunkan kecemasan berpisah dan meningkatkan kemandirian anak di dalam kelas. Penerapan teknik shaping dengan positive reinforcement dilakukan setiap hari di dalam kelas sebagai suatu bentuk pembiasaan perilaku terhadap anak. Lingkungan kelas terlibat secara aktif dalam proses pembiasaan sehingga ini menjadi pendukung keberhasilan teknik shaping dengan positive reinforcement

K ESIMPULAN

Kesimpulan, anak harus dilatih untuk belajar dan mempelajari pola perilaku yang baru serta memperluaskan lingkungan sosialnya agar anak belajar hal baru sehingga anak merasa memiliki teman atau motivasi untuk bersaing dengan temannya

U CAPAN T ERIMA K ASIH

Terima kasih untuk pembimbing kampus yang telah menyediakan waktunya untuk membimbing peneliti dalam melakukan penelitian studi kasus ini. Terima kasih juga diberikan kepada kepala sekolah yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di TK tersebut., beserta pembimbing lapangan yaitu ibu wali kelas dan keluarga klien yang dengan ketersediaannya membantu memberikan informasi mengenai klien.

References

  1. Desmita, “Psikologi Perkembangan Peserta Didik,” Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2011.
  2. Jannah, Miftakhul, “PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI (USIA 4-6 TAHUN) DI TAMAN KANAK-KANAK ASSALAM SURABAYA.” Jurnal Perkembangan, Vol. 01, No. 03, 2013.
  3. Soetjiningsih, “Tumbuh kembang anak.” Jakarta: EGC. 1995
  4. Mutadin, Zainun, “Kemandirian sebagai Kebutuhan Psikologis pada Remaja”, E. Psikologi 2002. http://e-psikologi.com/ par.5.
  5. Lois, Michelle Natasha, I Wayan Sujana & Luh Ayu Tirtayani. “PENGARUH TEKNIK SHAPING DENGAN POSITIVE REINFORCEMENT TERHADAP KECEMASAN BERPISAH PADA ANAK.” e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 4. No. 1, 2016